Hati Senang

Shalat Orang Yang Khusyuk – Sayyid Abdul Husain Dastghaib – Perbuatan & Pendahuluan Shalat (4/10)

Shalat Orang Yang Khusyuk Sayyid Abdul Husain Dastghaib Penerjemah & Editor : Irwan Kurniawan Penerbit : Yayasan Bahtera Cinta Al Musthofa

(lanjutan)

وَجَّهتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَالِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan lurus dan berserah diri, dan bukanlah aku termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku dan ibadahku, hidup dan matiku adalah kepunyaan Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan demikianlah aku diperintahkan dan aku termasuk kaum Muslim.

FOKUS PADA KEAGUNGAN ALLAH SEBELUM BERTAKBIR

Orang yang shalat harus mengingat dalam hatinya keagungan Allah sebelum ia mengucapkan takbiratul-ihram. Ia mengingat kebesaran Sang Pencipta; bahwa segala yang ada butuh kepada-Nya dalam penciptaan dan keberadaannya; bahwa dalam asal keberadaan dan kelangsungan hidupnya, ia butuh kepada-Nya, dan setiap kekuatan kalah di hadapan Kuasa Ilahi; dan bahwa mustahil bagi setiap orang yang berakal, berpersepsi, dan berperasaan dapat mengetahui hakikat-Nya.

Setelah itu, ia mengucapkan takbiratul-ihram: Al-lâhu akbar, artinya bahwa Allah terlalu agung untuk digambarkan. Bagaimana kita dapat menggambarkan-Nya sementara banyak sekali makhluk-Nya yang membuat manusia bingung untuk memahami diri dan per-buatannya, apalagi Penciptanya.

Disebutkan dalam salah satu khutbah Amirul Muk-minin as dalam uraiannya tentang malaikat maut, bahwa beliau berkata:

هَلْ تُحِسُّ بِهِ إِذَا دَخَلَ مَنْزِلًا أَمْ هَلْ تَرَاهُ إِذَا تَوَفَّى أَحَدًا بَلْ كَيْفَ يَتَوَفَّى الْجَنِينَ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَيَلِجُ عَلَيْهِ مِنْ بَعْضِ جَوَارِحِهَا أَمِ الرُّوحُ أَجَابَتْهُ بِإِذْنِ رَبِّهَا أَمْ هُوَ سَاكِنٌ مَعَهُ فِي أَحْشَائِهَا كَيْفَ يَصِفُ إِ لَاهَهُ مَنْ يَعْجَزُ عَنْ صِفَةِ مَخْلُوقٍ مِثْلِهِ .

“Apakah engkau merasa apabila malaikat maut memasuki sebuah rumah, atau apakah engkau melihat bilamana ia mengambil nyawa seseorang? Bagaimana ia mencabut nyawa dari janin di dalam kandungan ibunya? Apakah ia mencapainya melalui suatu bagian dari badannya, atau ruh menjawab panggilannya dengan izin Allah? Atau, apakah ia tinggal bersamanya di dalam rahim ibu? Bagaimana mungkin orang yang tak sanggup menggambarkan suatu makhluk seperti ini akan mampu menggambarkan Allah!”1

WASPADAI KELALAIAN SAAT BERTAKBIR

Imam Ja’far ash-Shadiq as berkata dalam sebuah hadis yang diriwayatkan darinya:

فَإِذَا كَبَّرْتَ فَاسْتَصْغِرْ مَا بَيْنَ السَّمَاوَاتِ الْعُلَى وَالثَّرَى دُونَ كِبْرِيَائِهِ، فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى إِذَا اطَّلَعَ عَلَى قَلْبِ الْعَبْدِ وَهُوَ يُكَبِّرُ وَفِي قَلْبِهِ عَارِضٌ عَنْ حَقِيقَةِ تَكْبِيرِهِ قَالَ: يَا كَاذِبٌ أَتَخْدَعُنِي ؟ وَعِزَّتِي وَجَلَالِي لَأَحْرُمَنَّكَ حَلَاوَةَ ذِكْرِي، وَلَأَحْجُبَنَّكَ عَنْ قُرْبِي.

“Jika kamu bertakbir maka hendaklah kamu menganggap remeh segala yang ada di antara langit tertinggi dan yang terendah dibanding kebesaran-Nya. Sesungguhnya jika Allah melihat ke dalam hati seorang hamba ketika dia bertakbir dan hatinya berpaling dari hakikat takbirnya maka Dia berfirman, ‘Wahai pembohong! Apakah kamu hendak menipu-Ku? Demi Kekuasaan dan Keagungan-Ku, Aku akan mencegahmu dari merasakan manisnya zikir kepada-Ku, dan Aku akan menjauhkanmu dari kedekatan dengan-Ku.’.”2

Allah Yang Mahakuasa tidak membutuhkan makhluk apa pun untuk menaati dan mengabdi kepada-Nya. Sebaliknya, Dia menciptakan mereka dengan karunia dan rahmat-Nya agar mereka mendapat pahala-Nya. Seandainya semua makhluk menjadi kafir atau semuanya beriman, maka keadaannya tidak akan berbeda sedikit pun. Sebaliknya, makhluklah yang mendapat manfaat dari ibadah dan ketaatannya, karena dengan demikian ia memperoleh anugerah Ilahi dan termasuk dalam liputan rahmat-Nya.

Bagaimanapun, orang yang shalat hanya mendapat manfaat dari hakikat takbir jika ia ikhlas dalam ucapannya: Allâhu akbar, dengan tidak melihat adanya entitas lain, selain Allah Swt, Yang Mahabesar serta pantas dipatuhi dan diibadahi. Sekiranya dia lebih menuruti keinginan nafsunya sendiri daripada menaati Allah, maka dia berada dalam bahaya yang sangat besar, dan dia harus segera memperbaiki dirinya.

APA ARTI MENCARI PERLINDUNGAN KEPADA ALLAH DARI SETAN?

Sehabis bertakbiratul-ihram dan sebelum memulai bacaan Al-Quran (surah al-Fatihah dan surah lain), hendaklah ia membaca ta’awwudz, maksudnya hendaklah ia berlindung kepada Allah Swt dari kejahatan setan, karena setan berusaha mengalihkan perhatian orang yang shalat dari shalatnya serta maknanya sehingga ia tidak mendapat manfaat apa pun dari shalatnya. Oleh karena itu, dia harus membaca: أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيم (Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk).3

Sebagaimana dia berlindung dari setan dengan lisannya, hendaklah dia juga berlindung dari setan dengan perbuatannya. Maksudnya, ia meninggalkan segala perbuatan yang akan menyenangkan setan dan menutup setiap pintu yang dapat dimasuki setan. Jika tidak, orang yang mengucapkan : أعُوذُ بِاللهِ dengan lisannya dan pada saat yang sama melakukan dosa-dosa dan kemaksiatan yang membawa pada kehancurannya, maka keadaannya ibarat orang yang melihat seekor singa yang hendak memangsanya, lalu ia berkata, “Saya akan berlindung di istana terdekat dan menyelamatkan diri darinya,” tetapi dia diam saja, tidak bergerak sedikit pun, dan hanya sekadar mengucapkannya. Akibatnya adalah singa memangsanya, dan ucapannya tidak bermanfaat baginya. Oleh karena itu, kita perlu menentang setan dengan tindakan praktis.

SETAN MENEMBUS CELAH INI

Banyak jalan yang bisa dimasuki oleh setan, dan yang paling utama di antaranya adalah: syahwat, amarah, iri hati, ketamakan, perut kenyang, cinta perhiasan, tamak terhadap apa yang ada di tangan orang lain, kikir, takut miskin, tergesa-gesa dalam bekerja, kecintaan pada duniawi, hanyut dalam urusan duniawi yang tidak diperintahkan bahkan dilarang, memata-matai orang lain dan berpikiran buruk terhadapnya, dan sebagainya. Masing-masing jalan tersebut merupakan jalan bagi masuknya pengaruh setan. Siapa pun yang ingin mengetahui jalan-jalan ini serta cara-cara untuk menutupnya maka ia harus merujuk ke buku-buku akhlak.

Barangsiapa mampu menutup pintu-pintu ini karena pilihannya tetapi tidak menutupnya, melainkan membiarkannya terbuka bagi setan dan duduk mencari perlindungan Allah dari setan dengan lisannya saja, maka setan akan masuk dan mencuri. Komat-kamit lidahnya tidak akan memiliki nilai apa pun.

Kapan pun kelalaian menguasainya dan dia duduk bersama para pencinta dunia dengan kelalaian dan berbaur dengan mereka, dan setan datang dan mencuri pakaian takwa darinya, maka dia tidak boleh tinggal diam dan tetap tenang. Sebaliknya, dia harus menaiki perahu pertobatan dan mengejar pencuri itu hingga dapat mengambil kembali apa yang dicuri darinya. Ia juga harus menebus apa yang telah dia lewatkan pada hari-hari mendatang dan menundukkan setan dengan tidak menaatinya dan kembali ke pangkuan Tuhannya.

Setelah berlindung kepada Allah dari tipu muslihat dan kezaliman setan yang terkutuk, ia meminta pertolongan …

(bersambung)

Catatan:

  1. 1. Nahj al-Balaghah, khutbah no.112
  2. 2. Mizân al-Hikmah, juz 5, hal. 396.
  3. 3. Terdapat beberapa riwayat tentang anjuran membaca ta’awwudz dalam kitab Wasa’il asy-Syi’ah: Al-Qira’ah fi ash-Shalah, bab 57

Laman Terkait

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.