Hati Senang

Shahih Ibnu Hibban 4 – Berpegang Teguh Pada Sunnah (2/25)

Shahih Ibnu Hibban
(Judul Asli: Shaḥīḥu Ibni Ḥibbān bi Tartībi Ibni Balbān)
Oleh: Amri ‘Ala’uddin ‘Ali bin Balban al-Farisi


Penerjemah: Mujahidin Muhayan, Saiful Rahman Barito
Penerbit: Pustakan Azzam

Hadits No 4

رقم الحديث: 4
(حديث مرفوع) (حديث موقوف) وَ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: «إِنَّ مَثَلَ مَا آتَانِي اللهُ مِنَ الْهُدَى وَ الْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا، فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتْ ذلِكَ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلَأَ وَ الْعُشْبَ الْكَثِيْرَ، وَ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ، فَنَفَعَ اللهُ بِهَا النَّاسَ، فَشَرِبُوْا مِنْهَا وَ سَقَوْا وَ زَرَعُوْا، وَ أَصَابَ مِنْهَا طَائِفَةٌ أُخْرَى، إِنَّمَا هِيَ قِيْعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً، وَ لَا تُنْبِتُ كَلَأً، فَذلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِيْ دِيْنِ اللهِ، وَ نَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللهُ بِهِ، فَعَلِمَ وَ عَمِلَ، وَ مَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذلِكَ رَأْسًا، وَ لَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللهِ الَّذِيْ أُرْسِلْتُ بِهِ» [28: 3]

Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang didatangkan oleh Allah kepadaku adalah ibarat hujan yang menyirami bumi. Sebagian darinya terdapat sebidang tanah subur yang menerima siraman itu, lalu menumbuhkan rumput yang banyak dan menyimpan air sehingga dengannya Allah memberi manfaat kepada manusia; mereka minum darinya, mengairi, dan menanam. Dan sebagian darinya menyirami sebidang lainnya. Hanya saja ia adalah qī’ān (1871) yang tidak dapat menyimpan air dan tidak pula menumbuhkan rumput. Itulah perumpamaan orang yang memahami agama Allah dan mendapatkan manfaat dari apa yang Allah mengutusku dengannya, sehingga dia mengetahui dan mengamalkan; dan perumpamaan orang yang tidak mengangkat kepala untuk semua itu dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya. (1882) [3: 28]

Catatan:

  1. (187) Qī‘ān dengan kasrah qāf adalah jama qā‘, artinya tempat yang datar dan luas di hamparan bumi.
  2. (188) Sanad-nya adalah sanād hadits sebelumnya. Diriwayatkan oleh al-Bukhārī (79) dalam kitab Ilmu, bab Keutamaan orang yang berilmu dan mengajarkan; dan oleh Muslim (2282) dalam kitab Keutamaan-Keutamaan, bab Penjelasan tentang perumpamaan petunjuk dan ilmu yang dengannya Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam diutus; dari Abū Kuraib dengan sanad yang telah disebutkan sebelumnya. Dan melalui jalur al-Bukhārī, diriwayatkan oleh al-Baghawī dalam Syarḥ-us-sunnah (135).

    Diriwayatkan oleh Aḥmad (IV/399), an-Nasā’ī dalam kitab Ilmu dari al-Kubrā dan juga dalam at-Tuḥfah (Vl/439), ar-Ramahurmuzī dalam al-Amtsāl (hlm. 24), dan al-Baihaqī dalam Dalā’il-un-Nubuwwah (I/368), melalui jalur Abū Usāmah, dengan redaksi ini.

    An-Nawawī berkata: “Adapun makna hadits ini dan maksudnya adalah penyerupaan petunjuk yang dibawa oleh Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam dengan hujan. Artinya, tanah itu tiga macam. Begitu pula manusia. Jenis pertama dari tanah mengambil manfaat dari hujan. Ia hidup setelah sebelumnya mati, dan menumbuhkan rumput, sehingga dimanfaatkan oleh manusia, binatang, tanaman, dan lainnya. Demikian pula jenis pertama dari manusia. Petunjuk dan ilmu sampai kepadanya, lalu dia menyimpannya, sehingga hatinya hidup. Dia mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang lain, sehingga dia mendapat manfaat dan memberi manfaat. Jenis kedua dari tanah adalah yang tidak menerima manfaat untuk dirinya sendiri, tetapi padanya terdapat satu faidah, yaitu menyimpan air untuk selainnya, sehingga rnanusia dan binatang dapat memanfaatkannya. Demikian pula jenis kedua dari manusia. Mereka memilikihati-hati yang penghapal, tetapi mereka tidak memiliki pemahaman-pemahaman yang tajam. Mereka tidak memiliki kekuatan dalam akal yang dengannya mereka dapat menyimpulkan makna-makna dan hukum-hukum. Dan mereka tidak melakukan usaha keras dalam menjalankan ketaatan dan mengamalkan ilmu. Mereka menyimpannya, sampai datanglah seorang murid yang membutuhkan dan haus akan ilmu yang ada pada mereka, lalu dia mengambilnya dari mereka dan memanfaatkannya. Dengan demikian, mereka memberi manfaat dengan apa yang mereka sampaikan. Dan jenis ketiga dari tanah adalah tanah gersang yang tidak menumbuhkan dan semacamnya. Dia tidak mengambil manfaat dari air dan tidak pula menyimpannya untuk memberikan manfaat kepada selainnya. Demikian pula jenis ketiga dari manusia. Mereka tidak memiliki hati-hati yang penghapal dan tidak pula pemahaman-pemahaman yang cerdas. Apabila mereka mendengarkan ilmu, mereka tidak mengambil manfaat darinya dan tidak pula menghapalnya untuk memberi manfaat kepada selain mereka. wallāhu a‘lam.” (Syarḥu Muslim, XV/48).

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.