Penyembuhan Cara Sufi – Pengertian Kesehatan (2/3)

Syakh Ghulam Moinuddin

Judul Asli : The Book of Sufi Healing
Penerjemah : Arif Rakhmat
Penyunting : Ahmad Norma Permata
Penerbit : Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta

(lanjutan)

Aspek dunia mental dalam bahasa Arab disebut fikr. Pada dasarnya kata fikr berarti perenungan atau proses pemikiran yang mendalam. Komponen ketiga dari kehidupan manusia adalah jiwa, yang disebut ruh. Ruh adalah komponen yang ada setelah kematian, yang menandakan akhir dari kehidupan fisik dan mental.

Interaksi dari ketiga komponen tersebut (atau pengaktifan fisik dan mental oleh jiwa) dilakukan dengan menggunakan roh. Banyak orang yang memakai kata “roh” dan “jiwa” un tuk menyatakan hal yang sama, padahal keduanya berbeda dan terpisah. Roh adalah yang mengaktifkan aspek fisik, termasuk juga proses berpikir. Istilah untuk aktivator fisik adalah nafas, yang diaktifkan pada titik pernapasan. Titik-titik bibir, tempat napas masuk dan keluar, menyatu, menjadi penghubung antara kehidupan dan kematian.

Kita dapat hidup tanpa aktivitas mental dan gerakan fisik. Tetapi tanpa napas, kehidupan akan berhenti seketika. Ada orang yang hidup tanpa aspek mental. Walaupun EEG (Electro Enchepalograph) memberikan gambaran bahwa gelombang otak tidak berfungsi, kehidupan orang tersebut masih dapat dipertahankan secara mekanis. Mereka dianggap “mati otak”, tetapi mereka masih hidup; kita tidak dapat menguburkan mereka. Hal ini berarti bahwa ada sesuatu yang lebih kuat dari pada kehidupan fisik dan mental. Orang seperti itu masih memiliki sesuatu yang tersisa dari kehidupan, dan sesuatu itu adalah napas.

Para Sufi beranggapan bahwa napas kehidupan ada dan terus bertahan karena adanya izin dari Allah, Dzat Yang telah menciptakan kita semua. Apa pun kita menyebut Sang Pencipta (Allah, Tuhan, Yahweh atau apa saja) bukanlah masalah yang penting. Dalam keberadaan-Nya yang sebenarnya Allah adalah satu. Dia memberikan izin-Nya bagi kehidupan manusia untuk berada dalam tempat pertamanya dan selama izin itu tetap ada kita masih dapat bernapas dan mengeluarkan napas. Dengan tidak memperhatikan sistem penyembuhan mana yang dapat kita lakukan atau bagaimana keterampilan dokter, bahkan jika semua dokter di dunia berkumpul, mereka tidak dapat menentang idzn ini. Apabila izin dicabut, maka tak ada lagi napas, dan kehidupan berhenti.

Berikut ini merupakan suatu kejadian yang cukup menarik. Ketika seorang anak lahir maka dia belum bernapas sama sekali. Ada beberapa orang mengatakan rasa kaget terhadap udara dingin menyebabkan ia mulai bernapas. Namun demikian tidak pada setiap kejadian hal ini terjadi. Sufi mengatakan bahwa Allah memberikan idzn-Nya untuk memulai kehidupan. Jika Dia tidak memberikan izin-Nya, tak satu pun usaha atau upaya teknologis yang dapat menggerakkan bayi untuk bernapas. Bayi itu akan terlahir dalam keadaan mati.

Sebaliknya, kadang-kadang, lepas dari usaha-usaha untuk mengakhiri kehidupan, izin Allah dapat menggeser usaha-usaha yang dilakukan manusia. Ada sebuah artikel dalam jurnal kedokteran tentang sepasang suami-istri yang telah mengatakan kepada dokternya bahwa mereka tidak ingin memiliki anak. Dokter menganjurkan suami untuk melakukan vasektomi permanen, dan kemudian dilakukannya. Beberapa bulan kemudian pasangan itu datang kembali, marah kepada dokter tersebut, karena sang istri hamil. Dokter itu kemudian menganjurkan untuk melakukan aborsi bebas untuk menghentikan kehamilan. Prosedur itu dilaksanakan. Beberapa bulan berikutnya pasangan itu menuntut dokternya atas tuduhan melakukan malapraktik karena ternyata sang istri masih hamil. Walaupun telah dilakukan sterilisasi dan aborsi, idzn Allah adalah bagian paling penting bagi anak yang akan dilahirkan. Memang demikianlah adanya.

Ada suatu kekuasaan yang kita benar-benar tidak mampu mempengaruhinya. Berkaitan dengan aspek-aspek yang tidak nyata (dunia mimpi, intuisi, fenomena abstrak) dan beberapa kasus adanya orang yang melaporkan bahwa mereka telah melihat UFO, arwah jahat, hantu, dan sebagainya, tak seorang pun di dunia Barat sejauh ini yang mengajukan suatu kerangka kerja konseptual berhubungan dengan pengalaman-pengalaman dari dunia lain tadi. Para Sufi menggunakan istilah ghaib untuk menunjukkan kejadian-kejadian yang memperlihatkan aspek-aspek yang tidak terlihat. Aspek-aspek yang tidak terlihat itu juga termasuk aktivitas jiwa.

Pusat atau kedudukan dari eksistensi jiwa adalah jantung (atau hati). Dengan apa kita menghubungkan hati dan jiwa? Cinta, kasih sayang, simpati, kedermawanan dan semua perasaan religius kita. Apabila seseorang meninggal, rasa duka cita yang ditinggalkannya sangat terasa dalam hati. Hal ini sebenarnya merupakan rasa sakit fisik. Jantung terasa sakit. Banyak terminologi dalam bahasa mengenai aspek-aspek hati yang berhubungan dengan jiwa. Dan tak seorang pun yang menyangkal bahwa rasa kasih sayang itu benar-benar ada. Dan tak seorang pun yang tidak memiliki perasaan itu.

Dalam bahasa Arab, hati/jantung disebut qalb. Jantung menurut para Sufi tidak hanya sekadar sebuah pompa fisiologis untuk menyebarkan darah ke seluruh tubuh. Jantung juga memberikan dua fungsi vital dan saling berkaitan. Pertama, jantung sebagai tempat penyimpanan sifat-sifat ketuhanan, dan yang kedua, jantung adalah tempat pembentukan nafs, yaitu suatu kekuatan pembawa kehidupan, yang masuk ke dalam tubuh bersamaan dengan setiap napas, napaslah yang mengaktifkan seluruh fungsi fisiologis tubuh.

Jadi, apabila idzn atau izin Allah telah mengalir masuk, maka idzn ini akan segera sampai ke jantung. Dalam beberapa keadaan, idzn ini mengaktifkan semua sifat ketuhanan dalam kombinasi yang berbeda-beda dan kemudian sifat-sifat ini dimasukkan ke dalam tubuh.

Al-Qur’an menyebutkan bahwa sifat-sifat suci ini berjumlah sembilan puluh sembilan dan merupakan apa yang digunakan Allah sebagai sarana yang memungkinkan bekerjanya fungsi aktivitas manusia di dunia.

Misalnya, salah satu dari sifat-sifat ini disebut al-Bashir, yang berarti maha melihat. Dengan kata lain, Allah melihat apa saja setiap saat, tak ada yang dapat menghindar dari pandangan Allah, bahkan tidak juga mereka yang dianggap paling dekat dengan Allah. Sifat bashir ini ada dalam diri kita sebagai suatu potensi, yang tersimpan dalam jantung. Apabila Allah memberikan idzn-Nya pada napas, dan dikombinasikan dengan doa-doa tertentu yang sering kita ucapkan, maka potensi tersebut akan mengalir melalui suatu jaringan gas yang disebut humora. Potensi itu bergerak sepanjang jaringan tersebut sampai mencapai lensa mata yang basah dan mengkristal. Sekali mencapai keadaan demikian, potensi ini menyatu dengan bagian fisik tubuh dan menjadi penglihatan aktual.

(bersambung)

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *