BAGIAN SATU
Ketahuilah semua yang telah disebutkan dari sifat-sifat lahir, baik sifat benar, sabar, ataupun ikhlas, sepatutnya diketahui dan di‘amalkan semua orang, terutama oleh para murīd (sālik) dan pencari jalan selamat. Sebab ada di antara manusia, orang yang tidak mempunyai satu martabat pun di sisi Allah s.w.t., kecuali hanya ‘ilmu dan ‘amalan yang zhāhir saja, sehingga ia ber‘amal dengan ‘ilmunya yang zhāhir saja seraya berlaku benar dalam ‘amalnya. Karena itu, Allah s.w.t. memberikan rahmat kepadanya dan menganugerahkan banyak pahala, sehingga ia mempunyai banyak kebaikan di sisi-Nya.
Selain itu, ada pula orang yang bersikap benar terhadap banyak maqām, sebagaimana yang telah dibicarakan sebelumnya, maka Allah s.w.t. mengaruniainya maqām yang tinggi di dunia, dan memberinya jalan untuk mengenal Tuhannya dan hadirat-Nya yang Maha Mulia. Dia pun merasa bahwa hidupnya berada dalam rahmat dan keni‘matan, gembira dan kesenangan, penuh ni‘mat dengan mengenal Allah s.w.t., dan memperoleh tempat yang dekat kepada-Nya, hingga sampai ke tingkat yang amat mulia lagi tinggi.
Sebagian ‘ulamā’ Shūfī ada yang berkata: “Sesungguhnya Allah s.w.t. memuliakan para kekasih-Nya dengan kemuliaan yang rahasianya tidak diketahui oleh hamba-Nya yang lain, baik di dunia maupun di akhirat.” Tidakkah kamu pernah mendengar firman Allah s.w.t.:
فَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّا أُخْفِيَ لَهُمْ مِّنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ
“Tidak seorang pun yang mengetahui benar tentang “buah mata” (kesayangan) yang tersembunyi di balik pandangan mata.” (as-Sajdah: 17)
Dan dalam sebuah hadits Nabi s.a.w. telah disebutkan bahwa mereka diberikan sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dan terlintas dalam hati seorang pun. Pemberian karunia yang besar bergantung pada ukuran dan derajat masing-masing.
Kelak di dalam Surga, ada orang yang terus-menerus menerima kemudian dengan banyak diberi pahala oleh Allah s.w.t. dan menerima segala kenikmatan Surga. Selain itu, ada pula orang yang tidak henti-hentinya menerima kemuliaan dari Dzāt Allah s.w.t. dengan pelipatgandaan karunia yang diberikan kepadanya, hingga mampu melihat wajah-Nya. Hal ini sebagaimana keterangan yang disampaikan oleh Nabi Muḥammad s.a.w. berikut ini:
إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً مَنْ يَنْظُرُ فِيْ مُلْكِهِ أَلْفَيْ عَامٍ يَرَى أَقْصَاهُ كَمَا يَرَى أَدْنَاهُ
“Sesungguhnya serendah-rendahnya derajat penghuni Surga adalah orang yang bisa melihat seluruh kerajaannya dengan membutuhkan waktu selama dua ribu tahnu. Baginya yang paling jauh, sama dengan yang terdekatnya.”
Di samping itu, ada juga orang yang memperoleh keni‘matan bisa melihat wajah-Nya setiap hari dua kali. Jelasnya, tidak mungkin semua penghuni Surga mempunyai kedudukan yang sama di sisi Tuhannya, sama dengan tidak mungkinnya mereka mempunyai kemampuan ‘ilmu yang selevel di dunia. Hal ini sesuai dengan firman Allah s.w.t.:
وَ لَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّيْنَ عَلى بَعْضٍ
“Dan sungguh telah Kami lebihkan sebagian nabi di atas sebagian yang lain.” (al-Isrā’: 55)
Dengan demikian, tidak akan ada kelebihan seorang hamba di atas yang lain, kecuali karena kelebihan ma‘rifatnya kepada Allah s.w.t. Dan atas nilai kemesraan inilah, mereka memperoleh derajat yang berbeda-beda dari Allah s.w.t., baik di dunia maupun di akhirat. Dan hanya kepada Allah s.w.t. sajalah, kita memohon taufīq.