BIOGRAFI IMAM NAWAWI
Beliau bernama Yahya ibn Syaraf ibn Murr ibn Hasan ibn Husein ibn Muhammad ibn Jum’at ibn Hizam. Beliau dikenal dengan nama Abu Zakariya, meskipun beliau tidak mempunyai anak yang bernama Zakariya, karena beliau tidak pernah menikah, sehingga beliau termasuk salah satu ulama yang tidak pernah menikah. Beliau dikenal dengan julukan Muhyiddin, meskipun beliau tidak senang dipanggil dengan nama itu, seperti yang diucapkan oleh beliau “Aku tidak senang dengan seorang yang menyebutku dengan nama “Muhyiddin.”
Beliau dikenal dengan sebutan Al-Hizami, dinisbatkan kepada kakeknya yang tertua, Hizam. Salah seorang kakek Imam Nawawi menyebutkan bahwa Hizam adalah nama ayah seorang sahabat, Hakim ibn Hizam ra, tetapi sebutan itu dibantah dan dikatakan salah. Beliau lahir di kota Nawa, bermazhab Syafi’i dan tinggal di kota Damaskus, Syiria,
Beliau dilahirkan pada 10 hari dipertengahan bulan Muharram. Tetapi ada yang mengatakan bahwa beliau dilahirkan pada 10 awal di bulan Muharram, tahun 631 H, di kota Nawa, Hauran, pinggiran kota Damaskus. Sejak kecil beliau dididik baik baik oleh ayahnya. Sejak diusia muda beliau telah belajar ilmu-ilmu agama, beliau hafal Al Qur’an setelah mencapai usia baligh. Karena kota Nawa tidak dapat mencukupi kebutuhan pendidikannya, maka ayahnya mengirimnya ke kota Damaskus pada tahun 649 H, ketika itu beliau berusia 19 tahun. Di sana beliau menimba ilmu-ilmu agama di madrasah Rowahiyah. Sejak muda beliau selalu giat menuntut ilmu ilmu agama sampai beliau menjadi seorang ulama.
Pada waktu itu beliau sudah dapat menghafal kitab At-Tanbih fi furu’isyafi’iyah, karya tulis Abu Ishaq Asy Syirazi dalam waktu empat setengah bulan. Dan pada itu juga beliau sudah hafal Rub’ul Ibadat, bagian dari kitab Al Muhodzdrob fil Furu’. Pada setiap harinya beliau mengajar dua belas kitab dan memberinya syarah serta komentar yang diperlukan, seperti dua kitab Al Wasith, kitab Al Muhadzdzab, kitab Al-Jam’uh Bainas Shahihaini, kitab Shahih Muslim, kitab Al-Lam’u karya tulis Syekh Ibn Jani, kitab ishlahul Mantiq, kitab Tasrif, kitab Ushul Fiqih, kitab Asmaur Rijal, kitab Ushuluddin.
Beliau selalu memberi komentar terhadap semua kitab demi untuk mempermudah pengertian dan keterangan dan sejumlah kitab. Allah memberinya keberkahan waktu sehingga dalam waktu singkat mampu mempelajari dan menulis beberapa kitab Islam.
Guru-gurunya
1. Dalam bidang fiqih dan ushulnya, beliau belajar dari Syekh Ishaq ibn Ahmad ibn Usman Al- Maqdisi, wafat pada tahun 650 H. Syekh Abdurrahman ibn Nuh ibn Muhammad Al-Maqdisi Ad- Dimsyiqi, wafat pada tahun 654 H. Syekh Sallar ibn Hasan Al Irbili Al-Halabi Ad-Dimsyiqi wafat pada tahun 670 H. Syekh Umar ibn Bandar ibn Umar At Taflisi As-Syafi’i wafat pada tahun 672 H. Syekh Abdurrahman ibn Ibrahim ibn Diya’ Al-Fazari, wafat pada tahun 690 H.
2. Dalam bidang hadits, Syekh Abdurrahman ibn Salim ibn Yahya Al Anbari, wafat pada tahun 661H, Syekh Abdul Aziz ibn Muhammad ibn Abdul Muhsin Al Anshari, wafat pada tahun 662 H, Syekh Khalid ibn Yusuf An-Nablisi wafat pada tahun 663 H, Syekh Ibrahim ibn Isa Al Muradi, wafat pada tahun 668 H. Syekh Ismail ibn Ishaq At Tanukhi, wafat pada tahun 672 H, Syekh Abdurrahman ibn Abi Umar Al Maqdisi, wafat pada tahun 682 H.
3. Dalam bidang Nahwu dan Bahasa Arab, Syekh Ahmad ibn Salim Al-Misri, wafat pada tahun 664 H, dan Syekh Al-Izzu Al Maliki.
Beliau berhasil menelurkan sejumlah ulama yang pernah berguru kepada beliau, di antaranya Sulaiman ibn Hilal Al Ja’fari, Ahmad ibn Faraj Al Asybili, Muhammad ibn Ibrahim ibn Sa’adullah ibn Jamaah, Ali ibn Ibrahim, dan Ibnu Athar, ia selalu bergaul dengannya sampai mengetahui (kitab) Muhtashar an Nawawi. Kemudian Syamsyuddin ibn Naqib, Syamsuddin ibn Ja’wan dan sejumlah ulama yang pernah dididik oleh Imam Nawawi.
Para ulama yang menulis otobiografi Imam Nawawi bersepakat bahwa beliau adalah tokoh yang zuhud, wara, menegakkan amar ma’ruf, mencegah kemungkaran dan suka memberi nasihat kepada para penguasa.
