Hati Senang

Mendekati Allah – Tutur Penerang Hati – Ibn ‘Atha’illah

Cover Buku Terapi Makrifat - Tutur Penerang Hati - Ibn 'Atha'illah
Terapi Ma‘rifat   Tutur Penerang Hati Oleh: Ibnu ‘Athā’illāh as-Sakandarī Judul Asli: Bahjat-un-Nufūs     Penerjemah: Fauzi Faishal Bahreisy Penerbit: Zaman

3

Mendekati Allah

 

Mendekati Untuk Meminta.

Wahai hamba Allah, bila engkau meminta kepada Allah di saat dekat dengan-Nya, mintalah agar Dia memperbaiki semua yang ada pada dirimu. Berdoalah: “Ya Allah, perbaiki semua keadaanku!” Mintalah kepada Allah agar Dia memperbaiki keadaanmu disertai perasaan ridha terhadap semua ketetapan-Nya. Yakni, dengan kepasrahan dan sikap rela terhadap semua qadhā’ dan qadar-Nya.

Engkau adalah seorang hamba yang linglung jika saat diminta kembali kepada-Nya dengan melakukan ketaatan, engkau justru lari dari-Nya dengan berbuat maksiat. Lari dari Allah ditandai dengan perbuatan-perbuatan jahat, tindakan pelanggaran, keinginan menyimpang, dan niat yang salah. Bila engkau lalai dalam salat, menyia-nyiakan puasa, mengeluhkan karunia Allah, dan mencintai dunia, berarti engkau telah lari dari Allah. Sebab, hawa nafsu telah membuatmu berani pada-Nya. (yakni menentang-Nya). Engkau sudah berpaling dari Allah kala engkau condong pada indahnya dunia, terbuai dengannya, sibuk memikirkannya, serta lupa pada dahsyatnya hari akhirat. Allah berfirman: “Janganlah kamu membelalakkan kedua matamu (terkagum-kagum) dengan apa yang Kami berikan pada merkea sebagai perhiasan kehidupan dunia. Hal itu untuk menguji mereka. Sedangkan rezeki Tuhanmu jauh lebih baik dan lebih kekal.” (Thahā [20]: 131).

Allah telah menakdirkan sehat dan sakit, kaya dan miskin, serta senang dan sedih bagimu. Maksudnya adalah agar engkau kembali pada-Nya dan mengetahui semua sifat-Nya. Sehingga ketika lapang engkau bisa bersyukur dan ketika sulit engkau bisa pasrah dan bersabar.

Wahai manusia, berapa kali engkau hinakan dirimu dengan berdiri di hadapan makhlūq, meminta bantuan dan pertolongan mereka? Berapa kali mereka merasa keberatan dengan permintaanmu, bermuka masam, serta menghinamu? Sementara engkau tidak pernah sekali pun kembali pada Majikanmu, tidak pernah meminta kebutuhanmu pada-Nya, serta tidak pernah menghadap-Nya secara khusyū‘, berdoa secara jujur, dan memohon secara tulus.

Wahai hamba Allah, jika engkau menghendaki kemuliaan, janganlah berharap pada makhlūq. Tetapi, tambatkan asa dan harapanmu pada Allah, serta tampakkan kebutuhanmu yang mendesak kepada-Nya. Sebab, Allah mengabulkan doa orang yang sedang terdesak. Dia bisa melenyapkan bahaya, dan merasa senang jika diminta oleh hamba-Nya. Siapa yang meminta kepada makhlūq, tidak kepada Tuhan dan Tuannya, ia akan menjadi sangat hina.

