إِنْ أَرَدْتَ أَنْ لَا تُعْزَلَ فَلَا تَتَوَلَّ وِلَايَةً لَا تَدُوْمُ لَكَ.
“Jika engkau tidak ingin dipecat, maka jangan memangku jabatan yang tidak kekal.”
Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:
إِنْ أَرَدْتَ أَنْ لَا تُعْزَلَ فَلَا تَتَوَلَّ وِلَايَةً لَا تَدُوْمُ لَكَ.
“Jika engkau tidak ingin dipecat, maka jangan memangku jabatan yang tidak kekal.”
Jika engkau tidak ingin dipecat, maka jangan mengemban suatu jabatan seperti menjadi ketua, penghulu, dan lainnya yang tidak kekal untukmu.
Karena jabatan itu permulaannya pasti membahagiakan dan akhirnya pasti akan menyedihkan. Sebab jabatan itu pasti akan lepas, baik karena dipecat atau dilengserkan, atau sebab kematian (lepasnya nyawa) maka akhir dari jabatan pasti kesedihan. Sehingga orang yang berakal seharusnya meninggalkan jabatan, sebab akhirnya pasti mengalami kesusahan di dunia dan akhirat. Susah di dunia itu sudah jelas sebab dipecat atau penyebab yang lain, sedangkan susah di akhirat adalah pasti kelak dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Rabb-ul-‘Ālamīn, dihisab, ditanya tentang bagaimana ia menjalankannya dengan ḥaqq (kebenaran) ataukah bāthil? Sebab orang yang memangku jabatan itu sedikit sekali yang selamat agamanya.
إِنْ رَغَّبَتْكَ الْبِدَايَاتُ زَهَّدَتْكَ النِّهَايَاتُ إِنْ دَعَاكَ إِلَيْهَا ظَاهِرٌ نَهَاكَ عَنْهَا بَاطِنٌ.
“Jika engkau terpikat oleh permulaannya (pandangan luar), maka engkau akan jemu pada akhirnya, jika engkau terpengaruh oleh pandangan lahir, maka engkau akan dilarang dari pandangan bāthin.”
Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:
إِنْ رَغَّبَتْكَ الْبِدَايَاتُ زَهَّدَتْكَ النِّهَايَاتُ إِنْ دَعَاكَ إِلَيْهَا ظَاهِرٌ نَهَاكَ عَنْهَا بَاطِنٌ.
“Jika engkau terpikat oleh permulaannya (pandangan luar), maka engkau akan jemu pada akhirnya, jika engkau terpengaruh oleh pandangan lahir, maka engkau akan dilarang dari pandangan bāthin.”
Ketika engkau tertarik dengan keni‘matan pada permulaan memangku jabatan, maka lihatlah akhirnya, pasti engkau akan mengalami kesusahan. Jika nafsumu tertarik dengan keindahan lahiriah jabatan, maka lihatlah sisi bāthinnya, sebab akhirnya akan dihisab, sehingga orang yang berakal pasti enggan mendudukinya. Sebagian ‘ulamā’ ahli tashawwuf berkata:
حُبُّ الدُّنْيَا رَأْسُ كُلِّ خَطِيْئَةٍ
“Cinta dunia adalah sumber dari segala dosa.” Sehingga dengan membencinya menjadi pangkal dari segala kebaikan.
إِنَّمَا جَعَلَهَا مَحَلًّا لِلْأَغْيَارِ وَ مَعْدِنًا لِلْأَكْدَارِ تَزْهِيْدًا لَكَ فِيْهَا.
“Sesungguhnya Allah menjadikan dunia ini sebagai tempat kerusakan dan sumber kerusuhan, untuk menjemukan kau terhadapnya.”
Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:
إِنَّمَا جَعَلَهَا مَحَلًّا لِلْأَغْيَارِ وَ مَعْدِنًا لِلْأَكْدَارِ تَزْهِيْدًا لَكَ فِيْهَا.
“Sesungguhnya Allah menjadikan dunia ini sebagai tempat kerusakan dan sumber kerusuhan, untuk menjemukan kau terhadapnya.”
Sesungguhnya Allah menjadikan dunia sebagai tempat bersedih hati, seperti sakit dan miskin, tujuannya agar engkau membenci dunia dan perpaling kepada akhirat.
Orang yang mencintai dunia tidak ada yang mendapatkan kebahagiaan. Sebab selamatnya dunia pasti akan dihisab pula.