Ikhlas Sebagai Rahasia – Syekh ‘Abd-ur-Rahman al-Laja’i – Ikhlas Tanpa Batas

Ikhlas Tanpa Batas
 
Belajar Hidup Tulus dan Wajar

Kepada 10 Ulama – Psikolog Klasik
 
Imām al-Ghazālī (w. 505 H)
Imām al-Ḥākim al-Tirmidzī (w. 320 H)
Imām al-Nawawī al-Dimasyqī (w. 676 H.)
Syekh al-Ḥārits al-Muḥāsibī (w. 243 H)
Syekh ‘Abd al-Qādir al-Jailānī (w. 561 H.)
Syekh Ibn ‘Athā’illāh (w. 709 H.)
Syekh Ibn Taimiyah (w. 728 H)
Syekh ‘Abd al-Raḥmān al-Lajā’ī (w. 599 H.)
Syekh ‘Abd al-Ḥamīd al-Anqūrī (abad 8 H)
Syekh Muḥammad al-Birgawī (w. 995 H)
 
Penerbit: Zaman

Ikhlas adalah Rahasia antara Allah dan hamba-Nya. Malaikat pencatat tidak mengetahui sedikit pun mengenainya untuk dapat dia tulis, setan tidak mengetahuinya hingga tak dapat dia rusak, nafsu pun tidak menyadarinya sehingga tak mampu dia pengaruhi.

Bila ikhlas adalah inti agama, mengapa banyak orang tak mengenalnya? Itu karena ikhlas adalah rahasia. Inilah yang diterangkan Syekh al-Lajā’ī dalam salah satu bab awal pada kitabnya, Syams al-Quthub.

 

6

Ikhlas sebagai Rahasia

[Syekh ‘Abd ar-Raḥmān al-Lajā’ī (w. 599 H.)]

 

Ketahuilah, amal adalah tubuh, sementara ikhlas adalah ruhnya. Setiap jasad tanpa ruh di dalamnya adalah bangkai, dan tentu akan dibuang. Barang siapa mengerjakan suatu amalan untuk Allah ‘azza wa jalla tanpa disertai ikhlas, ia laksana orang yang menghadiahkan mayat budak ke seorang penguasa demi mendapat ridanya. Jadilah hadiah itu sebagai penghinaan bagi sang penguasa. Ini berarti ia menyerahkan diri untuk mendapat siksa. Ikhlas adalah modal hamba, sedangkan amal adalah labanya. Jika ikhlas terkena cacat, laba dan modalnya akan melorot, dan si hamba pun menjadi pailit dan melarat.

Ikhlas adalah pemutaran. Kalau orang ‘Arab berkata: “si fulan mengikhlaskan cintanya kepada si fulan,” itu berarti orang itu memurnikan cintanya dan tidak mencampurnya dengan sesuatu yang lebih rendah dari cinta, yang dengannya cinta menjadi cacat. Contohnya, seorang lelaki menyukai seseorang. Lalu ia memintanya berkunjung agar ia bisa melihat wajahnya demi mengobati hatinya yang terbakar api cinta dan kerinduan untuk melihat wajahnya. Ia tidak mencampuri cinta dan kerinduannya itu dengan ketamakan terhadap sesuatu yang akan diperolehnya dari sang kekasih (ia hanya ingin melihat wajahnya, dan tidak mengharapkan hadiah yang dibawanya). Demikian pula hamba dalam mencintai Tuannya, kerinduan untuk melihat wajah-Nya membuatnya gelisah dan cintanya tidak tercampuri ketamakan terhadap seluruh nikmat surga yang akan diperolehnya selain melihat wajah-Nya. Ini cinta yang paling murni.

Ikhlas berarti terbebas dari washm (cela) dan ta‘līl (justifikasi, penafsiran). Washm adalah aib yang menodai amal dan tekad seperti bakung menodai madu. Bahkan ada yang mengatakan bahwa bagi pecinta “berharap” adalah aib. Saya akan menjelaskannya dengan amsal. Jika dua orang lelaki mengunjungi kekasih mereka, yang satu mengunjunginya karena rindu ingin melihat wajah kekasihnya tanpa maksud lain, sementara lelaki yang satu lagi mengunjungi kekasihnya untuk melihat wajah sang kekasih sekaligus ingin memperoleh pemberian yang mungkin dihadiahkan kepadanya. Tentu kunjungan kedua lelaki itu sangat berbeda. Yang pertama tulus dan sempurna, sedangkan yang kedua bernoda dan bercela.

Ini sifat-sifat ikhlas dalam maḥabbah (cinta). Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Manusia adalah tambang-tambang, seperti tambang-tambang besi dan perak.” Pada manusia ada kelompok-kelompok semisal tambang-tambang yang baik, entah dalam kemuliaan dan kebagusan akhlak, dalam ilmu dan kewarakan, atau dalam “rasa malu” dan jauh dari keburukan, dan sisi-sisi terpuji lainnya di dunia dan akhirat. Pada manusia juga ada kebalikan dari semua itu, dan itu yang lebih banyak. Jika pada manusia ada yang serupa tambang-tambang emas dan perak, maka pada mereka juga ada yang serupa tambang-tambang tembaga yang harganya tak sampai sedirham. Jika di bumi ada tambang emas dan tembaga yang setelah dimurnikan bisa digunakan untuk membuat perhiasan dunia model apa pun yang disukainya, maka tak jauh beda pada diri hamba pun ada berbagai tambang sumber dirham dan dinar setelah disaring dan dimurnikan, yakni amal saleh yang dengannya seorang hamba mencapai semua bagian yang diinginkannya dari Allah, berupa nikmat menetap di tempat abadi dan melihat Wajah-Nya Yang Maha Mulia dan tak terbayangkan, dan ini merupakan tambang terbaik. Inilah yang sebetulnya paling layak disebut tambang, karena ia merupakan tambang paling agung jika sudah dimurnikan ikhlas dari berbagai cela yang tersembunyi di dalamnya.

Ikhlas termasuk obat yang setiap kali dikenakan pada bagian yang sakit, pasti pulih kembali. Tetapi, ikhlas dibilang sedikit, hampir hilang, bahkan dikhawatirkan lenyap. Dalam satu ungkapan disebutkan: “Hal paling sedikit yang diturunkan dari langit ke bumi adalah ikhlas. Ia merupakan salah satu sirr (rahasia) Allah ta‘ālā yang Dia titipkan di hati orang yang telah dipastikan akan mendapat keistimewaan dan pertolongan.” Kesungguhan adalah pokok, dan ikhlas adalah cabangnya. Kadar keikhlasan seorang hamba sebanding dengan kadar kesungguhannya. Jika Allah ‘azza wa jalla menghendaki seorang hamba-Nya baik, Dia akan mendasari amal-amalnya dengan kesungguhan dan mencampurnya dengan keikhlasan, serta menjadikan pertemuan dengannya” Sebagai sesuatu yang paling dicintainya.

Semua amal yang tidak dibarengi ikhlas pasti akan dikembalikan kepada pelakunya, bahkan neraka lebih utama baginya. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah ungkapan: “Pada Hari Kiamat, Allah ‘azza wa jalla menghimpun amal-amal, entah yang bersih, yang kotor, pun yang murni, lalu Allah ta‘ālā berfirman: “Ambillah amal-amal – yang terbukti dilakukan hanya – untuk-Ku. Selebihnya lemparkan ke neraka.” Tidak seorang pun mengalami kesulitan: “mencari sesuatu yang hilang” yang lebih berat dari kesulitan yang dialami para pengamal dalam mencari ikhlas. Ikhlas serupa burung, sedikit sekali yang terjaring dalam jala. Jika ikhlas ibarat manusia, tak akan ada yang mengenalnya selain segelintir ahli ibadah. Tangan orang yang ikhlas mengetuk pintu khushūshiyyah, kakinya mendaki tangga ‘ināyah, harganya di hadapan Allah sangat tinggi, meski mata kasar melihatnya demikian hina. Allah ‘azza wa jalla tidak akan memuliakan seorang hamba di dunia dengan ikhlas tanpa menyediakan kehormatan dan kemuliaan yang dengannya ia dikenal pada Hari Kiamat.

Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang yang di dalam hatinya Dia jadikan ikhlas serta dadanya Dia taburi cahaya keyakinan, lalu mengokohkannya di dalam kubur saat ditanya, kemudian membangkitkannya dalam keadaan aman di Padang Maḥsyar. Dia sungguh penguasa itu semua dan sungguh Maha Kuasa melakukannya. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah Yang Maha Luhur nan Maha Agung.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *