Shalat Orang Yang Khusyuk – Sayyid Abdul Husain Dastghaib – Kehadiran Hati dalam Ibadah (1/3)

Shalat Orang Yang Khusyuk
Sayyid Abdul Husain Dastghaib
Penerjemah & Editor : Irwan Kurniawan
Penerbit : Yayasan Bahtera Cinta Al Musthofa

Kehadiran Hati dalam Ibadah dan Cara Memperolehnya

HATI DAN RUH

Kata qalbقُلْبٌkadang-kadang digunakan untuk menyebut seonggok daging yang terletak di sebelah kiri dada dalam bentuk pohon jarum (sanubari). Melalui gerakan dan detaknya, darah yang dihasilkan oleh hati mengalir darinya, dan sistem pernafasan menyaringnya. Darinya uap keluar dan mengalir ke otak dan seluruh organ tubuh. Melaluinya, sensasi dan gerakan dicapai dalam tubuh, dan orang bijak menyebutnya ruh hewani atau jiwa animalisme.

Kata qalb juga digunakan untuk menyebut makhluk ciptaan dan tiupan rabbani yang bukan berasal dari sumber keberadaan dunia ini, melainkan dari sumber dunia amr yang imateri dan berhubungan dengan tubuh ini. Dan manusia (insân) pada hakikatnya adalah makhluk tersebut, yaitu yang mempersepsi, yang menerima [perintah], dan yang diberi beban atau taklif.

MENGENAL DIRI MERUPAKAN AWAL DARI MENGENAL TUHAN

Mustahil mengetahui ruh dan hakikatnya bagi penghuni dunia materi ini yang tertutup tabir kegelapan material. Namun, jejak kekuatan dan tindakannya dapat dirasakan di dalam tubuh, dan dari situ diketahui keberadaannya. Hal yang sama juga berlaku pada pengetahuan indrawi mereka tentang Sang Pencipta dunia. Pengetahuan tersebut tidak diperoleh oleh manusia di dunia ini. Pengetahuan tentang keberadaan-Nya hanya dapat diketahui melalui jejak-jejak kekuasaan-Nya di dunia ini.

Seseorang hanya dapat mengenali ruh dan memperoleh kebahagiaan jika ia berupaya membenahi dan mendidik dirinya serta menyelamatkannya dari sifat-sifat kejahatan (ammarah bis-suu’) dan membawanya pada sifat ketenteraman (muthma’innah). Kesempurnaan manusia terletak pada penyucian jiwa dan tidak menyerah pada hawa nafsu dan syahwat. Melalui pendidikan dan penyucian jiwa, seseorang akan mampu memperoleh pengetahuan tersebut secara bertahap, dan melalui mengenali-diri ia akan sampai pada mengenal Allah Swt:

مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ عَرَفَ رَبَّهُ

“Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya.”1

Ringkasnya, karena jiwa manusia yang berbicara (nafs nâthiqah insaniyyah) berasal dari dunia perintah (‘âlam al-amr) serta bersifat abstrak dan berupa cahaya, maka ia harus disucikan agar mudah dikenali. Ketika tidak terjadi kongruensi atau kesesuaian (sinkhiyyah) antara yang dipersepsi (mudrak) dan yang mempersepsi (mudrik), nafs nâthiqah insaniyyah akan tetap menjadi seperti jiwa abstrak dan berupa cahaya (nafs mujarradah núraniyyah) yang tidak mungkin dikenali.

HATI BOLAK-BALIK ANTARA AKAL DAN NAFSU

Ada lagi arti qalb dalam pengertian bahasa, yaitu berasal dari kata taqallub (bolak-balik), karena ia bolak-balik antara akal dan tabiat. Artinya, ia kadang-kadang menuruti akal manusia, dan kadang-kadang menuruti nafsu dan tabiat sampai pada akhirnya salah satunya mengalahkan yang lain. Ketika akal mengalahkan dan menguasai kerajaan manusia, maka manusia akan menjadi bahagia dan naik meniti tangga kesempurnaan menuju ke tingkatan malaikat dan bahkan melampauinya.

Sebaliknya, jika akal dikalahkan oleh tabiat dan nafsu maka ia akan memiliki beberapa aspek: jika dikalahkan oleh syahwat maka ia menjadi seperti binatang atau yang lebih bejat lagi; jika dikalahkan oleh amarah maka ia menjadi seperti binatang buas; dan jika dikalahkan oleh tabiat dalam hal kelicikan dan tipu muslihat maka ia menjadi seperti setan. Keadaan-keadaan dan ciri-ciri ini akan tampak setelah terpisahnya ruh dari raga, khususnya pada hari kiamat, ketika manusia dikumpulkan dalam bentuk batiniah mereka. Al-Quran menyebut hari itu sebagai:

يومَ تُبْلَى السَّرَائِرُ

-pada hari ditampakkan segala rahasia-(QS ath-Thâriq [86]: 9). Memperluas pembahasan masalah ini berada di luar pokok pembahasan buku ini.

Jadi, menjadi jelas bahwa yang dimaksud dengan hati (qalb) adalah jiwa manusia yang berbicara, dan yang dimaksud dengan kehadirannya dalam shalat adalah sibuk dan memperhatikan keadaan shalat, menghadap kepada Tuhan dalam perbuatan, perkataan, dan lain-lain, serta mengosongkan pikiran dari hal-hal lain selain Allah Yang Mahakuasa.

(bersambung)

Catatan:

  1. Nahj al-Balaghah, Al-Kalimat al-Qishar