Shahih Ibnu Hibban 7 – Berpegang Teguh Pada Sunnah (5/25)

Shahih Ibnu Hibban
(Judul Asli: Shaḥīḥu Ibni Ḥibbān bi Tartībi Ibni Balbān)
Oleh: Amri ‘Ala’uddin ‘Ali bin Balban al-Farisi

Penerjemah: Mujahidin Muhayan, Saiful Rahman Barito
Penerbit: Pustakan Azzam

Rangkaian Pos: Shahih Ibnu Hibban Kitab 1 Bab 2 - Berpegang Teguh Pada Sunnah

ذِكْرُ مَا يَجِبُ عَلَى الْمَرْءِ مِنْ تَرْكِ تَتَبُّعِ السُّبُلِ، دُوْنَ لُزُومِ الطَّرِيقِ الَّذِيْ هُوَ الصِّرَاطُ الْمُسْتَقِيْمُ

Kewajiban agar Konsisten dalam Meniti Jalan yang Lurus dan Meninggalkan Jalan-jalan Kesesatan

Hadits Nomor: 7

رقم الحديث:7
(حديث مرفوع) أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ سُلَيْمَانَ الْمُعَدِّلُ بِالْفُسْطَاطِ، قَالَ: حَدَّثَنَا الْحَارِثُ بْنُ مِسْكِيْنٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنِيْ حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ أَبِيْ وَائِلٍ، عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ، قَالَ: خَطَّ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ خُطُوْطًا عَنْ يَمِيْنِهِ وَ عَنْ شِمَالِهِ وَ قَالَ: «هذِهِ سُبُلٌ، عَلَى كُلِّ سَبِيْلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُوْ لَهُ»، ثُمَّ قَرَأَ: «{وَ أَنَّ هذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا، فَاتَّبِعُوْهُ وَ لَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ} الْآيَةَ كُلَّهَا .[الأنعام: 153]،[3:66]

  1. ‘Alī bin Ḥusain bin Sulaimān al-Mu‘addal di Fusthāth mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ḥārits bin Miskīn menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Ḥammād bin Zaid menceritakan kepada kami, dari ‘Āshim, dari Abū Wā‘il, dari Ibnu Mas‘ūd, dia berkata: Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam membuat garis-garis di sebelah kanan dan kiri beliau dan bersabda: Ini adalah jalan-jalan. Pada setiap jalan di antaranya ada syetan yang menyeru kepadanya. Kemudian beliau membaca ayat (yang artinya)Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya,” hingga akhir ayat.(Al-An‘ām [6]: 153). [3:66] (1961)

 

Catatan:

  1. (196) Sanad-nya ḥasan, sebagaimana hadits sebelumnya. Diriwayatkan oleh ath-Thayālisī (244) , Aḥmad (I/435 dan 465), ad-Dārimī (1/67 -68), ath-Thabarī dalam Tafsīr-nya (14168), serta an-Nasā’ī dalam kitab Tafsīr dari al-Kubrā dan juga dalam at-Tuḥfah (VII/49), melalui Ḥammād bin Zaid, dengan sanad ini. Al-Ḥakīm (II/318) menganggapnya shaḥīḥ, dan adz-Dzahabī menyepakatinya. Diriwayatkan oleh al-Bazzār (2211) melalui al-A‘masy, dari Abū Wā’il, dan (2212) melalui jalur Mundzir ats-Tsaurī, dari Rubāi‘; serta oleh an-Nasā’ī dalam al-Kubrā dan juga dalam at-Tuḥfah (VII/25) melalui jalur Zirr bin Ḥubaisy. Ketiganya dari Ibnu Mas‘ūd, dengan redaksi ini.Hadits bab ini juga diriwayarkan dari Jābir bin ‘Abdullāh oleh Aḥmad (III/397) dan Ibnu Mājah (11). Keduanya mengeluarkannya melalui jalur Abū Khālid al-Aḥmar, dari Mujālid bin Sa‘īd, dari asy-Sya‘bī, dari Jābir. Mujālid tidaklah kuat. Haditsnya Ḥasan dengan dukungan hadits-hadits lainnya (syāhid). Dan ini adalah salah satunya. Lihat: ad-Durr-ul-Mantsūr karya Imām as-Suyuthī (III/55,56).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *