(lanjutan)
Sebuah kisah menceritakan bagaimana seorang wanita mendatangi Al-Junayd dan berkata, “Berdoalah untukku, sebab anakku hilang.” Dia menjawab, “Pergi dan bersabarlah.” Dia menjawab, “Kesabaranku sudah habis, dan tak kuat lagi menanggung hal ini lebih lama lagi, karena itu berdoalah untukku.” Al-Junayd berkata, “Jika engkau berkata benar, pergilah, dan anakmu akan kembali!” Lalu wanita pun pergi. Tak lama kemudian, dia datang kembali sambil bersyukur kepada Allah. Seseorang bertanya kepada Junayd, “Bagaimana engkau mengetahui hal itu?” Dia menjawab lewat firman Allah yang Mahatinggi, ‘seorang yang membutuhkan, merasa yakin bahwa doanya dikabulkan manakala dia berdoa kepada-Nya” (QS 27 : 62)1. Tanda seseorang yang mengalami tekanan berat adalah dia tidak percaya pada jiwa rendahnya dan tak bergantung kepada sumber daya dan kekuatannya sendiri, dan dia dia tiba-tiba sadar bahwa tak ada sesuatu dalam pengalamannya – kecuali hanya Allah – yang mampu menyikapkan atau mencegahnya.
Salah seorang sufi berkata, “Yang engkau sembuhkan adalah pikiran pertama yang datang ke dalam benakmu ketika engkau menderita kecemasan.”Yang lainnya, sambil mengomentari firman Allah Swt., “Seseorang membutuhkan, merasa yakin bahwa doanya dikabulkan manakala dia berdoa kepada-Nya” (QS 27 : 62), berkata, “Orang yang membutuhkan adalah orang yang menghadap keharibaan-Nya dengan tangan terangkat dalam doa tanpa memimpikan karunia khusus dari Allah sedemikian seolah-olah dia punya klaim atasnya, seraya berkata, Tuanku, berilah aku apa-apa yang Engkau punyai.”2 Itulah orang yang membutuhkan, meskipun dia – dalam keadaan ini – mencapai keistimewaan berupa kedekatan kepada Allah dan berupa cinta. Karena seseorang mampu beroleh manfaat dari kefakiran dan kemiskinan, maka kebingungan yang dialaminya pun memudar.
Jika doamu belum dikabulkan dan engkau tidak bersabar serta tidak khusyuk dalam tobat, serta berada dalam keadaan yang baru saja aku uraikan, yaitu membutuhkan karunia-karunia Allah serta tidak menggantungkan diri pada sarana-sarana lain, maka satu dari dua hal bakal terjadi. Entah engkau akan hancur berkeping-keping bersama kecemasan serta mengalami guncangan hebat, atau akan bersabar dan pasrah. Dalam kasusmu, tidak ada alasan mengapa engkau mesti hancur karena kegelisahan. Engkau telah aman dan tiba pada Kebenaran-Mistik iman, sehingga tidak ada alasan bagimu merasa khawatir bakal sampai pada jalan seperti itu, jalannya harus engkau pilih diantara dua keadaan. Karena itu, yang mesti dilakukan adalah tabah dan pasrah. Dalam keadaan ini, tiada jawaban pun merupakan jawaban itu sendiri.
Ibn ‘Athaillah berkata, “Jika Allah membukakan pintu pemahaman bagimu dalam bentuk kehilangan, maka kehilangan itu sendiri adalah suatu karunia.”3 Dia juga mengatakan, “Manakala Tuhan memberikan karunia, Dia ingin engkau menyadari kebaikan-Nya. Manakala Dia membuatmu kehilangan, Dia ingin menunjukkan kepadamu kekuasaan-Nya yang luar biasa. Dalam semuanya itu, Dia membuatmu paham dan menampakkan diri-Nya kepadamu dalam anugerah-Nya.” Dalam keadaan ini engkau bakal mengalami kontemplasi atau perenungan4 dan tingkat kemajuan dimana engkau akan menemukan peningkatan dan penyegaran. Insya Allah, keadaan ini akan menjadi sarana untuk mencapai tujuanmu dan menyembuhkan penyakitmu, begitu engkau merenungkan Tuhanmu Swt., yang sifat-sifat keagungan, kemuliaan, serta kedaulatan-Nya penuh dengan ketidakbergantungan, mutlak-Nya merupakan hak-hak istimewa-Nya. Pada saat bersamaan, engkau akan melihat akibat-akibat dari ketentuan dan keputusan-Nya dalam dirimu, dan melihat dirimu sebagai teater Sifat-sifat dan Nama-Nama-Nya. Ketika engkau memasukkan ini ke dalam qalbumu sehingga menjadi perhatian utamamu, maka engkau insya Allah, akan melangkah ke dalam kedudukan mulia seperti cinta, ridha, makrifat, dan takwa. Tak diragukan lagi, Sifat-Sifat sempurna dan anugerah-anugerah Ilahi ini menuntun orang yang Dia inginkan. Allahlah yang mendekatkan, memberi anugerah dengan murah hati, dan yang memberi rasa cinta.
Perenungan ini kemudian membimbing menuju keadaan dan kedudukan lebih lanjut, seperti kedudukan sabar, syukur, harap, malu, dan tobat. Semuanya itu terjadi seketika, sehingga engkau menjadi “baru” dimana sebelumnya engkau sudah hancur, serta kembali ke Zat yang dulu engkau pernah lari dari-Nya. Abu Hurayrah berkata dalam kumpulan haditsnya,”Rasulullah saw bersabda, ‘Demi zat yang diriku berada dalam genggaman-Nya, sekalipun kamu tidak berbuat dosa, Allah akan mendatangimu dan menjadikanmu orang yang akan berbuat dosa dan memohon ampunan Allah, sehingga Dia mengampuni orang itu.’5 Ibrahim Ibn Adham berkata, “Suatu malam ketika sedang turun hujan dan guntur bergemuruh, aku melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah. Lintasan thawaf sedang kosong. Lalu aku mendekati pintu Ka’bah dan berdoa, ‘Ya Allah lindungi aku dari tidak mematuhi-Mu.’ Aku mendengar sebuah suara dari dalam Ka’bah, ‘Oh, Ibrahim, engkau meminta perlindungan dari-Ku dan begitu pula semua hamba-Ku. Jika Aku melindungi mereka sepenuhnya, lantas kepada siapa lagi Aku bersifat Pemurah dan Maha Pengampun?’6Sebaliknya, jika engkau tetap buta dan tertipu, dan tidak dengan ikhlas mencari perlindungan serta tidak mengakui kefakiranmu, maka engkau bakal terus menghinakan keadaan spiritualmu yang sesungguhnya, disebabkan oleh dorongan yang kuat untuk mengetahui keadaan-keadaan spiritualmu itu. Engkau akan membenci dirimu sendiri dan bersedih atas kelalaianmu dan sifat borosmu. Jika hal ini terjadi, engkau mesti mengerjakan amal-amal ibadah dalam qalbu dan jasmani. Amalan-amalan ini akan menunjukkan Jalan menuju Tuhanmu, dan penyakit yang engkau derita tidak bakal menghalangi langkahmu di Jalan itu. Seorang terkenal berkata: “Pergilah menuju Tuhan, sekali pun engkau lemah lembut dan mengalami kehancuran.”
(bersambung)