Rindu Kepada Allah – Kitab-ush-Shidq

JALAN CINTA MENUJU ALLAH
 
Dari naskah ath-Tharīqu ilā Allāh atau Kitāb ash-Shidq
 
Oleh: Abū Sa‘īd al-Kharrāz
Penerbit: Pustaka Shufi

Rangkaian Pos: Pintu-pintu Kebenaran - Kitab-ush-Shidq

BAGIAN DUABELAS

RINDU KEPADA ALLAH

 

Diriwayatkan bahwasanya Rasūlullāh s.a.w. telah memohon dalam doanya:

اللهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ لَذَّةَ الْعَيْشِ بَعْدَ الْمَوْتِ وَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ وَ الشَّوْقِ إِلَى لِقَائِكَ

Ya Allah! Ya Tuhanku! Aku memohon kepada-Mu hidup yang mulia sesudah mati. Aku mohon untuk bisa memandang wajah-Mu, serta rindu untuk menemui-Mu.

Diriwayatkan dari Abū Dardā’ r.a. bahwasanya beliau telah berkata: “Aku mencintai kematian karena aku sangat rindu untuk menemui Tuhanku.” Dan diriwayatkan juga dari Ḥudzaifah r.a. bahwasanya beliau berkata sewaktu hampir mendekati ajalnya: “Kekasih yang kutunggu-tunggu telah tiba, sedang aku dalam kondisi miskin tidak punya. Tapi, tidak akan bahagia, siapa saja yang merasa kesal atas nasibnya.

Diriwayatkan dari Syahar Ibn Hawsyab r.a. bahwasanya beliau berkata: “Tumbuh bisul di leher Mu‘ādz r.a., lalu beliau berkata: “Cekiklah aku, supaya dapat kubuktikan kepada Engkau, duhai Tuhan, bahwasanya aku sungguh mencintai-Mu.

‘Alī Ibn Sahil al-Madā’inī r.a. bangun malam manakala semua orang sedang tidur, lalu dengan suaranya yang sedih ia berteriak: “Wahai Dzāt yang semua hati hamba-hambaNya telah melalaikan-Nya, padahal nanti mereka akan nememui-Nya telah terlupa untuk merindukan-Nya, padahal karunia-Nya tidak putus-putus mereka ni‘mati, dari semenjak mereka belum mengenal Dzāt-Nya!” Setelah itu, beliau lalu menangis sampai terdengar oleh tetangga-tetangganya dan mereka pun ikut menangis bersamanya.

Setelah itu, beliau kemudian menyeru: “Wahai Tuanku! Apa dayaku? Sampai kapankah Engkau akan menahanku di sini? Wahai Tuanku! Kirimkanlah aku ke tempat janji-Mu! Sesungguhnya Engkau Maha Tahu, bahwasanya perasaan rindu telah tertanam dalam hatiku. Aku tidak sanggup lagi menunggu terlalu lama!” Setelah mengulanginya beberapa kali, beliau jatuh pingsan sampai dini hari, dan terbangun kala dibangunkan orang-orang untuk menunaikan shalat Shubuḥ.

Al-Ḥārits Ibn ‘Umar r.a. senantiasa meratapi dirinya setiap pagi dan petang dengan perkataan seperti ini: “Aku bangun pagi ini, sedang jiwaku dan hatiku sangat cinta kepada-Mu, duhai Tuhanku! Dan sangat rindu dan ingin menemui-Mu, duhai Tuanku! Segerakanlah untuk aku dapat menemui-Mu sebelum tiba kegelapan malam!” Demikian pula pada waktu petang, beliau akan mengulangi ratapan yang sama. Beliau terus dalam kondisi seperti itu selama lebih kurang enam puluh tahun.

Dengan demikian, orang yang selalu merindukan Allah adalah orang yang sudah bosan dengan dunia, dan tidak ingin menetap lebih lama di dunia. Dia telah menginginkan mati dan senang menemui ajalnya secepat mungkin. Di antara tanda orang yang sudah mencapai kondisi ini adalah orang yang tidak suka bercampur-gaul dengan orang ramai, senantiasa menyendiri dan menjauhi orang ramai. Setelah itu, ia akan bersikap seperti seorang yang selalu khawatir, berkeluh-kesah, sedih, suka meratap, dan merenung, serta apabila meni‘mati makanan seolah-olah menelan bara karena tidak bisa bersabar untuk segera menyebut nama Allah dan berlapang dada kepada-Nya. Selain itu, ia pun terkadang bersikap seperti orang yang tidak siuman disebabkan oleh tekanan tersebut.

Dan mencintai sesuatu dalam kondisi pemikiran yang bersih akan menambah semangat dan kekokohan hati serta menarik jiwa dan rūḥ ke alam ghaib untuk menemui Dzāt yang dicintainya itu. Setelah itu, jiwa dan rūḥ tersebut akan bersikap tidak sabar lagi dan merasa heran serta tertegun ketika hampir akan mencapai cita-citanya dari Dzāt yang diharapkannya. Dan ketika itu, ia tidak akan mengingat dunia ataupun Akhirat lagi, ia akan lupa segala-galanya, kecuali akan Dzāt yang sangat dirindukannya.

Sesudah itu, perasaan takut dan khawatir akan menyelubungi seluruh jiwanya; taktu dan khawatir kalau-kalau dirinya tidak bisa sampai kepada Dzāt yang selama ini dicintai dan dirindukannya. Akhirnya, semua hal itu akan mengganggu pemikirannya. Apakah ia bisa bertemu dengan-Nya? Apakah tidak akan terhalang oleh sesuatu apa pun? Apakah ia akan terhijab dari Tuhan yang sebenarnya sangat ingin dilihatnya?

Kemudian rasa takut dan khawatir itu akan meresap ke dalam seluruh dirinya; yaitu jangan-jangan ada suatu perkara yang tidak diketahuinya yang justru akan menjadikannya celaka di Hari Kiamat. Semua kemungkinan itu terus berputar-putar dalam pemikirannya siang dan malam, sampai ia keluar dari dunia dalam kondisi yang selamat dari segala perkara yang ditakuti dan dikhawatirkannya; lalu jadilah ia sebagai seorang suci yang meridhāi Allah dan diridhāi-Nya.

Demikianlah uraian ringkas mengenai sifat-sifat orang yang merindukan Allah. Sebenarnya masih banyak lagi yang bisa disebutkan, namun yang telah dijelaskan dirasa telah mencukupi. Hanya kepada Allah, kita semua memohon taufīq.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *