Hati Senang

Shahih Ibnu Hibban no.30 s.d 32 – Pasal : Dalil-Dalil Lain Terkait Bahaya Berdusta Atas Nama Nabi S.A.W (Sebuah Kritik Untuk Para Pseudo-Sufi)

Shahih Ibnu Hibban
(Judul Asli: Shaḥīḥu Ibni Ḥibbān bi Tartībi Ibni Balbān)
Oleh: Amri ‘Ala’uddin ‘Ali bin Balban al-Farisi


Penerjemah: Mujahidin Muhayan, Saiful Rahman Barito
Penerbit: Pustakan Azzam

Khabar Lain yang Menunjukkan Kebenaran Pendapat Kita

Hadits Nomor: 30

رقم الحديث: 03

(حديث مرفوع) أَخْبَرَنَا ابْنُ زُهِيَرٍ بِتُسْتَرَ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ إِشْكَابٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَفْصٍ الْمَدَائِنِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمنِ، عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ، عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: ” كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا، أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ.”

  1. Ibnu Zuhair di Tustar mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muḥammad bin Ḥusain bin Isykāb menceritakan kepada kami, dia berkata: ‘Alī bin Ḥafzh al-Madā’inī menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu‘bah menceritakan, dari Khubaib bin ‘Abd-ur-Raḥmān, dari Ḥafsh bin ‘Āshim, dari Abū Hurairah, dia berkata: Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Cukuplah (dianggap) dosa bagi seseorang apabila dia menceritakan semua (bi kulli) (242[efn_note](242). Dalam al-Iḥsān: “Kulla”. Dan yang ditetapkan di sini berasal dari at-Taqāsimu wal-Anwā’ (II/lembaran 231).[/efn_note]) apa yang didengarnya.” (243[efn_note](243). Sanad-nya shaḥīḥ berdasarkan syarat shaḥīḥ. Diriwayatkan oleh Muslim (5) dalam Mukaddimah Shaḥīḥ-nya dari ‘Alī bin Ḥafsh, Mu‘ādz al-‘Anbarī, dan ‘Abd-ur-Raḥmān bin Mahdī; Abū Dāūd (4992) dari ‘Alī bin Ḥafsh; Ibnu Abī Syaibah (VIII/595) dari Abū Usāmah; dan al-Ḥakīm (I/112) dari ‘Alī bin Ja‘far al-Madā’inī. Kelimanya berkata: Syu‘bah menceritakan kepada kami, dengan sanad ini.Hadits ini dinilai mursal oleh Ḥafsh bin ‘Umar, Ādam bin Abī Ayyās, dan Sulaimān bin Ḥarb. Mereka berkata: Syu‘bah menceritakan kepada kami, dari Khubāb bin ‘Abd-ir-Raḥmān, dari Ḥafsh bin ‘Āshim, dari Nabi s.a.w. Diriwayatkan oleh Abū Dāūd (4992), al-Ḥakīm (I/112), dan al-Qudhā’ī (1416). Tapi pe-mursal-an mereka tidak membahayakan. Sebab, penyambungan (maushūl) adalah tambahan dan orang-orang tsiqah yang diterima.

    Hadits ini memiliki syāhid dari hadits Abū Umāmah yang diriwayatkan oleh al-Ḥakīm (II/2120). Dan sanad-nya ḥasan dengan dukungan hadits-hadits lainnya.[/efn_note])

Hadits Nomor: 31

رقم الحديث: 13

(حديث مرفوع) أَخْبَرَنَا أَبُوْ خَلِيْفَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيْدِ، قَالَ: حَدَّثَنَا لَيْثُ بْنُ سَعْدٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ، قَالَ: “مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ.”

  1. Abū Khalīfah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abul-Walīd menceritakan kepada kami, dia berkata: Laits bin Sa‘d menceritakan kepada kami, dari az-Zuhr, dari Anas bin Mālik, bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya dari neraka.” (244[efn_note](244). Sanad-nya shaḥīḥ berdasarkan syarat al-Bukhārī dan Muslim. Diriwayatkan oleh Aḥmad (III/223) dari Isḥāq, dan oleh Ibnu Mājah (32) dalam Mukaddimah, dari Muḥammad bin Rumḥ. Keduanya dari Laits bin Sa‘d, dengan sanad ini.Diriwayatkan oleh Ibnu Abī Syaibah (VIII/763), Aḥmad (III/116, 166, dan 176), putra Aḥmad dalam az-Zawā’id (III/278), dan ad-Dārimī (I/77), melalui beberapa jalur dari Sulaimān at-Taimī, dari Anas.

    Diriwayatkan oleh Aḥmad (III/203 dan 209), putranya (III/278), dan ad-Dārimī (I/77), melalui beberapa jalan dari Ḥammād bin Abī Sulaimān, dari Anas.

    Diriwayatkan oleh Aḥmad (III/98), dan Muslim (2) dalam Mukaddimah, melalui beberapa jalan dari ‘Abd-ul-‘Azīz bin Shuhaib, dari Anas.

    Melalui jalan-jalan lain dari Anas, diriwayatkan oleh Ibnu Abī Syaibah (VIII/759), Aḥmad (III/113,172, 209, dan 280), putranya dalam az-Zawā’id ‘alal-Musnad (III/278 dan 279), dan ad-Dārimī (I/76 dan 77).

