Shahih Bukhari no.118 s.d 121 : Diam Mendengarkan Seorang ‘Alim Dan Anjuran Bagi Para ‘Alim Untuk Tawadhu, Serta Memudahkan Segala Sesuatunya

Dari Kitab:
Sahīh al-Bukhārī
Oleh: Abū ‘Abd Allāh Muhammad ibn Ismā‘īl ibn Ibrāhīm ibn al-Mughīrah ibn Bardizbah al-Ju‘fī al-Bukhārī

Rangkaian Pos: Shahih Bukhari Kitab 3 (Kitab Ilmu)

صحيح البخاري ٨١١: حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ: أَخْبَرَنِيْ عَلِيُّ بْنُ مُدْرِكٍ عَنْ أَبِيْ زُرْعَةَ بْنِ عَمْرٍو عَنْ جَرِيْرٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ لَهُ فِيْ حَجَّةِ الْوَدَاعِ اسْتَنْصِتْ النَّاسَ فَقَالَ: لَا تَرْجِعُوْا بَعْدِيْ كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ.

Shahih Bukhari 118: Telah menceritakan kepada kami Ḥajjāj berkata: Telah menceritakan kepada kami Syu‘bah berkata: Telah menceritakan kepadaku ‘Alī bin Mudrik dari Abū Zur‘ah bin ‘Amru dari Jarīr, bahwa Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya saat beliau diminta untuk memberi nasihat kepada orang-orang waktu haji wada‘: “Janganlah kalian kembali menjadi kafir, sehingga kalian saling membunuh satu sama lain.

Derajat: Ijmā‘ ‘Ulamā’: Shaḥīḥ.

Pembanding: SB: 4053, 5700, 6360, 6361, 6550, 6552, 6553; SM: 98, 99; SAD: 4066; ST: 2119; SN: 4056, 4057, 4058, 4059, 4060, 4061, 4062, 4063; SIM: 3932, 3933; MA: 3624, 5321, 5347, 5547, 5548, 16100, 18376, 18420, 18450, 19551, 19562; SD: 1840.

صحيح البخاري ٩١١: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ: حَدَّثَنَا عَمْرٌو قَالَ: أَخْبَرَنِيْ سَعِيْدُ بْنُ جُبَيْرٍ قَالَ: قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ: إِنَّ نَوْفًا الْبَكَالِيَّ يَزْعُمُ أَنَّ مُوْسَى لَيْسَ بِمُوْسَى بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ إِنَّمَا هُوَ مُوْسَى آخَرُ فَقَالَ: كَذَبَ عَدُوُّ اللهِ حَدَّثَنَا أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَامَ مُوْسَى النَّبِيُّ خَطِيْبًا فِيْ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ فَسُئِلَ أَيُّ النَّاسِ أَعْلَمُ فَقَالَ: أَنَا أَعْلَمُ فَعَتَبَ اللهُ عَلَيْهِ إِذْ لَمْ يَرُدَّ الْعِلْمَ إِلَيْهِ فَأَوْحَى اللهُ إِلَيْهِ أَنَّ عَبْدًا مِنْ عِبَادِيْ بِمَجْمَعِ الْبَحْرَيْنِ هُوَ أَعْلَمُ مِنْكَ قَالَ: يَا رَبِّ وَ كَيْفَ بِهِ فَقِيْلَ لَهُ احْمِلْ حُوْتًا فِيْ مِكْتَلٍ فَإِذَا فَقَدْتَهُ فَهُوَ ثَمَّ فَانْطَلَقَ وَ انْطَلَقَ بِفَتَاهُ يُوْشَعَ بْنِ نُوْنٍ وَ حَمَلَا حُوْتًا فِيْ مِكْتَلٍ حَتَّى كَانَا عِنْدَ الصَّخْرَةِ وَضَعَا رُءُوْسَهُمَا وَ نَامَا فَانْسَلَّ الْحُوْتُ مِنَ الْمِكْتَلِ{ فَاتَّخَذَ سَبِيْلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا }وَ كَانَ لِمُوْسَى وَ فَتَاهُ عَجَبًا فَانْطَلَقَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِهِمَا وَ يَوْمَهُمَا فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ مُوْسَى لِفَتَاهُ:{ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِيْنَا مِنْ سَفَرِنَا هذَا نَصَبًا } وَ لَمْ يَجِدْ مُوْسَى مَسًّا مِنَ النَّصَبِ حَتَّى جَاوَزَ الْمَكَانَ الَّذِيْ أُمِرَ بِهِ فَقَالَ لَهُ فَتَاهُ:{ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّيْ نَسِيْتُ الْحُوْتَ وَ مَا أَنْسَانِيْهِ إِلَّا الشَّيْطَانُ }قَالَ مُوسَى:{ ذلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِيْ فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا }.فَلَمَّا انْتَهَيَا إِلَى الصَّخْرَةِ إِذَا رَجُلٌ مُسَجًّى بِثَوْبٍ أَوْ قَالَ تَسَجَّى بِثَوْبِهِ فَسَلَّمَ مُوْسَى فَقَالَ الْخَضِرُ: وَ أَنَّى بِأَرْضِكَ السَّلَامُ فَقَالَ: أَنَا مُوْسَى فَقَالَ: مُوسَى بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ قَالَ: نَعَمْ قَالَ:{ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِيْ مِمَّا عُلِّمْتَ رَشَدًا }قَالَ:{ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا }يَا مُوْسَى إِنِّيْ عَلَى عِلْمٍ مِنْ عِلْمِ اللهِ عَلَّمَنِيْهِ لَا تَعْلَمُهُ أَنْتَ وَ أَنْتَ عَلَى عِلْمٍ عَلَّمَكَهُ لَا أَعْلَمُهُ:{ قَالَ سَتَجِدُنِيْ إِنْ شَاءَ اللهُ صَابِرًا وَ لَا أَعْصِيْ لَكَ أَمْرًا } فَانْطَلَقَا يَمْشِيَانِ عَلَى سَاحِلِ الْبَحْرِ لَيْسَ لَهُمَا سَفِيْنَةٌ فَمَرَّتْ بِهِمَا سَفِيْنَةٌ فَكَلَّمُوْهُمْ أَنْ يَحْمِلُوْهُمَا فَعُرِفَ الْخَضِرُ فَحَمَلُوْهُمَا بِغَيْرِ نَوْلٍ فَجَاءَ عُصْفُوْرٌ فَوَقَعَ عَلَى حَرْفِ السَّفِيْنَةِ فَنَقَرَ نَقْرَةً أَوْ نَقْرَتَيْنِ فِي الْبَحْرِ فَقَالَ الْخَضِرُ: يَا مُوْسَى مَا نَقَصَ عِلْمِيْ وَ عِلْمُكَ مِنْ عِلْمِ اللهِ إِلَّا كَنَقْرَةِ هذَا الْعُصْفُوْرِ فِي الْبَحْرِ فَعَمَدَ الْخَضِرُ إِلَى لَوْحٍ مِنْ أَلْوَاحِ السَّفِيْنَةِ فَنَزَعَهُ فَقَالَ مُوسَى: قَوْمٌ حَمَلُوْنَا بِغَيْرِ نَوْلٍ عَمَدْتَ إِلَى سَفِيْنَتِهِمْ فَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا{ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِيْ بِمَا نَسِيْتُ وَ لَا تُرْهِقْنِيْ مِنْ أَمْرِيْ عُسْرًا }فَكَانَتْ الْأُولَى مِنْ مُوْسَى نِسْيَانًا فَانْطَلَقَا فَإِذَا غُلَامٌ يَلْعَبُ مَعَ الْغِلْمَانِ فَأَخَذَ الْخَضِرُ بِرَأْسِهِ مِنْ أَعْلَاهُ فَاقْتَلَعَ رَأْسَهُ بِيَدِهِ فَقَالَ مُوْسَى:{ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ }{ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا }قَالَ ابْنُ عُيَيْنَةَ: وَ هذَا أَوْكَدُ{ فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوْهُمَا فَوَجَدَا فِيْهَا جِدَارًا يُرِيْدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ }.قَالَ الْخَضِرُ بِيَدِهِ فَأَقَامَهُ فَقَالَ لَهُ مُوسَى:{ لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا قَالَ: هذَا فِرَاقُ بَيْنِيْ وَ بَيْنِكَ }.قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَرْحَمُ اللهُ مُوْسَى لَوَدِدْنَا لَوْ صَبَرَ حَتَّى يُقَصَّ عَلَيْنَا مِنْ أَمْرِهِمَا.

