Larangan bagi Seseorang untuk Berbicara tentang Perkara-perkara Kaum Muslim, dengan Sesuatu yang Tidak Diizinkan oleh Allah dan Rasul-Nya
رقم الحديث: 62
(حديث مرفوع) أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيْهِ، أَنَّ رَجُلًا أَوْصَى بِوَصَايَا أَبَّرَهَا فِيْ مَالِهِ، فَذَهَبْتُ إِلَى الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ أَسْتَشِيْرُهُ، فَقَالَ الْقَاسِمُ سَمِعْتُ عَائِشَةَ، تَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: “مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ، فَهُوَ رَدٌّ.”
Redaksi hadits ini tanpa cerita sebelumnya diriwayatkan oleh ath-Thayālisī (1422). Dan melalui ath-Thayālisī, diriwayatkan oleh Abū ‘Awānah (IV/17), dari Ibrāhīm bin Sa‘d, dengan sanad ini.
Diriwayatkan oleh Aḥmad (VI/240 dan 270); al-Bukhārī (2697) dalam kitab Perdamaian, bab Apabila mereka sepakat untuk berdamai dengan kezhaliman maka perdamaian tersebut batal; Muslim (1718, 17) dalam kitab Kasus-kasus, bab Penghapusan hukum-hukum yang batal dan penolalan perkara-perkara yang diada-adakan; Abū Dāūd (4606) dalam kitab Sunnah, bab Menetapi Sunnah; Ibnu Mājah (14) dalam Mukaddimah, bab Mengagungkan hadits Rasūlullāh s.a.w. dan kecaman bagi orang yang menentangnya; ad-Dāruquthnī (IV/224, 225, dan 227); al-Baihaqī dalam as-Sunan (X/119); al-Qudhā’ī dalam Musnad-usy-Syihāb(350, 360, dan 361); Abū ‘Awānah (IV/18); dan al-Baghawī dalam Syarḥ-us-Sunnah (103); melalui beberapa jalan dari Ibrāhīm bin Sa‘d, dengan sanad ini.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abī ‘Āshim dalam as-Sunnah (52 dan 53) melalui dua jalan dari Ibrāhīm bin Sa‘d, dengan redaksi ini.
Para ahli bahasa ‘Arab mengatakan bahwa radd di sini berarti mardūd (ditolak). Artinya: maka dia batal, tidak berlaku.
Hadits ini adalah kaidah besar di antara kaidah-kaidah Islam, dan merupakan sebagian dari jawāmi‘-ul-kalim Rasūlullāh s.a.w. Hadtis ini sangat jelas dalam menolak setiap bid‘ah dan temuan-temuan. Dalam riwayat: “Barang siapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak berdasarkan agama kita, maka dia ditolak,” terdapat tambahan. Yaitu bahwa kadang sebagian dari orang-orang yang mengerjakan bid‘ah yang sebelumnya telah dikerjakan oleh orang lain akan menentang. Apabila dia dibantah dengan riwayat pertama, maka dia akan berkata: “Aku tidak mengada-adakan sesuatu.” Oleh karena itu, dia dibantah dengan riwayat kedua yang di dalamnya terdapat pernyataan jelas tentang penolakan setiap yang diada-adakan, baik diada-adakan oleh pelaku maupun diada-adakan oleh orang sebelumnya.
Hadits ini adalah salah satu yang harus dihapal, diterapkan dalam menghapuskan kemunkaran-kemunkaran, dan disebarluaskan penggunaannya sebagai dalil. Lihat Syarḥu Muslim (XII/16).