Dirimu begitu setia dan terbuai dengan makhlūq, sedangkan kepada Allah engkau malah acuh dan menjauh. Engkau tergolong bodoh kalau terus-menerus menemui makhlūq karena ingin mendapat hartanya, sementara engkau tinggalkan pintu Zat Pemberi rezeki Yang Maha Kuat dan Maha Kokoh. Pantaslah engkau meminta pada makhlūq yang fakir, lalu meninggalkan Allah Yang Maha Kaya? Jika ingin mendapat berbagai karunia, tunjukkan kepapaan dan kebutuhanmu pada-Nya, serta jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan siapa pun yang berada di sekitarmu.

Bila engkau ingin mendapat bagian seperti yang Allah berikan pada para wali-Nya dan bila engkau ingin hidup mulia, mintalah kebutuhanmu pada Allah, arahkan keinginanmu pada-Nya, serta sibuklah dengan-Nya. Allah berfirman: “Siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya.” (ath-Thalāq [65]:3).

Ibn ‘Abbas r.a. berkata: “Pada suatu hari, ketika saya berada di belakang Nabi s.a.w. beliau bersabda: “Wahai anak muda, jagalah (hak-hak) Allah, pasti Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, pasti Allah akan memperhatikanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah pada Allah. Jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah pada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya umat ini berkumpul untuk memberi manfaat kepadamu, hal itu takkan terwujud kecuali dengan takdir-Nya. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu, hal itu takkan berhasil kecuali dengan taqdīr-Nya. Pena sudah kering dan lembaran pun sudah dilipat.” (H.R. at-Tirmidzī dan menurutnya sanad hadis ini shaḥīḥ).

Saya mendengar Abul-‘Abbās al-Mursī berkata: “Demi Allah, aku tidak melihat kemuliaan kecuali saat manusia tidak membutuhkan makhlūq dan saat ia bisa menjaga diri dari harta mereka.” Perhatikanlah selalu firman Allah: “Kemuliaan itu hanyalah milik Allah, untuk Rasūl-Nya, serta milik orang-orang yang beriman.” (al-Munāfiqūn [63]: 8). Di antara kemuliaan yang Allah berikan kepada kaum mu’min adalah ketika ia menambatkan kebutuhan dan keyakinannya pada Allah, tidak pada yang lain.

Wahai saudaraku, Allah telah memakaikan padamu pakaian iman dan menghiasimu dengan perhiasan makrifat. Oleh karena itu, hendaknya engkau malu kepada Allah apabila lalai dan lupa – sehingga condong pada dunia lalu meminta kebaikan orang.

Alangkah buruk andai seorang mu’min meminta kebutuhannya pada makhlūq padahal ia mengetahui keesaan Allah dan mendengar firman-Nya: “Bukankah Allah mencukupi hamba-Nya.” (az-Zumar [39]: 36).

Allah berfirman: “Wahai orang-orang beriman penuhilah janjimu.” Di antara janji yang engkau buat adalah bahwa engkau tidak akan meminta kebutuhanmu kecuali kepada Allah, serta tidak akan bertawakkal kecuali kepada-Nya. Allah berfirman: “Hanya kepada Allah hendaknya kaum mukmin bertawakal.” (Āli ‘Imrān [3]: 160).

Sebaik-baik permintaan seorang hamba kepada Tuhannya adalah memohon agar diberi sikap istiqāmah bersama-Nya. Allah berfirman: “Tunjukilah kami jalan yang lurus (istiqāmah).” (al-Fātiḥah [1]: 6).

Mintalah selalu petunjuk dan sikap istiqāmah. Yaitu, dengan senantiasa bersama Allah di setiap keadaan dalam naungan rida-Nya. Yaitu dalam naungan ajaran Nabi s.a.w., seperti yang Allah firmankan: “Terimalah semua yang diajarkan Rasūl dan jauhilah semua yang dilarangnya. Bertakwalah kepada Allah. Sungguh hukuman Allah sangat hebat.” (al-Ḥasyr [59]: 7).

Orang yang sedang berjalan menuju Allah dan mendekatkan diri dengan ibadah ibarat orang yang sedang membuat sumur di dalam tanah sedikit demi sedikit hingga menemukan lubang. Setelah melakukan usaha dan perjuangan panjang, akhirnya sumur itupun memancarkan air. Adapun orang yang “ditarik mendekat” seperti orang yang sedang menginginkan air lalu tiba-tiba awan dari langit menurunkan hujan sehingga ia pun mengambil air tersebut sesuai dengan kebutuhannya tanpa harus bersusah payah. Artinya, Allah telah menarik orang tersebut kepada-Nya.

Syaikh Abul-Ḥasan asy-Syādzilī bercerita: “Pada suatu saat, aku tinggal di pedalaman selama tiga hari. Ketika itu, tak ada makanan yang bisa disantap. Tiba-tiba beberapa orang Nashrānī lewat di depanku. Mereka melihatku sedang bersandar. Lalu mereka berucap: “Orang itu ulamanya kaum muslim.” Kemudian mereka letakkan di atas kepalaku sepotong makanan lalu pergi. “Sungguh ajaib. Bagaimana mungkin rezekiku datang lewat perantara musuh, bukan lewat perantaraan para kekasih,” kataku ketika itu. Tiba-tiba ada suara menjawab: “Orang yang hebat bukanlah yang diberi rezeki lewat para kekasih, tetapi lewat musuh.”

Mendekati Untuk Mencinta.

Wahai hamba Allah, sering kali engkau menunjukkan rasa cinta dan kedekatanmu pada makhlūq. Tetapi, engkau sangat jarang menunjukkan rasa cinta pada Allah s.w.t. Seandainya dibukakan bagimu pintu untuk mencintai Allah, pasti engkau akan menyaksikan berbagai keajaiban dan mendapat ridha-Nya. Rasa cinta kepada Allah dapat dibuktikan dengan menunjukkan ketaatan pada-Nya, melaksanakan salat dua raka‘at di malam hari, membaca al-Qur’ān, menjenguk orang sakit, menyalatkan jenazah, bersedekah kepada fakir

 

Makna persahabatan dengan Allah adalah bersahabat dengan semua karunia dan nikmat-Nya. Bersahabat dengan nikmat-Nya adalah bersyukur. Bersahabat dengan ujian-Nya adalah bersabar. Bersahabat dengan perintah-Nya adalah menghormati dan menunaikan. Bersahabat dengan larangan-Nya adalah menjauhi. Bersahabat dengan ketaatan adalah bersikap ikhlas. Dan bersahabat dengan al-Qur’ān adalah merenungkan.

 

miskin, membantu saudara muslim lainnya, mengadakan kegiatan yang baik, menyebarkan ilmu, ataupun membuang duri dari jalan.

Pedang tak bisa dipakai berperang kecuali dengan bantuan lengan yang kuat. Demikian pula ‘amal shāliḥ. Ia membutuhkan seorang mu’min yang ikhlas dalam mengerjakannya. Ibadah paling ringan yang bisa kau pakai guna menunjukkan rasa cinta kepada Allah adalah berdzikir secara tulus. Sebab, dzikir itu bisa dikerjakan meskipun oleh orang yang sudah tua, oleh orang sakit yang tak bisa berdiri, rukū‘ dan sujūd, oleh pekerja yang sibuk dengan tugasnya, ataupun oleh orang malas yang sedang berbaring di tempat tidurnya. Allah berfirman: “Apabila kalian telah menunaikan salat, berdzikirlah kepada Allah, dalam keadaan berdiri, duduk, ataupun berbaring.” (an-Nisḥ’ [4]: 103).

Ketahuilah bahwa siapa yang mengarahkan cintanya pada Allah, Allah juga akan menebarkan kemurahan padanya: “Orang-orang yang berbuat baik akan mendapat kebaikan (yang setara) pula bahkan melebihi.” Tetapi, aneh bila seseorang lebih bersahabat dan lebih mencintai hawa nafsunya – padahal ia merupakan sumber malapetaka – ketimbang bersahabat dan mencintai Allah. Padahal Allah merupakan sumber kebaikan. Siapa yang benar-benar ingin berjalan menuju Allah, hendaknya mempunyai tekad yang kuat.

