KESUCIAN LAHIR DAN BATIN
Pendahuluan shalat wajib yang pertama adalah kesucian. Dalam sebuah riwayat yang terkenal disebut- kan:
لَا صَلَاةَ إِلَّا بِطُهُورٍ
“Tidak ada shalat kecuali dengan bersuci.”1
Shalat tidak sah kecuali dilakukan setelah bersuci. Tanpa kesucian, tidak akan diperoleh hakikat shalat yang merupakan munajat dengan Tuhan semesta alam, sebagaimana disebutkan di dalam hadis: المُصَلِّي يُنَاجِي رَبَّهُ )orang yang shalat adalah bermunajat dengan Tuhannya). Demikian pula, shalat adalah mikraj atau kenaikan ke alam kesucian: الصَّلَاةُ مِعْرَاجُ كُلِّ مُؤْمِنٍ تَقِيّ shalat adalah mikraj setiap mukmin yang bertakwa), dan shalat adalah : قُرْبَانُ كُلِّ تَقى )pendekatan diri setiap orang yang bertakwa). Hal itu hanya bisa diperoleh setelah dicapai kongruensi atau kesesuaian dengan alam ini: السِّنْخِيَّةُ عِلَّةُ الْإِنْضِمام )kongruensi adalah penyebab kesatuan). Al- Quran menyebutkan hakikat ini: وَالطَّيِّبَتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَت ) dan perempuan-perempuan yang baik untuk laki- laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan- perempuan yang baik [pula]-QS an-Nûr [24]: 26).
Jadi, kesucian yang harus dicapai adalah kesucian dari hadas dan najis, baik lahir maupun batin. Hadas dihilangkan dengan berwudhu, mandi, atau tayamum, sementara najis dihilangkan dari badan dan pakaian dengan cara membasuhnya dengan menggunakan air. Hukum-hukum bersuci ini, baik dari hadas maupun najis, disebutkan dalam kitab-kitab fikih dan risalah-risalah amaliah yang biasa Anda ketahui.
Hal penting yang sering diabaikan oleh kebanyakan orang adalah dosa-dosa dan hadas-hadas batiniah, yang jauh lebih berbahaya daripada najis-najis lahiriah. Menyucikannya adalah sangat penting dan wajib, sebagaimana telah kami tunjukkan hadis mulia dari Rasulullah saw:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ، وَإِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat raga kalian, tetapi Dia melihat hati kalian.”
DOSA HATI LEBIH BERBAHAYA
Karena kebanyakan orang didominasi oleh hal-hal yang bersifat materialistis, maka dosa-dosa materialistis, seperti pencurian, perampasan kekuasaan, dan pem- bunuhan, dianggap sebagai dosa besar oleh mereka, dan siapa pun yang melakukannya dianggap fasik. Namun, dosa-dosa yang berkaitan dengan hati, seperti iri hati, kesombongan, ujub, kebodohan, dan cinta dunia- yang merupakan akar dari setiap dosa-tidak dianggap penting bagi mereka dan tidak diperhatikan. Bahkan, mereka menganggap orang-orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut adalah orang-orang baik dan saleh, padahal mereka adalah orang-orang yang paling fasik dari segala yang fasik.
Karena sebagian besar orang hanya peduli terhadap penampilan luar atau lahiriah dan merasa puas dengan hal tersebut, mereka lalai untuk membersihkan batin dari kenajisan dan kekotoran ruhani. Akibatnya ada- lah mereka tidak mendapatkan manfaat dari shalat sebagaimana mestinya.
Oleh karena itu, di sini secara singkat, kami tunjukkan najis-najis batin yang asasi:
KOTORAN BATIN SEPERTI NAJIS LAHIR
Asal dari kotoran-kotoran batin ada lima, yaitu:
Pertama, kesombongan, saling membanggakan diri, dan hawa nafsu, yang kedudukannya sama dengan anjing, babi, dan orang kafir. Pembersih najis jenis ini adalah mandi dengan air tobat, istighfar, kerendahan hati terhadap hamba-hamba Allah, khusyuk, kerendahan di hadapan Allah Swt, dan rasa muak terhadap nafsu, agar mendapat keridhaan Allah, sebagaimana dijelaskan dalam hadis qudsi berikut:
جَعَلْتُ رِضَايَ فِي سَخَطِ النَّفْسِ
“Keridhaan-Ku Aku tempatkan pada kemurkaan pada nafsu.”
Kedua, kedengkian, iri hati, dan permusuhan, yang ibarat bangkai jika dilihat dari kenajisan lahiriah.
Menyucikannya adalah dengan menguatkan keimanan dan keyakinan kepada Allah Swt dengan keyakinan penuh bahwa tidak ada yang dapat mendatangkan mudarat dan manfaat selain Dia, dan tidak ada kehendak yang melebihi kehendak-Nya:
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Jika Allah menimpakan kemudaratan kepadamu, tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Dia; dan jika Dia memberikan kebaikan kepadamu, Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS al-An’âm [6]: 17)
Ketiga, kezaliman, yaitu seperti darah dalam kenajisan lahiriah. Menyucikannya adalah dengan rasa takut akan azab Ilahi yang telah Allah siapkan bagi orang- orang yang zalim, dan disebutkan dalam Al-Quran.
Keempat, mengikuti syahwat, yaitu seperti urin dan feses dalam kenajisan lahiriah, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
مَا مَلَأَ ابْنُ آدَمَ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ
“Tidaklah seorang anak Adam mengisi bejana yang lebih buruk daripada perutnya.”
Menyucikannya adalah dengan rasa lapar dan perenungan terhadap kefanaan kesenangan duniawi. Tahap awalnya adalah tidak makan apa pun sampai ia lapar dan berhenti makan padahal ia mengidamkannya. Demikian pula, ia berusaha memperbaiki niatnya dalam makan dan minum, yaitu makan dan minum bukan untuk tujuan kesenangan materi, melainkan dengan niat menguatkan badan untuk ibadah, berkhidmat pada keluarga, berusaha memenuhi kebutuhan orang-orang beriman, dan melaksanakan kewajiban-kewajiban Ilahi.
CINTA DUNIA SEPERTI KHAMAR
Kelima, cinta dunia dan lalai dari mengingat Allah Swt:
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
Di antara manusia ada yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,” sedangkan di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun. (QS al-Baqarah [2]: 200)
Bau busuk dari kotoran dunia lebih menyengat daripada segala kotoran, serta lebih kotor dan mengerikan, seperti khamar dalam hal kenajisan lahiriah. Sebagaimana khamar memabukkan seseorang dan membuatnya kehilangan akal, demikian pula orang yang mabuk cinta dunia, karena ia turun dari derajat manusia. Sesungguhnya cinta dunia adalah: رَأْسُ كُلِّ خَطِيئَةٍ akar segala dosa.2
(bersambung)