Sabar Dalam Menuntut ‘Ilmu – Al-Hilm – Ibnu Abid-Dunya

MENJINAKKAN MARAH DAN BENCI
NASIHAT-NASIHAT TENTANG KESABARAN DAN MURAH HATI

 
Diterjemahkan dari al-Hilm
Karya Ibnu Abid-Dunya
 
Penerjemah: Nani Ratnasari
Penyunting: Toto Edidarmo
 
Penerbit: AL-BAYAN MIZAN

طلب العلم والصبر عليه

Sabar Dalam Menuntut ‘Ilmu

2 – حدثنا أبو بكر نا أبو إسحاق، نا إسماعيل بن مجالد، عن عبد الملك بن عمير، عن رجاء بن حيوة، عن أبي هريرة، قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: «إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ، وَ الْحِلْمِ بِالتَّحَلُّمِ، وَ مَنْ يتحر (1) الخير يعطه، ومن يتق الشر يوقه»
__________
(1) التَّحرِّي: القَصْد والاجتهاد في الطلب، والعَزْم على تَخْصِيص الشيء بالفعل والقول

Abū Bakar menceritakan dari Abū Isḥāq, dari Ismā‘īl ibn Mujāhid, dari ‘Abd-ul-Mālik ibn ‘Umair, dari Rajā’ ibn Ḥayāh, dari Abū Hurairah berkata: Aku mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: Sesungguhnya ‘ilmu diraih dengan belajar, murah hati (ḥilm) diraih dengan melatih diri dan membiasakannya. (1) Siapa yang memilih kebaikan, Allah akan memberinya; dan siapa yang menjauhkan diri dari kejahatan, Allah akan menjaganya.” (2).

3 – حدثني محمد بن قدامة، قال: سمعت سفيان بن عيينة، قال: كان من دعاء رسول الله صلى الله عليه وسلم: «اللهم أغنني بالعلم، وزيني بالحلم، وأكرمني بالتقوى، وجملني بالعافية»

Muḥammad ibn Qudāmah menceritakan bahwa Sufyān ibn ‘Uyainah berkata: “Di antara doa Rasūlullāh s.a.w. adalah: “Ya Allah, kayakanlah aku dengan ‘ilmu, (3) hiasilah aku dengan sabar (ḥilm), muliakanlah aku dengan taqwā, dan perindahlah aku dengan sifat pemaaf.” (4)

Penjelasan:

(1). Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa kepribadian manusia dapat berubah dengan cara membiasakan diri dalam sifat utama dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghindari perilaku-perilaku yang hina. Hadis ini juga menjelaskan tahap-tahap pendidikan jiwa dan cara memeliharanya, sebagaimana dijelaskan oleh Imām al-Ghazālī dalam kitab Iḥyā’u ‘Ulūm-id-Dīn, tentang pembahasan perubahan akhlāq dengan cara latihan.

(2). Syaikh al-Albānī, ahli hadits dari Suriah, menyebut status hadits ini Ḥasan. Lihat as-Silsilat-ush-Shaḥīḥah, h. 342; al-Jāmi‘, juz 1, h. 280, no. 2324; al-Ḥilyah, juz 5, h. 175; Fatḥ-ul-Bārī, juz 12, h. 161; Kanz-ul-‘Ummāl, no. 29266, 29317; Iḥyā’, juz 1, h. 30; Ittiḥāf-us-Sādah, juz 1, h. 225; as-Suyūthī, Jam‘-ul-Jawāmi‘, juz 1, h. 294; al-Jāmi‘-ush-Shaghīr, juz 1, h. 103.

Abū Ḥātim al-Bastī berkata: “Orang yang berakal akan bersikap sabar dan murah hati kepada seluruh manusia; jika sulit melakukannya, ia melatih diri untuk sabar hingga ia mencapai derajat ḥilm (murah hati). Apabila sedang marah, orang berakal membiasakan diri untuk mengingat kemurahan Allah kepadanya disertai mengingat perbuatannya yang telah melanggar hukum Allah. Jika ia menemukan dalam dirinya bahwa Allah sangat pemurah kepadanya, ia segera menahan amarah yang akan menjerumuskan dirinya dalam kemaksiatan. (Raudhat-ul-‘Uqalā’, h. 209)

(3). Saudaraku, kekayaan hakiki tidak dilihat dari tingginya jabatan, banyaknya harta, anak, istri, dan rumah. Kekayaan hakiki adalah kekayaan hati: ketika engkau merasa cukup dengan apa yang menjadi milikmu, sekalipun engkau tahu besarnya kekayaan majikanmu dan kedermawanan yang ia miliki. Lihatlah, bagaimana Allah s.w.t. membinasakan orang yang merasa kaya dengan hartanya, Qārūn, yang dengan sombong berkata: Sesungguhnya, aku hanya diberi harta itu karena ‘ilmu yang ada padaku (al-Qashash [28]: 78). Allah berfirman: Maka, Kami benamkanlah Qārūn beserta semua rumahnya ke dalam bumi (al-Qashash [28]: 81).

(4). Hadits ini diceritakan oleh Imām as-Suyūthī dalam Jam‘-ul-Jawāmi‘, juz 1, h. 380. Ia menisbatkan kepada ar-Rāfi‘ī dari Ibnu ‘Umar. Lihat Kanz-ul-‘Ummāl, h. 3663, 3737; Iḥyā’u ‘Ulūm-id-Dīn, juz 3, h. 172. Syaikh al-Albānī menyebut hadis ini Dha‘īf dengan jalur riwayat Ibn Najjār dari Ibn ‘Umar, lihat Dha‘īf-ul-Jāmi‘, juz 1, h. 358 no. 1277.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *