Shahih Ibnu Hibban 1 – Memulai Pembicaraan dengan Memuji Allah swt (1/2)

Shahih Ibnu Hibban
(Judul Asli: Shaḥīḥu Ibni Ḥibbān bi Tartībi Ibni Balbān)
Oleh: Amri ‘Ala’uddin ‘Ali bin Balban al-Farisi

Penerjemah: Mujahidin Muhayan, Saiful Rahman Barito
Penerbit: Pustakan Azzam

Rangkaian Pos: Shahih Ibnu Hibban Kitab 1 Bab 1 - Memulai Pembicaraan dengan Memuji Allah swt

Kabar Tentang Wajibnya Memulai dengan Memuji Allah subḥānahu wa ta‘ālā Pada Awal-Awal Pembicaraannya, Ketika Ingin Mencapai Maksudnya.

Hadits Nomor: 1

رقم الحديث: 1

(حديث مرفوع) أَخْبَرَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الْقَطَّانُ، قَالَ: حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيْدِ بْنُ أَبِي الْعِشْرِيْنَ، قَالَ: حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ قُرَّةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِيْ سَلَمَةَ، عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: “كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيْهِ بِحَمْدِ اللهِ، فَهُوَ أَقْطَعُ”.

1. Ḥusain bin ‘Abdullāh al-Qaththān mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hisyām bin ‘Ammār menceritakan kepada kami, dia berkata: ‘Abd-ul-Ḥamīd bin Abū ‘Isyrīn menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Auzā‘ī menceritakan kepada kami, dari Qurrah, dari az-Zuhrī, dari Abū Salamah, dari Abū Hurairah, dia berkata: Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan memuji Allah, maka ia terputus (dari rahmat dan keberkahan).” (1831) [3: 66].

Catatan:


  1. 183). Sanad-nya dha‘īf karena ke-dha‘īf-an Qurrah. Dia adalah Ibnu’ Abd-ir-Raḥmān bin Haiwa’īl al-Ma‘āfirī al-Mishrī. Dia dinilai dha‘īf oleh Ibnu Ma‘īn, Aḥmad, Abū Zur‘ah, Abū Ḥātim, dan an-Nasā’ī. Diriwayatkan oleh Aḥmad (ll/359) melalui ‘Abdullāh bin Mubārak; An-Nasā’ī dalam ‘Amal-ul-Yaumi wal-Lailah (no. 494); Abū Dāūd (4840) dalam kitab Adab, bab. Ajaran dalam berbicara; dan ad-Dāruquthnī (I/229) pada awal kitab Shalat; melalui Walīd bin Muslim dan Mūsā bin A‘yūn; Ibnu Mājah (1894) dalam kitab Pernikahan, bab. Khutbah pernikahan; dan Abū ‘Awānah dalam Shaḥīḥ-nya, melalui ‘Ubaidullāh bin Mūsā; serta al-Baihaqī dalam as-Sunan (III/208, 209, melalui Abū Mughīrah ‘Abd-ul-Quddūs bin Ḥajjāj al-Khaulānī. Semuanya dari al-Auzā‘ī, dengan sanad ini. Diriwayatkan oleh an-Nasā’ī dalam kitab amalan sehari semalam (no. 496) melalui Qutaibah bin Sa‘īd, dari Laits, dari ‘Uqail, dari az-Zuhrī, secara mursal. Diriwayatkan oleh an-Nasā’ī dengan nomor 495, melalui Maḥmūd bin Khālid: Walīd menceritakan kepada kami: Sa‘īd bin ‘Abd-ul-‘Azīz mencerirakan kepada kami, dan az-Zuhrī, dengan matan ini. Dan ini mursal juga. Disebutkan oleh al-Mizzī dalam Tuḥfat-ulAsyraf (XIIV368), pada bagian hadits-hadits mursal. Abā Dāūd berkata: “Diriwayatkan oleh Yūnus, ‘Uqail, Syu‘aib, dan Sa‘īd bin ‘Abd-ul-‘Azīz, dari az-Zuhrī, dari Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam secara mursal.” Ad-Dāruquthnī berkata, ” Mursal adalah yang benar.” Di dalam al-Fatḥ (VIII/220), pada tafsir firman Allah subḥānallāhu wa ta‘ālā (artinya): “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimah (ketetapan) yang tidak ada perselsihan antara dan kamu.” (Qs. Āli ‘Imrān [3]: 64), dalam pembicaraan tentang hadits Hiraql, pada perkataan: “Ternyata di dalamnya terdapat: Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,” Al-Ḥāfizh berkata: An-Nawawī berkata : Di dalamnya terdapat anjuran untuk memulai surah-surah dengan: Dengan nama AllahYang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ meskipun yang dikirim adalah orang kafir. Dan sabda beliau dalam hadits Abū Hurairah: Setiap perkara yang penting yang tidak dimulai dengan memuji Allah, maka dia terputus,’ bisa dipahami bahwa maknanya: dengan menyebut Allah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat lain. Sebab, hadits ini diriwayatkan dalam beberapa redaksi: ‘dengan menyebut Allah, ”dengan nama Allah,” dan “dengan memuji Allah.” Surat ini sangat penting dan termasuk misi-misi besar. Dan di dalamnya beliau tidak memulai dengan lafazh ḥamdalah, tetapi basmalah. Demikian perkataan an-Nawawī. Dan hadits yang ditunjukkannya itu diriwayatkan oleh Abū ‘Awānah dalam Shaḥīḥ-nya dan dianggap shaḥīḥ oleh Ibnu Ḥibbān. Akan tetapi tentang sanad-nya terdapat pembicaraan. Dengan asumsi bahwa dia shaḥīḥ, maka riwayat yang terkenal adalah dengan lafazh ‘memuji Allah.’ Sedangkan lafazh-lafazh lainnya yang disebutkan oleh an-Nawawī, terdapat dalam beberapa jalur hadits dengan sanad yang lemah.” Namun demikian, Ibnu Shalāḥ dan an-Nawawī menganggapnya ḥasan. Sementara as-Subkī menganggapnya shaḥīḥ dalam Thabaqāt-usy-Syāfi‘iyah (I/5-20), berdasarkan sesuatu yang tidak dapat tegak sebagai hujah.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *