Hati Senang

Sunan Darimi 140 s.d 144 – Keterhati-hatian Dalam Berfatwa (3/4)

140 . أَخْبَرَنَا مَخْلَدُ بْنُ مَالِكٍ، أَخْبَرَنَا النَّضْرُ بْنُ شُمَيْلٍ، عَنِ ابْنِ عَوْنٍ، عَنِ ابْنِ سِيْرِيْنَ، قَالَ كَانُوْا يَرَوْنَ أَنَّهُ عَلَى الطَّرِيْقِ مَا كَانَ عَلَى الْأَثَرِ.

Sunan ad-Dārimī 140. Telah mengabarkan kepada kami [Makhlad bin Khālid bin Mālik] telah mengabarkan kepada kami [an-Nadhr bin Syumail] dari [Ibnu ‘Aun] dari [Ibnu Sīrīn] ia berkata: “Orang-orang (kawanku) menganggap seseorang berada dalam kebenaran selama ia berada di atsar (menegakkan sunnah Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam)”.

Derajat: Ḥusain Sālim Asad ad-Dāranī: Isnādnya Shaḥīḥ.

Dan Syaikh al-Albānī: Shaḥīḥ.

Pembanding: SD: 141.

141 . أَخْبَرَنَا يُوْسُفُ بْنُ مُوْسَى، حَدَّثَنَا أَزْهَرُ، عَنِ ابْنِ عَوْنٍ، عَنِ ابْنِ سِيْرِيْنَ، قَالَ مَا دَامَ عَلَى الْأَثَرِ فَهُوَ عَلَى الطَّرِيْقِ.

Sunan ad-Dārimī 141. Telah mengabarkan kepada kami [Yūsuf bin Mūsā] telah menceritakan kepada kami [Azhar] dari [Ibnu ‘Aun] dari [Ibnu Sīrīn] ia berkata: “Selama seseorang di rel atsar, berarti ia berada di atas jalur yang benar”.

Derajat: Ḥusain Sālim Asad ad-Dāranī: Isnādnya Shaḥīḥ.

Dan Syaikh al-Albānī: Shaḥīḥ.

Pembanding: Tidak ditemukan.

142 . أَخْبَرَنَا أَبُو الْمُغِيْرَةِ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِيْ كَثِيْرٍ، عَنْ أَبِيْ، قِلَابَةَ قَالَ قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْعُوْدٍ تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ قَبْلَ أَنْ يُقْبَضَ، وَ قَبْضُهُ أَنْ يَذْهَبَ أَهْلُهُ أَلَا وَ إِيَّاكُمْ وَ التَّنَطُّعَ وَ التَّعَمُّقَ وَ الْبِدَعَ وَ عَلَيْكُمْ بِالْعَتِيْقِ.

Sunan ad-Dārimī 142. Telah mengabarkan kepada kami [Abū-l-Mughīrah] telah menceritakan kepada kami [al-Auzā‘ī] dari [Yaḥyā bin Abī Katsīr] dari [Abū Qilābah] ia berkata: [‘Abdullāh bin Mas‘ūd] radhiyallāhu ‘anhu berkata: “Pelajarilah ‘ilmu sebelum ia dicabut. Dan, dicabutnya ‘ilmu dengan cara ‘ulamā’ diwafatkan. Oleh karena itu, tinggalkanlah bid‘ah, bersilat lidah dan sikap sering mengada-ada dan melampui batas hingga persoalan menjadi rumit. Dan, berpegang teguhlah kepada sesuatu yang kuno, yaitu sunnah dan atsar (ucapan sahabat)”.

Derajat: Ḥusain Sālim Asad ad-Dāranī: Munqathi‘, Perawinya Tsiqah.

Dan Syaikh al-Albānī: Shaḥīḥ.

Pembanding: SIM: 224; SD: 143, 329.

143 . حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، وَ أَبُو النُّعْمَانِ، عَنْ حَمَّادِ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَيُّوْبَ، عَنْ أَبِيْ قِلَابَةَ قَالَ قَالَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ عَلَيْكُمْ بِالْعِلْمِ قَبْلَ أَنْ يُقْبَضَ، وَ قَبْضُهُ أَنْ يُذْهَبَ بِأَصْحَابِهِ عَلَيْكُمْ بِالْعِلْمِ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَا يَدْرِيْ مَتَى يُفْتَقَرُ إِلَيْهِ أَوْ يُفْتَقَرُ إِلَى مَا عِنْدَهُ إِنَّكُمْ سَتَجِدُوْنَ أَقْوَامًا يَزْعُمُوْنَ أَنَّهُمْ يَدْعُوْنَكُمْ إِلَى كِتَابِ اللهِ وَ قَدْ نَبَذُوْهُ وَرَاءَ ظُهُوْرِهِمْ فَعَلَيْكُمْ بِالْعِلْمِ وَ إِيَّاكُمْ وَ التَّبَدُّعَ وَ إِيَّاكُمْ وَ التَّنَطُّعَ وَ إِيَّاكُمْ وَ التَّعَمُّقَ وَ عَلَيْكُمْ بِالْعَتِيْقِ.

