Shalat Orang Yang Khusyuk – Sayyid Abdul Husain Dastghaib – Orang Yang Khusyuk (2/3)

Shalat Orang Yang Khusyuk
Sayyid Abdul Husain Dastghaib
Penerjemah & Editor : Irwan Kurniawan
Penerbit : Yayasan Bahtera Cinta Al Musthofa

(lanjutan)

Dalam hadis yang lain, diriwayatkan bahwa beliau bersabda:

إِنَّ مِنَ الصَّلَاةِ لَمَا يُقْبَلُ نِصْفُهَا وَثُلُثُهَا وَرُبُعُهَا وَخُمُسُهَا إِلَى الْعُشُرِ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يُلَفُّ كَمَا يُلَفُّ الثَّوْبُ الْخَلَقُ فَيُضْرَبُ بِهَا وَجْهَ صَاحِبِهَا وَإِنَّمَا لَكَ مِنْ صَلَاتِكَ مَا أَقْبَلْتَ عَلَيْهِ بِقَلْبِكَ.

Dari shalat, yang diterima adalah separuhnya, sepertiganya, seperempatnya, seperlimanya, sampai sepersepuluhnya, sementara sebagiannya dilipat seperti layaknya pakaian usang lalu dipukulkan ke wajah pemiliknya. Sesungguhnya apa yang kamu dapatkan dari shalatmu adalah apa yang kamu lakukan dengan [kehadiran] hatimu.1

Diriwayatkan dari Imam Ja’far ash-Shadiq a.s., bahwa beliau berkata:

وَاللَّهِ إِنَّهُ لَيَأْتِي عَلَى الرَّجُلِ خَمْسُونَ سَنَةً مَا قَبِلَ اللَّهُ مِنْهُ صَلَاةً وَاحِدَةً، فَأَيُّ شَيْءٍ أَشَدُّ مِنْ هَذَا ؟

Demi Allah, lima puluh tahun telah berlalu bagi seseorang dan Allah belum menerima satu shalat pun darinya. Maka, apa yang lebih berat daripada ini?2

Diriwayatkan dari Rasulullah saw: “Orang yang shalat bermunajat kepada Tuhannya.” Jelaslah bahwa berbicara dalam kelalaian tidak dianggap munajat.

TAKWA HATI, BUKAN KHUSYUK RAGA

Perhatikanlah ayat Al-Quran berikut:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. (QS al-Hajj [22]: 37)

Ini artinya daging dan darah dalam kurban tidak sampai pada keridhaan Allah Swt, melainkan ketakwaan yang menyertai kurban itu yang akan sampai kepada-Nya dan mendapatkan keridhaan-Nya. Dialah yang menerimanya dari kalian.

Oleh karena itu, hal yang penting adalah ketakwaan hati dan mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan keikhlasan, yang berujung pada mengagungkan perintah-Nya. Ini artinya hal yang mendorong seseorang untuk mengagungkan perintah-Nya, menaati-Nya, dan mendekatkan diri kepada-Nya adalah takwa, yang dengan keberkahan dan keutamaannya, segala amal saleh akan diterima.

Di antara amal amal saleh tersebut, bahkan merupakan pokok dan tiangnya, adalah shalat. Jika shalat tidak dibarengi dengan ketakwaan hati maka tidak akan membuahkan hasil yang diinginkan. Oleh karena itu, yang penting dalam shalat adalah kehadiran hati, bukan sekadar perbuatan dan perkataan.

Diriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ، وَإِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ

Sesungguhnya Allah tidak melihat raga kalian, tetapi Dia melihat hati kalian.

Dengan menelaah riwayat-riwayat yang diterima dari Ahlulbait as tentang kehadiran hati dalam shalat, maka menjadi jelas bagi kita dengan pasti bahwa makna ini tidak ada keraguan sedikit pun.

KENYAMANAN DI DUNIA

Jika Anda merenungkan hikmah dari penetapan hukum-hukum dan rahasia di balik kewajiban ibadah Ilahi yang penting ini (shalat), maka pentingnya kehadiran hati dalam membuahkan hasil-hasil penting dari shalat akan menjadi jelas bagi Anda. Untuk menjelaskan fakta ini, kami katakan secara ringkas seperti berikut:

Karena ruh manusia adalah tiupan dari ruh Allah dan dari alam kedekatan Ilahi pada bentuk material dan tubuh duniawi ini, maka pada awalnya dan sebelum kekuatan jasmani menguasainya, ia mendambakan alam ruhani itu. la menangis karena keterpisahan darı kejauhan darinya. Namun, setiap hari yang berlalu padanya, dalam tubuh ini, ia menjadi terbiasa dengan banyak hal materi yang sesuai dengan perasaannya, serta karakter dan suasana hatinya, sehingga lambat-laun ia menjadi akrab dengan alam duniawi ini. la menikmati kesenangan duniawi dari masa kanak kanak hingga usia tua, dan lambat-laun melupakan alam ruhani itu dan kesenangannya yang hakiki.

Orang seperti ini terus-menerus menuruti kesenangan duniawi dan melupakan dunia spiritual sampai masa pubertas. Karena alasan inilah kita mendapati bahwa hewan-hewan muda bertumbuh dan menyempurnakan diri mereka dengan cepat, mandiri dalam mencari rezeki dan mempertahankan diri, dan mencapai potensi penuh mereka dalam kehidupan. Sementara itu, anak manusia tidak mencapai kesempurnaan fisiknya dengan cepat, melainkan ia mencapai kedewasaan mental dan kematangan intelektual pada usia empat puluh tahun.

Alasannya adalah karena keterikatan dan keakrabannya dengan dunia lain selain dunia material ini yang asing baginya.

CINTA DUNIA ADALAH AKIBAT DARI KELALAIAN

Bagaimanapun, meskipun pada awal hidupnya seseorang adalah orang asing di dunia ini, lambat-laun ia-karena meningkatnya persepsi indera dan kesenangan fisiknya-menjadi salah satu pencinta dunia. Kecintaannya terhadap dunia yang merupakan akar dari setiap dosa-memenuhi hatinya hingga ia melupakan dunia asalnya, dan lalai terhadap hakikat permulaan dan akhirnya. Bahkan, situasinya kadang- kadang demikian buruk sehingga ia mengingkari adanya kiamat, kebangkitan, dan penghisaban. la membayangkan dirinya seperti binatang lain yang tidak sadar akan apa pun kecuali kesenangan fisik, dan yang akan binasa dengan musnahnya tubuh, sebagaimana yang difirmankan Allah Swt menurut lisan orang-orang seperti itu:

وَقَالُوْا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوْتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ

(bersambung)

Catatan:

  1. Bihar al-Anwar, juz 81, hal. 260.
  2. Al-Kafi, juz 3, hal. 269.