لَا تَرْحَلْ مِنْ كَوْنٍ إِلَى كَوْنٍ فَتَكُوْنُ كَحِمَارِ الرَّحَى يَسِيْرُ وَ الْمَكَانُ الَّذِي ارْتَحَلَ إِلَيْهِ هُوَ الَّذِي ارْتَحَلَ مِنْهُ وَ لكِنِ ارْحَلْ مِنَ الْأَكْوَانِ إِلَى الْمُكَوِّنِ.
“Jangan pergi dari satu alam ke alam lain sehingga engkau seperti keledai yang berputar di penggilingan. Tempat yang ia tuju adalah tempat ia beranjak. Namun, berpindahlah dari alam menuju Pencipta alam.”
Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:
لَا تَرْحَلْ مِنْ كَوْنٍ إِلَى كَوْنٍ فَتَكُوْنُ كَحِمَارِ الرَّحَى
“Jangan pergi dari satu alam ke alam lain sehingga engkau seperti keledai yang berputar di penggilingan.”
Janganlah engkau berpindah dari satu alam menuju alam yang lain sehingga engkau seperti ḥimār atau keledai yang menarik penggilingan gandum.
Seorang murīd dituntut berbuat ‘amal dengan ikhlas, tidak boleh disertai riyā’. Karena seorang murīd diharapkan gigih ber‘amal dengan ikhlas, ya‘ni tanpa ada campuran riyā’ di dalamnya. Apabila ia ber‘amal karena menginginkan pahala surga dan mencari kedudukan yang tinggi di surga, hal itu juga masih dilarang bagi seorang murīd. Ia diumpamakan keledai yang sedang menarik penggilingan. Perumpamaan meninggalkan alam (seperti riyā’) menuju alam lainnya (seperti surga) itu tidak ada bedanya, karena surga itu juga alam atau makhlūq yang tidak patut dicari. Akan tetapi, hendaknya ia meninggalkan alam berpindah menuju Dzāt yang Qadīm ya‘ni hanya menuju Allah belaka.
Sesungguhnya Allah itu Dzāt yang berhak untuk disembah, Allah bersifat Rubūbiyyah. Dan haknya Tuhan adalah disembah.
يَسِيْرُ وَ الْمَكَانُ الَّذِي ارْتَحَلَ إِلَيْهِ هُوَ الَّذِي ارْتَحَلَ مِنْهُ
“Tempat yang ia tuju adalah tempat ia beranjak.”
Ia (keledai) berjalan, padahal tempat yang ia tuju adalah tempat ia beranjak.
Sesungguhnya, jika tujuan ‘amalmu adalah pahala surga, engkau bagaikan keledai yang berjalan menarik penggilingan. Jalan yang ditempuh adalah jalan pertama yang dilewatinya, ia hanya berputar-putar, tidak beranjak dari tempatnya semula. Begitu pula orang yang ber‘amal, beranjak atau pergi meninggalkan riyā’ (sesuatu yang baru atau makhlūq) menuju surga (yang juga baru atau makhlūq), ia meninggalkan sesuatu yang baru menuju sesuatu yang baru, sama halnya ia berputar-putar dari tempatnya semula.
وَ لكِنِ ارْحَلْ مِنَ الْأَكْوَانِ إِلَى الْمُكَوِّنِ.
“Namun, berpindahlah dari alam menuju Pencipta alam.”
Akan tetapi, hendaklah engkau berpindah meninggalkan mumkin (alam duniawi), menuju Pencipta Alam (Allah).
Berlakulah ikhlas karena Allah saja, bukan karena mengharap pahala atau imbalan dunia ataupun akhirat. Barang siapa ber‘amal karena mengharap surga, ia adalah hambanya surga, barang siapa ber‘amal kerena Allah semata, ia menjadi hamba Allah.
وَ إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الْمُنْتَهَى
“Sesungguhnya, kepada Tuhanmu segala sesuatu berakhir.” (Q.S. an-Najm [53]: 42).
Dan sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah puncak atau akhir tujuanmu. Orang yang ber‘amal hanya karena Allah, ia akan mencapai Allah. Perhatikan sabda Nabi s.a.w.:
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَ رَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَ رَسُوْلِهِ، وَ مَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Renungkan sabda Rasūlullāh s.a.w.: “Barang siapa berhijrah dari kota Makkah menuju kota Madīnah tujuannya karena Allah dan Rasūl-Nya, maka hijrahnya (sampai) kepada Allah dan Rasūl-Nya, barang siapa berhijrah dari kota Makkah menuju kota Madīnah bertujuan mendapatkan harta dunia, maka ia akan mendapatkan dunia, dan barang siapa berhijrah dari kota Makkah menuju kota Madīnah bertujuan mendapatkan wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya akan mendapatkan apa yang ia tuju.”
Maka, pahamilah dan renungkanlah sabda Nabi ini jika memang engkau adalah orang yang cerdas.
Adapun yang dituju dari sabda Nabi adalah bagian yang terakhir, ya‘ni “Hijrah seseorang itu sesuai dengan apa yang ia tuju.” Seseorang tidak akan bisa wushūl atau sampai kepada Allah selama ia masih mengharapkan sesuatu selain-Nya.