Sunan ad-Dārimī 143. Telah mengabarkan kepada kami [Sulaimān bin Ḥarb] dan [Abū-n-Nu‘mān] dari [Ḥammād bin Zaid] dari [Ayyūb] dari [Abū Qilābah] ia berkata; [Ibnu Mas‘ūd] pernah berkata: “Hendaklah kalian mempelajari ‘ilmu sebelum dicabut. Dan, dicabutnya ‘ilmu dengan cara meninggalnya ‘ulamā’. Hendaklah kalian menjadikan ‘ilmu sebagai perbekalan, sebab salah seorang di antara kalian tidak pernah tahu, kapan ia membutuhkannya. Sesungguhnya kalian akan menemui satu komunitas yang mengklaim diri mereka mengajak kalian kepada al Qur’ān, padahal mereka telah meletakkan al Qur’ān di belakang punggung mereka (meninggalkan al-Qur’ān). Karena itu, bekalilah kalian semua dengan ‘ilmu. Tinggalkanlah bid‘ah, bersilat lidah dan sikap sering mengada-adadan melampui batas hingga masalah menjadi rumit. Dan, berpegang teguhlah kepada sunnah dan atsar”.

Derajat: Ḥusain Sālim Asad ad-Dāranī: Isnādnya Dha‘īf.

Dan Syaikh al-Albānī: Shaḥīḥ.

Pembanding: SIM: 224.

144 . أَخْبَرَنَا أَبُو النُّعْمَانِ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، حَدَّثَنَا يَزِيْدُ بْنُ حَازِمٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ، أَنَّ رَجُلًا، يُقَالُ لَهُ صَبِيْغٌ قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ فَجَعَلَ يَسْأَلُ عَنْ مُتَشَابِهِ الْقُرْآنِ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِ عُمَرُ وَ قَدْ أَعَدَّ لَهُ عَرَاجِيْنَ النَّخْلِ فَقَالَ مَنْ أَنْتَ قَالَ أَنَا عَبْدُ اللهِ صَبِيْغٌ فَأَخَذَ عُمَرُ عُرْجُوْنًا مِنْ تِلْكَ الْعَرَاجِيْنِ فَضَرَبَهُ وَ قَالَ أَنَا عَبْدُ اللهِ عُمَرُ فَجَعَلَ لَهُ ضَرْبًا حَتَّى دَمِيَ رَأْسُهُ فَقَالَ يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ حَسْبُكَ قَدْ ذَهَبَ الَّذِيْ كُنْتُ أَجِدُ فِيْ رَأْسِيْ.

Sunan ad-Dārimī 144. Telah mengabarkan kepada kami [Abū-n-Nu‘mān] telah menceritakan kepada kami [Ḥammād bin Zaid] telah menceritakan kepada kami [Yazīd bin Ḥāzim] dari [Sulaimān bin Yasār]: “Ada seseorang yang bernama Shabīgh datang mengunjungi kota Madīnah, ia bertanya tentang ayat-ayat mutasyābih-(yaitu ayat” yg maknanya samar-ed.) dalam al-Qur’ān, lalu ‘Umar radhiyallāhu ‘anhu mengutus (seseorang) untuk memanggilnya, dan ia telah menyiapkan sepucuk pelepah kurma, selanjutnya ia bertanya: “siapakah kamu?” ia pun menjawab: “aku ‘Abdullāh Shabīgh” kemudian [‘Umar] radhiyallāhu ‘anhu mengambil pelepah kurma dan memukulkannya dan berkata: “Aku hamba Allah yang bernama ‘Umar”. ‘Umar terus memukulnya hingga kepala Shabīgh berdarah. Setelah itu, Shabīgh berkata: “Wahai Amīr-ul-mu’minīn, cukup. telah hilang apa yang semula berada dalam kepalaku (pertanyaan tentang ayat mutasyābih)”.

Derajat: Ḥusain Sālim Asad ad-Dāranī: Munqathi‘, Perawinya Tsiqah.

Dan Syaikh al-Albānī: Shaḥīḥ.

Pembanding: Tidak ditemukan.

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.