Shahih Ibnu Hibban no.11 – Berpegang Teguh Pada Sunnah (9/25) : Keberuntungan Bagi Pengikut Sunnah

Shahih Ibnu Hibban
(Judul Asli: Shaḥīḥu Ibni Ḥibbān bi Tartībi Ibni Balbān)
Oleh: Amri ‘Ala’uddin ‘Ali bin Balban al-Farisi

Penerjemah: Mujahidin Muhayan, Saiful Rahman Barito
Penerbit: Pustakan Azzam

Rangkaian Pos: Shahih Ibnu Hibban Kitab 1 Bab 2 - Berpegang Teguh Pada Sunnah

Penetapan Keberuntungan bagi Orang yang Aktifitasnya Mengikuti Sunnah al-Mushthafā shallallāhu ‘alaihi wa sallam.

Hadits Nomor: 11

رقم الحديث: 11
(حديث مرفوع) أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ الْمُثَنَّى، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُوْ خَيْثَمَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ حُصَيْنِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمنِ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: “إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً، وَ إِنَّ لِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةً، فَمَنْ كَانَتْ شِرَّتُهُ إِلَى سُنَّتِيْ فَقَدْ أَفْلَحَ، وَ مَنْ كَانَتْ شِرَّتُهُ إِلَى غَيْرِ ذلِكَ فَقَدْ هَلَكَ “.

  1. Aḥmad bin ‘Alī bin Mutsannā mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abū Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Hāsyim bin Qāsim menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu‘bah menceritakan kepada kami, dari Ḥushain bin ‘Abd-ur-Raḥmān, dari Mujāhid, dari ‘Abdullāh bin ‘Amru, dia berkata: Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya segala amal itu memiliki keaktifan. Dan sesungguhnya setiap keaktifan itu memiliki kelesuan. Siapa yang keaktifannya adalah kepada Sunnahku, maka dia beruntung. Dan siapa yang keaktifannya kepada selain itu, niscaya dia binasa.” (2021).

Catatan:

  1. (202). Sanad-nya shaḥīḥ berdasarkan syarat al-Bukhārī dan Muslim. Hushain bin ‘Abd-ur-Raḥmān adalah as-Sulamī Abū Hudzail al-‘Allāf. Dan Abū Khaitsamah adalah Zubair bin Ḥarb.Diriwayatkan oleh Aḥmad (II/188 dan 210) dan ath-Thahawī dalam Musykil al-Ātsār (II/88), melalui beberapa jalur periwayatan dari Syu‘bah, dengan sanad ini.Diriwayatkan oleh Aḥmad (II/158), Ibnu Abī ‘Āshim dalam as-Sunnah (51), dan ath-Thahawī (II/88), melalui beberapa jalur dari Ḥushain, dengan redaksi ini.Diriwayatkan oleh Aḥmad (II/165) melalui dua jalur periwayatan dari Muḥammad bin Isḥāq, dia berkata: Abū Zubair menceritakan kepada kami, dari Abū ‘Abbās budak Bani Dīl, dari Ibnu ‘Amr. Dan Ibnu Isḥāq menyatakan dengan jelas bentuk taḥdīts (pola periwayatan yang tegas), sehingga hilanglah kecurigaan terhadap pen-tadlis-annya.Hadits bab ini juga diriwayatkan dari Abū Hurairah yang akan disebutkan dengan nomor (349).

    Diriwayatkan dari Yaḥyā bin Ja‘dah oleh Aḥmad(V/509) dan ath-Thahawī dalam Musykil al-Ātsār (II/88), dan sanad-nya shaḥīḥ.

    Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās oleh ath-Thahawī dalam Musykil al-Ātsār (II/88) dengan redaksi: “Sesungguhnya setiap amal itu memiliki keaktifan. Kemudian keaktifan akan berubah menjadi kelesuan. Siapa yang kelesuannya adalah (mengikuti) kepada Sunnahku, maka dia telah tersesat.” Al-Haitsamī berkata: “Diriwayatkan oleh al-Bazzār, dan para periwayatnya adalah para periwayat ash-Shaḥīḥ.”

    Diriwayatkan oleh Ja‘d bin Hubairah oleh ath-Thahawī juga (II/81) dengan redaksi yang serupa dengan redaksi Ibnu ‘Abbās. Al-Haitsamī berkata: “Diriwayatkan oleh ath-Thabrānī dalam al-Kabīr. Di dalamnya terdapat Bisyr bin Numair, dan dia dha’īf. Lihat al-Majma‘ (II/258-259).

    Sabda Nabi s.a.w.: “Siapa yang keaktifannya (syirratuhu) adalah kepada Sunnahku.” Demikian dalam naskah asli dan at-Taqāsimu wal-Anwā’ (I/lembaran 564). Sementara dalam sumber-sumber lainnya: “Siapa yang kelesuannya.” Sirrah artinya keinginan terhadap sesuatu, aktif, dan rajin. Ath-Thahawī berkata: “Berdasarkan hai itu, kita menyepakati bahwa artinya adalah intensivitas dalam perkara-perkara yang diinginkan oleh kaum muslim dari diri mereka dalam amal-amal mereka yang dengannya mereka mendekatkan diri kepada Tuhan mereka s.w.t., dan bahwa Rasūlullāh s.a.w. mencintai mereka di dalamnya, tanpa intensivitas yang mereka harus membatasi diri darinya dan keluar darinya menuju yang lain. Dan beliau memerintahkan mereka agar berpegang teguh pada amal-amal shāliḥ yang mereka boleh mengerjakannya dengan terus-menerus dan menetapinya sampai mereka bertemu dengan Tuhan mereka s.w.t.”

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *