Sunan Tirmidzi 13 – Rukhshah Kencing Berdiri

Dari Kitab:
Sunan Tirmidzi
Oleh: Abū ‘Īsá Muḥammad ibn ‛Īsá as-Sulamī aḍ-Ḍarīr al-Būghī at-Tirmidhī

سنن الترمذي٣١: حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ عَنِ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِيْ وَائِلٍ عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَتَى سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ عَلَيْهَا قَائِمًا فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوْءٍ فَذَهَبْتُ لِأَتَأَخَّرَ عَنْهُ فَدَعَانِيْ حَتَّى كُنْتُ عِنْدَ عَقِبَيْهِ فَتَوَضَّأَ وَ مَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ. قَالَ أَبُوْ عِيْسَى و سَمِعْتُ الْجَارُوْدَ يَقُوْلُ سَمِعْتُ وَكِيْعًا يُحَدِّثُ بِهذَا الْحَدِيْثِ عَنِ الْأَعْمَشِ ثُمَّ قَالَ وَكِيْعٌ هذَا أَصَحُّ حَدِيْثٍ رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي الْمَسْحِ و سَمِعْتُ أَبَا عَمَّارٍ الْحُسَيْنَ بْنَ حُرَيْثٍ يَقُوْلُ سَمِعْتُ وَكِيْعًا فَذَكَرَ نَحْوَهُ قَالَ أَبُوْ عِيْسَى وَ هكَذَا رَوَى مَنْصُوْرٌ وَ عُبَيْدَةُ الضَّبِّيُّ عَنْ أَبِيْ وَائِلٍ عَنْ حُذَيْفَةَ مِثْلَ رِوَايَةِ الْأَعْمَشِ وَ رَوَى حَمَّادُ بْنُ أَبِيْ سُلَيْمَانَ وَ عَاصِمُ بْنُ بَهْدَلَةَ عَنْ أَبِيْ وَائِلٍ عَنِ الْمُغِيْرَةِ بْنِ شُعْبَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ حَدِيْثُ أَبِيْ وَائِلٍ عَنْ حُذَيْفَةَ أَصَحُّ وَ قَدْ رَخَّصَ قَوْمٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ فِي الْبَوْلِ قَائِمًا قَالَ أَبُوْ عِيْسَى وَ عَبِيْدَةُ بْنُ عَمْرٍو السَّلْمَانِيُّ رَوَى عَنْهُ إِبْرَاهِيْمُ النَّخَعِيُّ وَ عَبِيْدَةُ مِنْ كِبَارِ التَّابِعِيْنَ يُرْوَى عَنْ عَبِيْدَةَ أَنَّهُ قَالَ أَسْلَمْتُ قَبْلَ وَفَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِسَنَتَيْنِ وَ عُبَيْدَةُ الضَّبِّيُّ صَاحِبُ إِبْرَاهِيْمَ هُوَ عُبَيْدَةُ بْنُ مُعَتِّبٍ الضَّبِّيُّ وَ يُكْنَى أَبَا عَبْدِ الْكَرِيْمِ.

Sunan Tirmidzī: 13. Telah menceritakan kepada kami [Hannād] berkata: Telah menceritakan kepada kami [Wakī‘] dari [al-A‘masy] dari [Abū Wā’il] dari [Ḥudzaifah] berkata: “Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi tempat pembuangan sampah suatu kaum, lalu beliau kencing sambil berdiri. Aku pergi agar menjauh dari beliau, namun beliau justru memanggilku hingga aku berada di sisinya, kemudian beliau berwudhu’ dan mengusap khufnya.” Abū ‘Īsā berkata: “Aku mendengar [al-Jārūd] berkata: “Aku mendengar [Wakī‘] menceritakan hadits ini dari [al-A‘masy], setelah itu Wakī‘ berkata: “Ini adalah hadits yang paling Shaḥīḥ yang diriwayatkan dari Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam tentang mengusap khuf. Dan aku juga mendengar Abū ‘Ammār al-Ḥusain bin Ḥuraib berkata: “Aku mendengar Wakī‘, lalu ia menyebutkan seperti itu.” Abū ‘Īsā berkata: “Seperti inilah [Manshūr] dan [‘Ubaidah adh-Dhabbī] meriwayatkan dari [Abū Wā’il] dari [Ḥudzaifah], sebagaimana riwayat al-A‘masy.” [Ḥammād bin Abī Sulaimān] dan [‘Āshim bin Bahdālah] juga meriwayatkan dari [Abū Wā’il], dari [al-Mughīrah bin Syu‘bah], dari Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam.” Sedangkan hadits Abū Wā’il dari Ḥudzaifah adalah hadits yang paling Shaḥīḥ. Sebagian ahlu ilmu telah memberi keringanan kencing sambil berdiri (11). Abū ‘Īsā berkata: “Ibrāhīm an-Nakha‘ī telah meriwayatkan dari ‘Abīdah bin ‘Amru as-Salmānī, dan ‘Abīdah adalah termasuk ulama Tābi‘īn senior.” Diriwayatkan bahwa ‘Abīdah pernah berkata: “Aku masuk Islam dua tahun sebelum wafatnya Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam.” Sedangkan ‘Ubaidah adh-Dhabbī adalah sahabat Ibrāhīm, yaitu ‘Ubaidah bin Mu‘attib adh-Dhabbī, yang dijuluki dengan Abū ‘Abd-il-Karīm.”

Derajat: Syaikh al-Albani: Shaḥīḥ.

Pembanding: SB: 196, 350; SM: 402, 405; SN: 123; SIM: 537; MA: 22157.

Catatan:

  1. (1).Para ulama menghukumi kencing dengan cara berdiri sebagai perbuatan yang makruh selama tidak ada uzur (kendala). Sehingga pelakunya tidak sampai terkena dosa, meski perbuatan itu sebaiknya tetap dihindari. Hukum makruh ini akan hilang tatkala seseorang memiliki uzur, seperti terdapat penyakit atau luka yang menyebabkan dirinya terasa berat (masyaqqah) ketika kencing dilakukan dengan duduk. Perincian hukum demikian, seperti yang dijelaskan oleh Syekh Sulaiman al-Bujairami:

    ويكره أن يبول قائما من غير عذر لما روي عن عمر رضي الله عنه أنه قال : ما بلت قائما منذ أسلمت ، ولا يكره ذلك للعذر لما روى {النبي صلى الله عليه وسلم أتى سباطة قوم فبال قائما لعذر}

    “Makruh kencing dengan berdiri tanpa adanya uzur, hal ini berdasarkan perkataan Sahabat Umar radliyallahu ‘anhu: ‘Aku tidak pernah kencing dengan berdiri sejak aku masuk Islam’. Namun kencing dengan berdiri tidak dimakruhkan tatkala terdapat uzur, berdasarkan hadits ‘Nabi Muhammad mendatangi tempat pembuangan kotoran (milik) sekelompok kaum, lalu kencing dengan berdiri karena adanya uzur,” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairami ala al-Khatib, juz 2, hal. 158). Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/108823/hukum-kencing-dengan-berdiri

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *