Shahih Ibnu Hibban no.24 – Berpegang Teguh Pada Sunnah : Penafian Iman

Shahih Ibnu Hibban
(Judul Asli: Shaḥīḥu Ibni Ḥibbān bi Tartībi Ibni Balbān)
Oleh: Amri ‘Ala’uddin ‘Ali bin Balban al-Farisi

Penerjemah: Mujahidin Muhayan, Saiful Rahman Barito
Penerbit: Pustakan Azzam

Rangkaian Pos: Shahih Ibnu Hibban Kitab 1 Bab 2 - Berpegang Teguh Pada Sunnah

Penafian Iman Dari Orang yang Tidak Tunduk Kepada Sunnah-sunnah Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam atau Menentangnya Dengan Qiyas-qiyas yang Kontradiktif dan Hal-hal Baru yang Rusak

رقم الحديث: 42
(حديث مرفوع) أَخْبَرَنَا أَبُوْ خَلِيْفَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيْدِ، حَدَّثَنَا لَيْثُ بْنُ سَعْدٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ، أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ الزُّبَيْرِ حَدَّثَهُ، أَنَّ رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ خَاصَمَ الزُّبَيْرَ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِيْ شِرَاجِ الْحَرَّةِ الَّتِيْ يَسْقُوْنَ بِهَا النَّخْلَ، فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: سَرِّحِ الْمَاءَ يَمُرَّ، فَأَبَى عَلَيْهِ الزُّبَيْرُ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: “اسْقِ يَا زُبَيْرُ، ثُمَّ أَرْسِلْ إِلَى جَارِكَ”، فَغَضِبَ الْأَنْصَارِيُّ، وَ قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتِكَ؟ فَتَلَوَّنَ وَجْهُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ، ثُمَّ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: “اسْقِ يَا زُبَيْرُ، ثُمَّ احْبِسِ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الْجَدْرِ”، قَالَ الزُّبَيْرُ: فَوَاللهِ لَأَحْسَبُ هذِهِ الْآيَةَ نَزَلَتْ فِيْ ذلِكَ: فَلَا وَ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتَّى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ سورة النساء آية: 56.

  1. Abū Khalīfah mengabarkan kepada kami: Abū Walīd menceritakan kepada kami: Laits bin Sa‘d menceritakan kepada kami, dari Ibnu Syihāb, dari ‘Urwah bin Zubair, ‘Abdullāh bin Zubair menceritakan kepadanya: bahwa seorang laki-laki dari Anshar bertengkar dengan Zubair di hadapan Rasūlullāh s.a.w. berkaitan dengan selokan-selokan air (syiraj) Ḥarrah (2241) yang dengannya mereka mengairi kebun kurma. Orang Anshār itu berkata: “Bebaskanlah air mengalir.” Tetapi Zubair menolaknya. Maka Rasūlullāh s.a.w. berkata: Airilah, wahai Zubair, lalu kirimkanlah kepada tetanggamu.” Orang Anshār itu pun marah dan berkata: “Wahai Rasūlullāh (apakah) karena dia adalah sepupumu?” Wajah Rasūlullāh s.a.w. langsung memerah. Kemudian Rasūlullāh s.a.w. berkata: Airilah, wahai Zubair, lalu tahanlah air sampai ia kembali ke Jadr. (2252) Zubair berkata: “Demi Allah, aku benar-benar mengira bahwa ayat ini turun berkaitan dengan hal itu: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan.” (an-Nisā’ [4]: 65).” (2263).

Catatan:

  1. (224). Syirāj, dengan kasrah syīn dan dengan jīm, adalah jama‘ syarj, dengan fatḥah awalnya dan sukūn rā’, seperti baḥr dan biḥār. Dan dia juga dapat dijama‘kan menjadi syurūj. Ibnu Duraid meriwayatkan syaraj, dengan fatḥah rā’. Dan al-Qurthubī meriwayatkan syarjah. Yang dimaksud dengannya di sini adalah selokan air. Dia dinisbatkan kepada Harrah karena dia berada di sana. Dan Harrah adalah tempat yang dikenal di Madinah.
  2. (225). Artinya: mengalir ke sana. Dan jadr, dengan fatḥah jīm dan sukūn dāl, berarti musannah, yaitu sesuatu yang diletakkan di antara syarabāt kurma seperti dinding. Dan dikatakan bahwa yang dimaksud adalah sekat-sekat yang menahan air. Ini dipastikan oleh as-Suhailī. Dan syarabāt adalah lubang-lubang yang digali pada pangkal-pangkal kurma. Al-Khaththābī meriwayatkan jadzr (akar), dengan sukūn dzāl. Maknanya: sampai penyerapan sempurna. Lihat Fatḥ-ul-Bārī. (V: 37).
  3. (226). Sanad-nya shaḥīḥ berdasarkan syarat asy-Syaikhān. Abū Walīd adalah Hisyām bin ‘Abd-ul-Mālik ath-Thayālisī. Diriwayatkan oleh Abū Dāūd (3637) dalam kitab Kasus-kasus, bab Beberapa jenis pengadilan, dari Abū Walīd ath-Thayālisī, dengan sanad ini.Diriwayatkan melalui beberapa jalan dari Laits, dengan sanad ini, oleh Aḥmad (IV/4 dan 5); al-Bukhārī (2359 dan 2360) dalam kitab Pengairan, bab Membendung sungai-sungai; Muslim (2357) dalam kitab Keutamaan-keutamaan, bab Kewajiban mengikuti Nabi s.a.w.; at-Tirmidzī (1363) dalam kitab Hukum-hukum, bab Riwayat tentang dua orang laki-laki yang salah satu dari keduanya lebih rendah daripada yang lain dalam air; an-Nasā’ī (VIII/245) dalam kitab Pengadilan, bab Arahan hakim dengan lemah lembut; Ibnu Mājah (15) dalam Mukaddimah, bab Mengagungkan hadits Rasūlullāh s.a.w., dan (2480) dalam kitab Hukum-hukum, bab Mengairi dari lembah-lembah dan kadar penahanan air; al-Baihaqī (VI/153 dan X/106); ath-Thabarī dalam Tafsīr-nya (9912); dan Ibnu-ul-Jārud dalam al-Muntaqā (1021).

    Dianggap shaḥīḥ oleh al-Ḥakīm (III/364) melalui Muḥammad bin ‘Abdullāh bin Muslim az-Zuhrī, dari pamannya, az-Zuhrī, dengan redaksi ini.

    Diriwayatkan melalui beberapa jalur dari az-Zuhrī, dari ‘Urwah bin Zubair, dari Zubair, oleh Aḥmad (I/165); al-Bukhārī (2361) dalam kitab Pengaira, bab Pengairan yang lebih atas sebelum yang bawah, (2362) dalam bab Pengairan yang lebih atas sampai kedua mata kaki, (2708) dalam kitab Perdamaian, bab Apabila imam menyarankan perdamaian tapi dia menolak maka ditetapkan atasnya hukum yang jelas, dan (4585) dalam kitab Tafsīr, bab Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman; ath-Thabrānī dalam Tafsīr-nya (9913); al-Baihaqī (VI/153-154 dan X/106); dan al-Baghawī (2194). Pendengaran ‘Urwah dari bapaknya benar, sebagaimana disebutkan dalam Tārīkh-ul-Bukhārī (VII/31). Dan pada haditsnya dalam Musnad Aḥmad dengan nomor (1418), terdapat pernyataan jelas tentang pendengarannya dari bapaknya, dan sanad-nya kuat.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *