Qalbu Seorang Mu’min – Tutur Penerang Hati – Ibn ‘Atha’illah (2/2)

Terapi Ma‘rifat
 
Tutur Penerang Hati

Oleh: Ibnu ‘Athā’illāh as-Sakandarī
Judul Asli: Bahjat-un-Nufūs
 
 
Penerjemah: Fauzi Faishal Bahreisy
Penerbit: Zaman

Rangkaian Pos: Qalbu Seorang Mu’min - Tutur Penerang Hati - Ibn 'Atha'illah

Dalam al-Qur’ān, Allah menyebut syahwat sebagai penyakit. Dia berfirman: “Orang yang di dalam qalbunya ada penyakit pastilah menginginkan.” (al-Aḥzāb [33]: 32). Di lain tempat, Allah juga menyebut sifat nifāq sebagai penyakit: “Di dalam qalbu mereka terdapat penyakit. Allah pun menambah penyakit tersebut.” (al-Baqarah [2]: 10).

Untuk mengobati qalbu yang sakit ada dua cara. Pertama, dengan mempergunakan sesuatu yang bermanfaat, yaitu ketaatan. Kedua, dengan menghindari sesuatu yang berbahaya, yaitu maksiat. Tak ubahnya seperti seorang yang sedang sakit. Ia akan meminum obat dan menghindarkan makanan tertentu sampai betul-betul sehat. Bila engkau melakukan sebuah dosa, lalu kau ikuti ia dengan tobat dan penyesalan, itu bisa menjadi sebab bagi tersambungnya hubunganmu dengan Allah. Namun, bila engkau melakukan ketaatan seperti ibadah haji, lalu kau ikuti ia dengan rasa ujub, bangga, dan sombong, itu bisa menjadi sebab terputusnya hubunganmu dengan Allah.

Sungguh aneh, bagaimana engkau berdoa kepada Allah agar diberi qalbu yang baik, sementara anggota badanmu melakukan dosa dan perbuatan terlarang. Jika demikian, engkau seperti orang yang sedang meminum racun atau orang yang menelan obat, tetapi ular dibiarkan menyengatnya.

Siapa yang menyibukkan qalbunya dengan Allah, kemudian ia melindunginya dari ronrongan hawa nafsu dan syahwat, itu lebih baik dari orang yang banyak melakukan shalat dan puasa, sedangkan qalbunya sakit. Allah berfirman: “Adapun orang-orang yang di dalam qalbunya terdapat penyakit, mereka bertambah kufur di samping kekufuran mereka (sebelumnya).” (at-Taubah [9]: 125).

Orang yang qalbunya sibuk dengan dunia dan diisi kecintaan padanya sama seperti orang yang membangun rumah bagus dengan kamar kecil di atas yang menetes ke bawah. Demikian kondisi itu terus berlangsung sehingga bangunan rumah itu dilumuri oleh kotoran. Begitulah kondisimu di hadapan Allah. Qalbumu berlumur maksiat. Engkau memakan makanan ḥarām, melihat yang ḥarām, dan menyembunyikan keburukan, tetapi anehnya engkau masih merasa sebagai hamba yang shāliḥ.

Siapa yang melakukan perbuatan ḥarām dan mengerjakan maksiat, qalbunya menjadi gelap dan mata bāthinnya menjadi redup. Oleh karena itu, segeralah menyucikan dan membersihkan qalbumu dengan bertobat, berdzikir, menyesal, dan memohon ampunan. Bila engkau belum bertobat di saat sehat, bisa jadi Allah akan mengujimu dengan penyakit dan musibah agar engkau bisa keluar dari dunia dalam keadaan bersih dari dosa seperti pakaian yang dicuci dengan air.

Bertobatlah dan beristighfārlah selalu agar qalbumu sibuk dengan dzikir sehingga engkau dilumuri cahaya. Jangan sekali-kali berbuat seperti penggali sumur yang mencari air. Ia menggali di sini dengan dalam sehasta, kemudian menggali di tempat lain dengan dalam sehasta pula. Dengan begitu, ia takkan dapat menemukan air. Mestinya ia menggali di satu titik saja dengan sungguh-sungguh hingga air ditemukan. Ketahuilah bahwa qalbu ini menjadi rusak karena kurangnya rasa takut dan tiadanya rasa khusyū‘ terhadap Allah. Qalbu yang hidup adalah qalbu yang tak pernah terlalaikan dari Allah, entah oleh sesuatu yang buruk maupun yang baik. Bila ingin mengobati qalbumu dari keburukan dan kelalaian, jauhilah sesuatu yang syubhat, keluarlah menuju padang tobat, pakailah baju penyesalan, angkat panji kehinaan, tinggalkan tempat tidur, ubahlah kondisimu dari jauh kepada Allah dengan mendekati-Nya dan dari permainan dengan kesungguhan, berilah makan fakir miskin, biasakan qalbumu untuk mengasihi dan mencinta, perbanyak menangis, dan teruslah berdoa karena harap dan cemas, dengan begitu mudah-mudahan engkau sembuh.

Namun sayangnya, engkau lebih memerhatikan makan, mencari yang ternikmat, mengisi perut dengannya, serta berbangga dengan yang indah dan gemuk. Engkau tak ubahnya seperti domba yang sengaja dibuat gemuk untuk disembelih dan dimakan. Bukankah engkau pun telah menyembelih diri sendiri secara tak sadar?

Cahaya adalah tunggangan qalbu. Ia merupakan tentaranya sebagaimana kegelapan merupakan tentara nafsu. Bila Allah ingin menolong hamba-Nya dalam melawan syahwat, Dia akan menyokongnya dengan tentara cahaya sekaligus melenyapkan kegelapan darinya.

Cahaya bertugas menyingkap bashīrah (mata batin) memutuskan, serta qalbu mendatangi atau menolak. Adapun manusia, aspek lahiriahnya berkilau, namun aspek bāthiniyyahnya yang sebetulnya menjadi substansi perhatian. Nafsu hanya melihat pada aspek lahiriah, sementara qalbu melihat pada substansi bāthiniyyahnya.

Wahai hamba Allah, agama merupakan modal hidupmu di dunia. Bila engkau kehilangan modal tersebut, sibukkan lisanmu dengan menyebut-Nya, qalbumu dengan mencintai-Nya, dan anggota badanmu dengan mengabdikan diri pada-Nya. selain itu, bersikaplah tawādhu‘, temui para ‘ulamā’ yang meng‘amalkan ‘ilmunya, sampai benih datang, turun hujan, dan ia pun tumbuh.

Siapa yang memperlakukan qalbunya seperti petani memperlakukan tanahnya, qalbunya akan bersinar dengan cahaya īmān dan ḥikmah.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *