أَنْعَمَ عَلَيْكَ أَوَّلًا بِالْإِيْجَادِ وَ ثَانِيًا بِتَوَالِي الْإِمْدَادِ.
“Mula-mula Dia memberimu ni‘mat penciptaan, baru kemudian terus-menerus memenuhi semua kebutuhan.”
Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:
أَنْعَمَ عَلَيْكَ أَوَّلًا بِالْإِيْجَادِ وَ ثَانِيًا بِتَوَالِي الْإِمْدَادِ.
“Mula-mula Dia memberimu ni‘mat penciptaan, baru kemudian terus-menerus memenuhi semua kebutuhan.”
Allah sudah memberimu dua macam keni‘matan: Pertama, diberi keni‘matan keberadaanmu dari ketiadaanmu. Kedua, keni‘matan berupa pertolongan yang terus-menerus Allah berikan dengan dilanggengkannya keberadaanmu. Jika kalian semua sudah mengetahui permulaan wujūdmu dari (ni‘mat pertolongan) Allah, begitu pula kelanggengan keberadaanmu, maka engkau akan mengetahui bahwa kelemahan dan tak berdayanya dirimu itu sudah menjadi sifat dasarmu, ya‘ni keberadaanmu itu fanā’, tidak bisa kekal abadi selamanya. Engkau akan selalu membutuhkan pertolongan-Nya dan inilah yang dinamakan imdād.
Sesungguhnya pertolongan Allah kepada hamba-Nya itu ada dua macam:
Pertama, pertolongan yang menjadi sebab kuatnya jasmani seorang hamba, seperti makan, minum dan berpakaian.
Kedua, pertolongan yang menjadi kekuatan dan makanan ruhaninya, seperti īmān, ‘ilmu yang bermanfaat, dan ma‘rifat Allah, sebab manusia itu mempunyai rūḥ dan jasad.
Pertolongan yang pertama itu berlaku umum bagi sekalian orang mu’min dan kafir sebagaimana ni‘mat al-ījād. Sedangkan pertolongan yang kedua itu hanya berlaku bagi orang mu’min saja. Oleh sebab itu, wahai mu’minīn sekalian, hendaknya kalian semua tidak melupakan pemberian Allah yang berupa ni‘mat īmān, senang berbuat taat di dalam hatimu, tetapnya ni‘mat īmān dan taat, ni‘mat membenci kekufuran dan maksiat di dalam hatimu, karena sesungguhnya kesemuanya itu paling agungnya pemberian ni‘mat dari Allah. Seorang hamba tak akan bisa mendapatkan ni‘mat tersebut, begitu pula tidak ada perantara sama sekali yang bisa mencapai keni‘matan-keni‘matan tadi jika tidak ada pemberian dan fadhal dari Allah. Sehingga engkau harus mensyukuri ni‘mat-ni‘mat tadi (ni‘mat īmān, taat, membenci kekufuran dan maksiat). Allah sungguh telah mengabadikannya dalam firman-Nya:
وَ لكِنَّ اللهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيْمَانَ وَ زَيَّنَهُ فِيْ قُلُوْبِكُمْ وَ كَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَ الْفُسُوْقَ وَ الْعِصْيَانَ أُولئِكَ هُمُ الرَّاشِدُوْنَ. فَضْلًا مِّنَ اللهِ وَ نِعْمَةً وَ اللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
“Allah sudah membuatmu mencintai keimanan, menghiasinya di dalam sanubarimu, dan Ia menyembunyikan kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan dari dalamnya. Mereka adalah orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah karena fadhal dan keni‘matan dari-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (Q.S. al-Ḥujurāat [49]: 7-8).
Maka, wajib bagi seorang hamba untuk mengetahui taqdīr ini, ni‘mat īmān dan taat, membenci kekufuran dan kemaksiatan. Mohonlah kepada Tuhanmu agar melanggengkan keni‘matan ini serta memohonlah kepada-Nya agar mampu menjalankannya. Jangan sekali-kali bersandar dan menyangka keni‘matan ini bisa langgeng lantaran kekuatan akal dan pikiranmu saja. Sebagian orang ‘ārif berkata: “Barang siapa meyakini kemampuan menauḥīdkan Allah pada akal pikirannya, maka hal itu tidak bisa menyelamatkannya dari siksa neraka. Mengetahui bahwa īmān yang kita miliki adalah ni‘mat dari Allah merupakan bentuk syukur ni‘mat, dan tidak mengetahuinya merupakan kufur ni‘mat, inilah yang menyebabkan siksa.” Allah berfirman di dalam al-Qur’ān:
وَ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ.
“Jika kalian mau mensyukuri ni‘mat-Ku, maka akan Aku tambahkan.” (Q.S. Ibrāhīm [14]: 7).
Syaikh Abū Thālib r.a. berkata: “Barang siapa menyatakan bahwa īmān adalah hasil dari usaha akal pikiran atau karena kemampuan dirinya sendiri, maka dialah yang disebut orang yang mengkufuri ni‘mat īmān. Dan aku khawatir Allah akan menghilangkan īmān orang-orang yang menyatakan hal tersebut, karena ia menggantikan syukurnya dengan mengkufurinya, sebab Allah mampu membolak-balikkan hati hamba-Nya, tauḥīd menjadi musyrik, taat menjadi maksiat. Maka ingatlah ni‘mat dan syukurilah semua ni‘mat-ni‘matNya, dengan cara berīmān dan bertaat kepada Allah. Wallāhu a‘lam.