Shahih Bukhari no.177-178 : Kebolehan Membaca Al-Qur’ān (Tanpa Mushaf) Dan Tanpa Wudhu’ Terlebih Dahulu

Dari Kitab:
Sahīh al-Bukhārī
Oleh: Abū ‘Abd Allāh Muhammad ibn Ismā‘īl ibn Ibrāhīm ibn al-Mughīrah ibn Bardizbah al-Ju‘fī al-Bukhārī

Rangkaian Pos: Shahih Bukhari Kitab 4 (Kitab Wudhu')

129 (130). Membaca al-Qur’ān Setelah Berhadats Atau Yang Lainnya.

صحيح البخاري ١٧٧: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ قَالَ حَدَّثَنِيْ مَالِكٌ عَنْ مَخْرَمَةَ بْنِ سُلَيْمَانَ عَنْ كُرَيْبٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ بَاتَ لَيْلَةً عِنْدَ مَيْمُوْنَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ هِيَ خَالَتُهُ فَاضْطَجَعْتُ فِيْ عَرْضِ الْوِسَادَةِ وَ اضْطَجَعَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ أَهْلُهُ فِيْ طُوْلِهَا فَنَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ حَتَّى إِذَا انْتَصَفَ اللَّيْلُ أَوْ قَبْلَهُ بِقَلِيْلٍ أَوْ بَعْدَهُ بِقَلِيْلٍ اسْتَيْقَظَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَجَلَسَ يَمْسَحُ النَّوْمَ عَنْ وَجْهِهِ بِيَدِهِ ثُمَّ قَرَأَ الْعَشْرَ الْآيَاتِ الْخَوَاتِمَ مِنْ سُوْرَةِ آلِ عِمْرَانَ ثُمَّ قَامَ إِلَى شَنٍّ مُعَلَّقَةٍ فَتَوَضَّأَ مِنْهَا فَأَحْسَنَ وُضُوْءَهُ ثُمَّ قَامَ يُصَلِّيْ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَقُمْتُ فَصَنَعْتُ مِثْلَ مَا صَنَعَ ثُمَّ ذَهَبْتُ فَقُمْتُ إِلَى جَنْبِهِ فَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى رَأْسِيْ وَ أَخَذَ بِأُذُنِي الْيُمْنَى يَفْتِلُهَا فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ أَوْتَرَ ثُمَّ اضْطَجَعَ حَتَّى أَتَاهُ الْمُؤَذِّنُ فَقَامَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ خَفِيْفَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى الصُّبْحَ.

Shahih Bukhari 177: Telah menceritakan kepada kami Ismā‘īl berkata, telah menceritakan kepadaku Mālik dari Makhramah bin Sulaimān dari Kuraib mantan budak Ibnu ‘Abbās, bahwa ‘Abdullāh bin ‘Abbās mengabarkan kepadanya, bahwa ia pada suatu malam pernah bermalam di rumah Maimūnah, istri Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam, dan bibinya dari pihak ibu. Katanya: “Aku berbaring di sisi bantal sementara Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan istrinya berbaring pada bagian panjang (tengahnya). Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam lalu tidur hingga pada tengah malam, atau kurang sedikit, atau lewat sedikit, beliau bangun dan duduk sambil mengusap sisa-sisa kantuk yang ada di wajahnya dengan tangan. Beliau kemudian membaca sepuluh ayat terakhir dari Surah Āli ‘Imrān. Kemudian berdiri menuju tempat wudhū’, beliau lalu berwudhū’ dengan memperbagus wudhū’nya, lalu shalat.” Ibnu ‘Abbās berkata: “Maka aku pun ikut dan melakukan sebagaimana yang beliau lakukan, aku lalu berdiri di sampingnya. Beliau kemudian meletakkan tangan kanannya di kepalaku seraya memegang telingaku hingga menggeserku ke sebelah kanannya. Kemudian beliau shalat dua raka‘at, kemudian dua raka‘at, kemudian dua raka‘at, kemudian dua raka‘at, kemudian witir. Setelah itu beliau tidur berbaring hingga tukang ādzan mendatanginya, beliau lalu berdiri dan shalat dua raka‘at ringan, kemudian keluar untuk menunaikan shalat Shubuḥ.”

Derajat: Ijma‘ ‘Ulamā’: Shaḥīḥ.

Pembanding: SB: 937, 1123.

130 (131). Orang Yang Tidur Tidak Perlu Berwudhū’ Lagi Kecuali Tidur Yang Berat (Lama).