Beliau pernah belajar di madrasah Al-Iqbaliyah, Al-Falaqiyah, Ar-Rukniyah, punya pengikut Imam Syafi’i untuk mewakili Syekh Syamsu Ahmad ibn Khalikhan, wafat pada tahun 681 H. Kemudian beliau menduduki gelar guru di Darul Hadits Al Asyrafiyah setelah wafatnya Abu Syamah Abdurahman ibn Ismail yang wafat pada tahun 665 H, sampai akhir hidup beliau pada tahun 676 H.
Karya-karya tulis Imam Nawawi:
1. Beliau menelurkan berbagai karya ilmiah dan karya-karyanya terkenal sangat jelas, mudah dimengerti, enak dibaca. Jika karya-karyanya diteliti baik-baik, maka semuanya lengkap dan teliti, jika beliau menulis singkat, maka karya tulisnya menonjol dan menakjubkan para pembacanya. Diantara karya tulisnya di bidang hadits dan ilmu-ilmunya: Syarah Shahih Muslim, Al Adzkar, Al Arba’un Nawawi, Al-Isyarat ila Bayanil Al Asmaul Al Mubhamat, At-Taqrib, Irsyadu Tulaabil haqaaiqi ilaa Ma’rifati Sunani Khairil Kholaiqi, Syarah Shahih Bukhari, Syarah Sunan Abi Dawud, Riyadhus Shalihin Min Kalamun Sayyidil Mursalin (kitab ini adalah salah satu di antara salah satu dari syarah kitab tersebut).
2. Di bidang fikih: Raudhatut Tholibin wa ‘Umdatul Muftin, Al Majmu Syarah Al Muhadzdzab.
Imam Nawawi mengikuti akidah Al-Asy’ariyah. Beliau banyak menerangkan akidah ini dalam kitab Syarah Shahih Muslim. Di dalamnya beliau menerangkan tentang hadis-hadits yang berkenaan tentang sifat Allah swt.
Setelah dua puluh delapan tahun menetap di kota Damaskus, beliau pergi ke Baitul Maqdis kemudian pulang kembali ke negerinya di kota Nawa. Tidak lama dari kembalinya beliau sakit di rumah ayahnya, dan beliau wafat pada tanggal dua puluh empat bulan Rajab tahun 676 H. Beliau dimakamkan di kota itu juga. Semoga beliau mendapat sebaik-baiknya pahala dan di tempatkan di surga firdaus yang tertinggi.
Karya-karya tulis yang menyebutkan otobiografi Imam Nawawi:
Banyak ulama yang menulis otobiografi Imam Nawawi secara terperinci, di antaranya:
2. Kitab Al-Manhalul ‘Adzbi Ar Rowi fii Tarjamatil Imam Nawawi, karya tulis Syekh Muhammad ibn Abdurahman As Sakhawi;
3. Al-Minhaajus Sawiyyi fii Tarjamatil Imam An-Nawawi, karya tulis Syekh Jalaludin As-Suyuti.
بسم الله الرحمن الرحيم
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
(1) Bab Ikhlas dan Menghadirkan Niat dalam Segala Perbuatan dan Tutur Kata yang Terang Maupun yang Tersembunyi.
Ikhlas adalah melakukan perbuatan semata hanya karena Allah, bukan karena yang lain, dan hanya ikhlas itulah satu-satunya syarat untuk diterimanya suatu perbuatan, ikhlas ada empat macam. Allah berfirman “Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya mereka menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan supaya mendirikan salat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Allah berfirman: “Daging daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridhaan Allah tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Haj: 37)
Allah berfirman “Katakanlah: “Jika kamu menyembunyikan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui” (QS. Ali Imran. 29)
وعن أمير الْمُؤْمنين أبي حفص عمر بن الخطاب بن نفيل بن عبد العزى بن رياح بن عبد الله بن قرط بن رزاح بن عدي بن كعب بن لؤي بن غالب القرشي العدوي ، قال سمعت رسول الله ﷺ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بالنّيات، وإنما لكل امرىء ما نوى، فمن كانت هجرتهُ إلى الله ورسوله، فهجرته إلى الله وَرَسُولِهِ، وَمَن كانت هجرتهُ لدُّنْيَا يُصيبها، أَوْ امْرَأَةٍ ينكحها، فهجرته إلى ما هاجر إليه. (متفق على صحته).
1). Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar ibn Khaththab ibn Nufail ibn Abdul Uzza ibn Riyah ibn Abdullah ibn Qurth ibn Razah ibn ‘Addy ibn Ka’ab ibn Luayyi ibn Ghalib Al-Quraisy Al-Adawi r.a., ia ber kata: “Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya semua amal itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya apa yang diperoleh oleh seseorang adalah sesuai dengan apa yang diniatkannya. Siapa yang hijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu akan diterima oleh Allah dan Rasul-Nya, dan siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang akan dinikahinya maka hijrahnya itu hanya memperoleh apa yang diniatkannya dalam hijrahnya itu.” Muttafaq alaih (HR. Bukhari: 1 dan Muslim: 1908)
Diriwayatkan oleh dua orang imam ahli Hadits yaitu Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Almughirah ibn Bardzibah Al Ju’fi Al-Bukhari, dan Abul Husain Muslim ibn Alhajjaj ibn Muslim Al Qusyairi An Naisaburi ra dalam kedua kitabnya masing masing.