Bila muncul pertanyaan, bagaimana caranya “bersahabat” dengan Allah? Jawabannya, bersahabat dengan siapa pun ada kiatnya. Bersahabat dengan Allah adalah dengan mengerjakan perintah-Nya, menghindari larangan-Nya, dan bertawakkal kepada-Nya dalam setiap urusan. Bersahabat dengan kedua malaikat (Rāqib dan ‘Atīd) adalah dengan mendiktekan berbagai amal kebaikan. Bersahabat dengan al-Qur’ān dan Sunnah adalah dengan mengamalkan isinya. Bersahabat dengan langit adalah dengan merenungkannya. Serta bersahabat dengan bumi adalah dengan mengambil pelajaran dari yang ada di dalamnya. Persahabatan tidak harus dengan melihat dan menyaksikan.

Jadi, makna persahabatan dengan Allah adalah bersahabat dengan semua karunia dan nikmat-Nya. Bersahabat dengan nikmat-Nya adalah bersyukur. Bersahabat dengan ujian-Nya adalah bersabar. Bersahabat dengna perintah-Nya adalah menghormati dan menunaikan. Bersahabat dengan larangan-Nya adalah menjauhi. Bersahabat dengan ketaatan adalah bersikap ikhlas. Dan bersahabat dengan al-Qur’ān adalah merenungkan. Kalau seorang hamba melakukan hal itu, berarti ia telah menjalin persahabatan dengan Allah. Bila persahabatan terwujud, kedekatan pun akan didapat.

Oleh karena itu, wahai saudaraku jangan sampai matahari terbit lagi sementara engkau belum memperlakukan Allah sebagaimana teman yang tulus, setia, dan cinta. Oleh karena itu, bersedekahlah setiap hari walaupun dengan seperempat dirham sehingga Allah mencatatkanmu dalam kelompok orang yang senang bersedekah. Bacalah al-Qur’ān setiap hari walaupun hanya satu ayat agar Allah mencatatkanmu dalam kelompok orang yang senang membacanya. Serta lakukanlah salat malam walaupun hanya dua raka‘at agar Allah mencatatmu dalam kelompok orang yang senang mengisi malam (qiyām-ul-lail).

Jangan sampai berbuat salah dengan berkata: “Bagaimana mungkin orang yang mempunyai makanan pas-pasan akan bersedekah?” Allah berfirman: “Hendaklah orang yang mampu, memberi infāq menurut kemampuannya. Adapun orang yang terbatas rezekinya, hendaklah mengeluarkan infak dengan apa yang Allah berikan. Allah tak memaksa seseorang kecuali sesuai kadar kemampuannya. Kelak Allah akan memberi kemudahan seusai kesulitan.” (ath-Thalāq [65]: 7).

Orang miskin yang diberi sedekah tak ubahnya seperti binatang yang sedang membawa perbekalanmu menuju akhirat. Oleh karena itu, mintalah mereka untuk membawakan beban yang engkau kehendaki agar pada hari kiamat engkau bisa mendapatkannya.

Kadangkala seseorang dikirim untuk memberimu berbagai nikmat. Hanya saja, engkau sedang bingung, tidak sadar dan tidak bersyukur. Engkau seperti bayi dalam buaian yang setiap kali diayun ia tertidur. Sebab, setiap kali ditambah rezekimu, engkau tambah berpaling. Andaikata seorang penguasa mengirim baju untukmu, mungkin engkau hanya berterima kasih dan memujinya. Oleh karena itu, engkau harus cepat berpindah kepada Tuan yang telah menganugerahkan segala kenikmatan. Tinggalkanlah mereka yang tak sanggup memberi manfaat kepada yang lain.

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.