صحيح البخاري ١٧٨: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ قَالَ حَدَّثَنِيْ مَالِكٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ امْرَأَتِهِ فَاطِمَةَ عَنْ جَدَّتِهَا أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِيْ بَكْرٍ أَنَّهَا قَالَتْ أَتَيْتُ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ حِيْنَ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فَإِذَا النَّاسُ قِيَامٌ يُصَلُّوْنَ وَ إِذَا هِيَ قَائِمَةٌ تُصَلِّيْ فَقُلْتُ مَا لِلنَّاسِ فَأَشَارَتْ بِيَدِهَا نَحْوَ السَّمَاءِ وَ قَالَتْ سُبْحَانَ اللهِ فَقُلْتُ آيَةٌ فَأَشَارَتْ أَيْ نَعَمْ فَقُمْتُ حَتَّى تَجَلَّانِي الْغَشْيُ وَ جَعَلْتُ أَصُبُّ فَوْقَ رَأْسِيْ مَاءً فَلَمَّا انْصَرَفَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ حَمِدَ اللهَ وَ أَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ مَا مِنْ شَيْءٍ كُنْتُ لَمْ أَرَهُ إِلَّا قَدْ رَأَيْتُهُ فِيْ مَقَامِيْ هذَا حَتَّى الْجَنَّةَ وَ النَّارَ وَ لَقَدْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّكُمْ تُفْتَنُوْنَ فِي الْقُبُوْرِ مِثْلَ أَوْ قَرِيْبَ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ لَا أَدْرِيْ أَيَّ ذلِكَ قَالَتْ أَسْمَاءُ يُؤْتَى أَحَدُكُمْ فَيُقَالُ لَهُ مَا عِلْمُكَ بِهذَا الرَّجُلِ فَأَمَّا الْمُؤْمِنُ أَوْ الْمُوْقِنُ لَا أَدْرِيْ أَيَّ ذلِكَ قَالَتْ أَسْمَاءُ فَيَقُوْلُ هُوَ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ جَاءَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَ الْهُدَى فَأَجَبْنَا وَ آمَنَّا وَ اتَّبَعْنَا فَيُقَالُ لَهُ نَمْ صَالِحًا فَقَدْ عَلِمْنَا إِنْ كُنْتَ لَمُؤْمِنًا وَ أَمَّا الْمُنَافِقُ أَوْ الْمُرْتَابُ لَا أَدْرِيْ أَيَّ ذلِكَ قَالَتْ أَسْمَاءُ فَيَقُوْلُ لَا أَدْرِيْ سَمِعْتُ النَّاسَ يَقُوْلُوْنَ شَيْئًا فَقُلْتُهُ.

Shahih Bukhari 178: Telah menceritakan kepada kami Ismā‘īl berkata, telah menceritakan kepadaku Mālik dari Hisyām bin ‘Urwah dari istrinya Fāthimah dari neneknya Asmā’binti Abī Bakar bahwa ia berkata: “Aku pernah menemui ‘Ā’isyah, istri Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam, ketika terjadi gerhana matahari. Saat itu orang-orang sedang melaksanakan shalat dan saat itu ia pun berdiri shalat. Setelah itu aku katakan kepadanya: “Apa yang dilakukan orang-orang?” ‘Ā’isyah lalu memberi isyārat dengan tangannya ke arah langit seraya berkata: “Maha suci Allah.” Aku lalu berkata: “Satu tanda kekuasaan Allah.” Lalu dia mengiakan dengan memberi isyārat. Maka aku pun ikut shalat sementara timbul perkara yang membingungkanku, hingga aku siram kepalaku dengan air. Selesai shalat Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengucapkan puja dan puji kepada Allah, kemudian beliau bersabda: “Tidak ada sesuatu yang belum diperlihatkan kepadaku, kecuali aku sudah melihatnya dari tempatku ini hingga surga dan neraka. Dan telah diwahyukan kepadaku bahwa kalian akan terkena fitnah dalam qubur kalian seperti, atau hampir serupa dengan fitnah Dajjāl yang aku sendiri tidak tahu fitnah apakah itu.” Asmā’ berkata: “Setiap salah seorang dari kalian akan didatangkan (dalam sidang), lalu dikatakan kepadanya: “Apa yang kamu ketahui tentang laki-laki ini (Rasūlullāh)?” Adapun orang beriman atau orang yang yakin -aku tidak tahu mana yang Asmā’ ucapkan-, lalu orang tersebut akan menjawab: “Dia adalah Muḥammad utusan Allah. Ia datang kepada kami membawa penjelasan dan petunjuk. Kami lalu menyambutnya, beriman dan mengikuti seruannya.” Maka kepada orang itu dikatakan: “Tidurlah kamu dengan baik, sungguh kami telah mengetahui bahwa kamu adalah orang beriman.” Adapun Munāfiq atau pelaku dosa besar -Aku tidak tahu mana yang diucapkan Asmā’- akan menjawab: “Aku tidak tahu siapa dia, aku mendengar orang-orang mengatakan sesuatu maka aku pun mengikuti ucapan tersebut”.”

Derajat: Ijma‘ ‘Ulamā’: Shaḥīḥ.

Pembanding: SM: 920; SN: 2035, 2037; MA: 24815, 24910, 25128.