Shahih Ibnu Hibban no.22 – Berpegang Teguh Pada Sunnah : Penjelasan Sabda Rasūlullāh Shallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam: “Dan apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian” Maksudnya Adalah Perkara Agama, Bukan Perkara Dunia (1)

Shahih Ibnu Hibban
(Judul Asli: Shaḥīḥu Ibni Ḥibbān bi Tartībi Ibni Balbān)
Oleh: Amri ‘Ala’uddin ‘Ali bin Balban al-Farisi

Penerjemah: Mujahidin Muhayan, Saiful Rahman Barito
Penerbit: Pustakan Azzam

Rangkaian Pos: Shahih Ibnu Hibban Kitab 1 Bab 2 - Berpegang Teguh Pada Sunnah

رقم الحديث: 22
(حديث مرفوع) أَخْبَرَنَا أَبُوْ يَعْلَى، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ حَمَّادٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيْهِ، عَنْ عَائِشَةَ وَ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ سَمِعَ أَصْوَاتًا، فَقَالَ: “مَا هذِهِ الْأَصْوَاتُ؟”، قَالُوْا: النَّخْلُ يَأْبِرُوْنَهُ، فَقَالَ: “لَوْ لَمْ يَفْعَلُوْا لَصَلُحَ ذلِكَ”، فَأَمْسَكُوْا، فَلَمْ يَأْبِرُوْا عَامَّتَهُ، فَصَارَ شِيْصًا، فَذُكِرَ ذلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ، فَقَالَ: “كَانَ شَيْءٌ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكُمْ فَشَأْنُكُمْ، وَ كَانَ شَيْءٌ مِنْ أَمْرِ دِيْنِكُمْ فَإِلَيَّ.”

  1. Abū Ya‘lā mengabarkan kepada kami, dia berkata: ‘Abd-ul-A‘lā bin Ḥammād menceritakan kepada kami, dia berkata: Ḥammād bin Salamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Hisyām bin ‘Urwah mengabarkan kepada kami dari bapaknya, dari ‘Ā’isyah, dan dari Tsābit, dari Anas bin Mālik, bahwa Nabi s.a.w. mendengar suara-suara. Maka beliau bertanya: “Suara-suara apakah ini?” Mereka berkata: “Mereka sedang melakukan pengawinan pohon kurma (ya’birūnahu).” (2191). Beliau bersabda: “Seandainya mereka tidak melakukannya, niscaya itu akan baik.” Mereka pun berhenti dan tidak melakukan proses pengawinan kurma seluruhnya. Akibatnya, kurma menjadi syiish. (2202) Lalu hal itu diceritakan kepada Nabi s.a.w. Maka beliau berkata: “Apabila sesuatu itu berasal dari perkara dunia kalian, maka itu adalah urusan kalian. Dan apabila sesuatu berasal dari perkara agama kalian, maka itu adalah urusanku.” (2213).

Catatan:

  1. (219). Artinya: yulaqqiḥūnahu (pengawinan dengan cara penyerbukan). Dikatakan: Abart-un-nakhlata dan abbartuhā (Saya melakukan pengawinan pohon kurma), dan pohon kurma tersebut ma’būrah dan mu’abbarah (yang dikawinkan).
  2. (220). Syīsh adalah buah kurma (di pelepah) yang bijinya tidak kuat, dan kadang tidak memiliki biji sama sekali.
  3. (221). Sanad-nya shaḥīḥ berdasarkan syarat Muslim. Diriwayatkan oleh Aḥmad (VI/123); Muslim (2363) dalam kitab Keutamaan-keutamaan, bab Kewajiban mematuhi apa yang dikatakan oleh Nabi s.a.w. dalam bentuk syariat tanpa apa yang beliau sebutkan dari perkara-perkara dunia dalam bentuk pendapat; dan Ibnu Mājah (2471) dalam kitab Hukum-hukum, bab Penyerbukan kurma. Semuanya melalui jalur Ḥammād bin Salamah, dengan sanad ini.Diriwayatkan oleh Aḥmad (III/152) dari ‘Abd-ush-Shamad, dari Ḥammād bin Salamah, dari Tsābit, dari Anas.Hadits bab ini juga diriwayatkan dari Rāfi‘ bin Khadīj dalam hadits setelahnya. Dan diriwayatkan dari Thalḥah bin ‘Ubaidillāh oleh Muslim (2361) dan Ibnu Mājah (2470).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *