Hati Senang

Sunan Daraquthni 4 – Hukum Air yang Terkena Najis (4/41)

سُنَنُ الدَّارَقُطْنِيِّ
SUNAN AD-DĀRAQUTHNĪ
Oleh: Imam al-Hafizh ‘Ali bin ‘Umar ad-Daraquthni


Penerjemah: Amir Hamzah Fachrudin, Asep Saefullah, Hanif Yahya.
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

1 – 4 – حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنُ الْعَبَّاسِ بْنِ مُحَمَّدٍ الْوَرَّاقُ، نا مُحَمَّدُ بْنُ حَسَّانَ الْأَزْرَقُ ح وَ نا عُثْمَانُ بْنُ إِسْمَاعِيْلَ بْنِ بَكْرِ السُّكَّرِيُّ، نا يَعِيْشُ بْنُ الْجَهْمِ بِالْحَدِيْثَةِ، قَالَا نا أَبُوْ أُسَامَةِ نا الْوَلِيْدُ بْنُ كَثِيْرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبَّادِ بْنِ جَعْفَرٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ: سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنِ الْمَاءِ وَ مَا يَنُوْبُهُ مِنَ الدَّوَابِّ وَ السِّبَاعِ. وَ قَالَ يَعِيْشُ بْنُ الْجَهْمِ: مِنَ السِّبَاعِ وَ الدَّوَابِّ. فَقَالَ: إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يُنَجِّسْهُ شَيْءٌ
1-4. Ismā‘īl bin al-‘Abbās bin Muḥammad al-Warrāq menceritakan kepada kami, Muḥammad bin Ḥassān al-Azraq mengabarkan kepada kami {h}, ‘Utsmān bin Ismā‘īl bin Bakr as-Sukkarī mengabarkan kepada kami, Ya‘īsy bin al-Jahm mengabarkan kepada kami di Ḥadītsah, (71) keduanya mengatakan: Abū Usāmah mengabarkan kepada kami, al-Walīd bin Katsīr menceritakan kepada kami, dari Muḥammad bin ‘Abbād, dari ‘Abdullāh bin ‘Abdillāh bin ‘Umar, dari ayahnya, ia mengatakan: “Rasūlullāh s.a.w. ditanya tentang air yang disinggahi oleh binatang ternak dan binatang buas, – Ya‘īsy bin al-Jahm menyebutkan dengan redaksi: binatang buas dan binatang ternak, – maka beliau menjawab: “Jika airnya mencapai dua qullah maka tidak dinajiskan oleh sesuatu pun.” (82).

Catatan:

  1. 7. Haditsah adalah nama sebuah tempat. Disebutkan di dalam al-Mishbāḥ: Haditsah al-Maushil, yaitu suatu negeri di dekat Maushil di arah selatan pada pinggiran sungai Dajlah bagian tenggara. Sedangkan Haditsah al-Furat, adalah, adalah suatu negeri yang terletak beberapa farsakh dari Anbar yang dikelilingi oleh sungai Furat.
  2. 8. Lihat keterangan yang lalu. Catatan: Dalam naskah ‘Arabnya disebutkan dengan istilah “As-Sābiq (yang lalu), pen-taḥqīq sering mencantumkannya pada catatan kaki, namun tidak menunjuk secara jelas keterangan mana yang dimaksud, kemungkinannya adalah keterangan serupa dari hadits yang serupa, sehingga itu bisa terdapat pada catatan kaki yang sebelumnya, atau yang telah lalu pada hadits yang senada redaksinya atau sama sanad-nya. Untuk itu tidak diterjemahkan dengan ibid, akan tetapi dengan “lihat keterangan yang lalu”. Sebagai contoh pada catatan kaki ini, kemungkinan yang dimaksud adalah keterangan yang telah dipaparkan pada catatan kaki untuk hadits no. 1.
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.