    Hadits ini telah disebutkan pada nomor (28) dari hadits Abū Hurairah. Dan dalam takhrīj-nya di sana, saya telah menyebutkan siapa saja yang meriwayatkannya dari kalangan sahabat.[/efn_note]).

Hadits Nomor: 32

رقم الحديث: 23

(حديث مرفوع) أَخْبَرَنَا ابْنُ قُتَيْبَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى، قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنِيْ مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ رَبِيْعَةَ بْنِ يَزِيْدَ، عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ، يَقُوْلُ: “إِنَّ مِنْ أَعْظَمِ الْفِرْيَةِ ثَلَاثًا، أَنْ يَفْرِيَ الرَّجُلُ عَلَى نَفْسِهِ، يَقُوْلُ: رَأَيْتُ، وَ لَمْ يَرَ شَيْئًا فِي الْمَنَامِ، أَوْ يَتَقَوَّلَ الرَّجُلُ عَلَى وَالِدَيْهِ، فَيُدْعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيْهِ، أَوْ يَقُوْلَ: سَمِعَ مِنِّيْ، وَ لَمْ يَسْمَعْ مِنِّيْ.”

  1. Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ḥarmalah bin Yaḥyā menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu‘āwiyah bin Shāliḥ menceritakan kepada kami, dari Rabī‘ah bin Yazīd, dari Wātsilah bin al-Asqa’, dia berkata: Aku mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya di antara kebohongan yang paling bohong adalah (inna min a‘zham-il-firyah) (245[efn_note](245). Dalam riwayat al-Bukhārī: “inna min a‘zham-il-firā”. Dan firā adalah jama‘ firyah, yaitu kebohongan dan kedustaan. Kamu mengatakan: Farā – dengan fatḥah rā’fulān kadzā, apabila Fulan membuat-buat kebohongan.[/efn_note]) – (diucapkan beliau) tiga kali – adalah seorang laki-laki berbohong atas dirinya sendiri. Dia berkata: “Aku telah bermimpi,” padahal dia tidak bermimpi apa pun dalam tidur. Atau seorang laki-laki yang membuat-buat kebohongan atas kedua orang tuanya, sehingga dia dinisbatkan kepada selain bapaknya. Atau dia mengatakan bahwa dia telah mendengar dariku, padahal dia tidak mendengar dariku.” (246[efn_note](246). Sanad-nya kuat. Para periwayatnya adalah para periwayat ash-Shaḥīḥ. Hanya saja, tentang Mu‘āwiyah bin Shāliḥ – dan dia adalah Ibnu Ḥudair al-Hadhramī – , terdapat pembicaraan yang menjatuhkannya dan derajat shaḥīḥ. Dan hadits ini juga diriwayatkan dari selainnya.Diriwayatkan oleh Aḥmad (III/490 dan 491) dan ath-Thabrānī dalam al-Kabīr (XXII/164), melalui beberapa jalur dari Mu‘āwiyah bin Shāliḥ, dengan sanad ini. Al-Ḥākim (IV/398) menganggapnya shaḥīḥ, dan adz-Dzahabī menyepakatinya.

    Diriwayatkan oleh Aḥmad (IV/106), al-Bukhārī (3509) dalam kitab Kemuliaan-kemuliaan, dan ath-Thabrānī dalam al-Kabīr (XXII/171-180), melalui beberapa jalur dari Harīz bin ‘Utsmān, dari ‘Abd-ul-Wāḥid bin ‘Abdullāh an-Nashrī, dari Wātsilah bin al-Asqā’.

    Diriwayatkan oleh Aḥmad (IV/107), melalui Sa‘īd bin Ayyūb, dari Muḥammad bin ‘Ajlān, dari Nadhr bin ‘Abd-ur-Raḥmān bin ‘Abdullāh, dari Wātsilah.

    Diriwayatkan oleh asy-Syāfi‘ī dalam ar-Risālah (1090) melalui ‘Abd-ul-‘Azīz bin Muḥammad ad-Dārawardī, dari Muḥammad bin ‘Ajlān, dari ‘Abd-ul-Wahhāb bin Bukhr, dari ‘Abd-ul-Wāḥid an-Nashrī, dari Wātsilah bin al-Asqā’.

    Dalam hadits ini terdapat pengharaman untuk menafikan diri dari nasab yang dikenal dan mengklaim nasab lainnya. Muslim (61) meriwayatkan dari hadits Abū Dzarr: “Dan siapa mengklaim sesuatu yang bukan miliknya, maka dia tidak termasuk golongan kami.” Dari riwayat ini, Al-Ḥāfizh Ibnu Ḥajar mengambil pengharaman untuk mengklaim sesuatu yang bukan milik pengklaim. Termasuk di dalamnya seluruh klaim-klaim batil, berupa harta, ilmu, studi, nasab, kondisi, keshalihan, nikmat, kesetiaan, dan selain itu. Dan pengharaman bertambah dengan bertambahnya kerusakan yang diakibatkan oleh hal itu.[/efn_note]).

Laman Terkait

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.