Wahai orang yang hidup tetapi sebetulnya mati, engkau keluar dari dunia tanpa pernah mencicipi sesuatu yang paling nikmat di dalamnya, yaitu munajat dan dialog dengan Allah s.w.t., serta turunnya berbagai rahmat atasmu. Engkau habiskan malam dengan tidur di atas kasur seperti mayat yang sedang terbujur. Tak pernah engkau merenungkan ibadah dan kebesaran-Nya. Qalbumu tak diisi dengan membaca wahyu-Nya. Rūḥmu juga tak pernah dibuat bahagia dengan menyendiri bersama-Nya.
Wahai saudaraku, apabila engkau tak bisa bangun malam dan salat tahajjud, lalu kau pergunakan saat tersebut untuk kesibukan dunia, maka mohonlah pertolongan Allah. Ucapkanlah: “Wahai Tuhan Pemilik Kemuliaan, wahai Rasūlullāh, aku telah kehilangan kesempatan untuk memperoleh kekayaan yang diperoleh mereka yang bahagia berupa nikmatnya munajat, tulusnya cinta, manisnya taat, indahnya dzikir dan tenteramnya qalbu dengannya. Allah berfirman: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan qalbu mereka tenteram dengan berdzikir pada Allah. Bukankah dengan berdzikir pada Allah hati menjadi tenteram.” (ar-Ra‘d [13]: 28).
Wahai saudaraku, janganlah engkau keluar dari dunia ini dalam keadaan tidak pernah mencicipi manisnya cinta kepada Allah dan nikmatnya ketaatan. Manisnya cinta tidak terdapat dalam makanan atau minuman. Sebab, hal seperti itu dapat dirasakan juga oleh orang kafir maupun binatang melata. Namun, manisnya cinta itu baru dapat kau rasakan ketika engkau mengabdi dan menaati-Nya, mengerjakan perintah-Nya, menjaga aturan-aturanNya, mengorbankan jiwa, harta dan anak untuk membela agama-Nya, mempertahankan syarī‘at-Nya, serta terus-menerus mengingat-Nya. Dengan begitu, engkau akan ikut serta bersama para malaikat yang suci dalam mengabdi, menaati, dan mengkhusyū‘kan hati pada-Nya.
Ketahuilah bahwa rūḥānī yang suci ibarat baju putih yang bersih. Ia hanya ternodai oleh cipratan (splash, shower) nafsu. Apabila sudah terperosok ke dalam larangan dan keburukan dunia, ia takkan bisa menghampiri Tuhan dan tak bisa merasakan nikmatnya cinta pada-Nya. Pasalnya, Allah tak bisa didekati oleh mereka yang berlumuran dengan kotoran maksiat. Karena itu, bersihkan qalbumu dari aib, niscaya Allah membukukan pintu keghaiban.
Wahai saudaraku, andai saja engkau menaati Majikanmu dan melaksanakan semua perintah-Nya sebagaimana budak menaati dan melaksanakan perintah tuannya. Dalam keadaan tersebut, pasti sang tuan menyenangi budaknya karena ia taat dan melayaninya secara konsisten tanpa pernah membangkang. Tetapi, mengapa engkau tidak bersikap demikian pada Majikan atau Tuhanmu. Engkau merasa berat untuk taat, enggan beribadah, asal-asalan dalam mengabdi, dan ingin cepat-cepat selesai.
Bagaimana andaikata penglihatan yang kau pakai untuk melihat keindahan makhlūq – tidak untuk melihat aib dirimu sendiri – diganti dengan kebutaan. Allah berfirman: “Adapun orang yang melampaui batas dan mementingkan kehidupan dunia, maka sungguh neraka jahimlah tempatnya.” (an-Nāzi‘āt [79]: 37-39).
Ketahuilah bahwa di antara kemurahan Allah padamu. Dia telah menyingkap aib dirimu sendiri. Sehingga dengan demikian engkau bisa mengenali, menghindari, dan menutupinya dari pandangan manusia. Sementara mereka tak mengetahuinya sehingga Allah tak mempermalukanmu di hadapan makhlūq-Nya. Apabila Allah telah mencintaimu, Dia akan membuat para sahabatmu berpaling darimu sehingga engkau pun tidak sibuk dengan mereka. Selain itu, Dia juga akan memutuskan hubunganmu dengan makhlūq agar engkau kembali kepada-Nya dengan segenap perasaan dan hati yang khusyū‘. Seringkali dirimu diminta untuk taat, tetapi hatimu senantiasa merasa berat karena memang tidak mencintai ketaatan. Karena itu, yang pertama kali harus kau lakukan adalah mengobati qalbumu. Apabila telah sembuh, nikmat cinta pun akan datang dengan sendirinya. Manisnya maksiat yang dulu dirasakan akan ditemukan pada ketaatan. Allah berfirman: “Namun Allah telah membuatmu senang kepada iman dan Dia menjadikan iman itu indah dalam hatimu. Allah juga membuatmu benci kepada kekufuran, kefāsiqan, dan maksiat. Mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (al-Ḥujurāt [49]: 7).
Wahai saudaraku, apabila engkau sudah lemah dalam beribadah, hiasilah ibadah tersebut dengan rasa takut, tunduk, tangis, dan hina di hadapan Allah dalam salatmu. Siapa yang menyadari bahwa dirinya sebentar lagi akan meninggalkan dunia, pastilah ia bergegas menyiapkan bekal. Siapa yang menyadari bahwa kebaikan orang lain tak sanggup menolong, pastilah bersungguh-sungguh dalam mengerjakan kebaikan. Siapa yang berbelanja tanpa perhitungan pastilah akan mengalami kerugian. Padahal usia adalah modal berharga. Anggota badan yang kering dari ketaatan hanya akan patah seperti pohon yang sudah kering, ia hanya layak dibakar. Jika cerdas dan pintar, engkau tentu akan lebih memperhatikan hak-hak Allah ketimbang keinginan dirimu sendiri. Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Tiga hal yang siapa mengalaminya niscaya ia merasakan manisnya īmān: 1). Allah dan Rasūl-Nya lebih ia cintai dari yang lain; 2). Mencintai seseorang karena Allah; 3). Benci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke api neraka.” (H.R. al-Bukhārī dari Anas r.a.).
Ketahuilah bahwa bila engkau mendapat pertolongan Allah, ketaatan yang sedikit pun akan bermanfaat, sedangkan bila engkau tidak mendapat pertolongan-Nya ketaatan yang banyak pun takkan berguna. Jikalau ḥijāb terbuka, engkau akan menyadari bahwa segala sesuatu sedang bertasbīḥ kepada Allah: “Langit yang tujuh dan bumi beserta isinya bertasbīḥ kepada-Nya. Sungguh segala sesuatu bertasbīḥ dengan memuji-Nya. Hanya saja kalian tak memahami tasbīḥ mereka. Dia Maha Pemurah lagi Maha Pengampun.” (al-Isrā’ [17]: 44). Namun celakanya, kekurangan dan ḥijāb itu justru berasal darimu. Karena itu, tak ada yang patut dicela kecuali dirimu sendiri.