مَنْ لَمْ يُقْبِلْ عَلَى اللهِ بِمُلَاطَفَاتِ الْإِحْسَانِ قُيِّدَ إِلَيْهِ بِسَلَاسِلَ الْاِمْتِحَانِ.
“Siapa yang tidak menghampiri Allah dengan pemberian-Nya yang halus akan diseret kepada-Nya dengan rantai ujian.”
Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:
مَنْ لَمْ يُقْبِلْ عَلَى اللهِ بِمُلَاطَفَاتِ الْإِحْسَانِ قُيِّدَ إِلَيْهِ بِسَلَاسِلَ الْاِمْتِحَانِ.
“Siapa yang tidak menghampiri Allah dengan pemberian-Nya yang halus akan diseret kepada-Nya dengan rantai ujian.”
Barang siapa tidak menghadap Allah ketika diberi keni‘matan, ia akan diseret atau ditarik dengan rantai cobaan dan kefakiran.
Sesuatu yang menjadikan seorang hamba menghampiri Tuhannya dengan ketaatan itu ada dua; pertama, ketika diberi ni‘mat kesembuhan atau dicukupkan rezekinya, ia bersyukur atas ni‘mat yang dianugerahkan kepadanya dan menjadikan ia menghadap kepada Tuhan dengan ketaatan. Kedua, ketika dicoba dengan penyakit pada tubuhnya atau diberi cobaan dengan hartanya, menjadikan ia mengingat Allah dan ber-tawādhu‘ kepada-Nya memohon akan dihilangkannya cobaan tersebut. Mungkin hal tersebut yang menjadikan ia tersibukkan dengan dunia, lalu hanya bersandar kepada Allah.
Yang dikehendaki Allah dari hamba-Nya adalah kembalinya seorang hamba kepada Tuhannya, walaupun dalam keadaan terpaksa.