Shahih Bukhari 119: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullāh bin Muḥammad berkata: Telah menceritakan kepada kami Sufyān telah menceritakan kepada kami ‘Amru berkata: Telah mengabarkan kepadaku Sa‘īd bin Jubair berkata: Aku berkata kepada Ibnu ‘Abbās: “Sesungguhnya Nauf al-Bakālī menganggap bahwa Mūsā bukanlah Mūsā Bani Isrā‘īl, tapi Mūsā yang lain.” Ibnu ‘Abbās lalu berkata: “Musuh Allah itu berdusta, sungguh Ubay bin Ka‘b telah menceritakan kepada kami dari Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam: “Mūsā Nabi Allah berdiri di hadapan Bani Isrā’īl memberikan khutbah, lalu dia ditanya: “Siapakah orang yang paling pandai?” Mūsā menjawab: “Aku.” Maka Allah ta‘ālā mencelanya karena dia tidak diberi pengetahuan tentang itu. Lalu Allah ta‘ālā mewahyukan kepadanya: “Ada seorang hamba di antara hamba-Ku yang tinggal di pertemuan antara dua lautan lebih pandai darimu.” Lalu Mūsā berkata: “Wahai Rabb, bagaimana aku bisa bertemu dengannya?” Maka dikatakan padanya: “Bawalah ikan dalam keranjang, bila nanti kamu kehilangan ikan itu, maka itulah petunjuknya.” Lalu berangkatlah Mūsā bersama pelayannya yang bernama Yusya‘ bin Nūn, dan keduanya membawa ikan dalam keranjang hingga keduanya sampai pada batu besar. Lalu keduanya meletakkan kepalanya di atas batu dan tidur. Kemudian keluarlah ikan itu dari keranjang (lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu)” (Qs. Al-Kahfi: 61). Kejadian ini mengherankan Mūsā dan muridnya, maka keduanya melanjutkan sisa malam dan hari perjalanannya. Hingga pada suatu pagi Mūsā berkata kepada pelayannya: “(Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa lelah karena perjalanan kita ini)” (Qs. Al-Kahfi: 62). Mūsā tidak merasakan kelelahan kecuali setelah sampai pada tempat yang dituju sebagaimana diperintahkan. Maka muridnya berkata kepadanya: “(Tahukah kamu ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi? Sesungguhnya aku lupa menceritakan ikan itu. Dan tidaklah yang melupakan aku ini kecuali setan)” (Qs. Al-Kahfi: 63). Mūsā lalu berkata: “(Itulah tempat yang kita cari. Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula)” (Qs. Al-Kahfi: 64). Ketika keduanya sampai di batu tersebut, didapatinya ada seorang laki-laki mengenakan pakaian yang lebar, Mūsā lantas memberi salam. Khidhir lalu berkata: “Bagaimana cara salam di tempatmu?” Mūsā menjawab: “Aku adalah Mūsā.” Khidhir balik bertanya: “Mūsā Bani Isrā’īl?” Mūsā menjawab: “Benar.” Mūsā kemudian berkata: “(Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?)” Khidhir menjawab: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama Aku)” (Qs. Al-Kahfi: 66-67). Khidhir melanjutkan ucapannya, “Wahai Mūsā, aku memiliki ilmu dari ilmunya Allah yang Dia mengajarkan kepadaku yang kamu tidak tahu, dan kamu juga punya ilmu yang diajarkan-Nya yang aku juga tidak tahu.” Mūsā berkata: “(In syā’ Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun)” (Qs. Al-Kahfi: 69). Maka keduanya berjalan kaki di tepi pantai sementara keduanya tidak memiliki perahu, lalu melintaslah sebuah perahu kapal. Mereka berbicara agar orang-orang yang ada di perahu itu mau membawa keduanya. Karena Khidhir telah dikenali maka mereka pun membawa keduanya dengan tanpa bayaran. Kemudian datang burung kecil hinggap di sisi perahu mematuk-matuk di air laut untuk minum dengan satu atau dua kali patukan. Khidhir lalu berkata: “Wahai Mūsā, ilmuku dan ilmumu bila dibandingkan dengan ilmu Allah tidaklah seberapa kecuali seperti patukan burung ini di air lautan.” Kemudian Khidhir sengaja mengambil papan perahu lalu merusaknya. Mūsā pun berkata: “Mereka telah membawa kita dengan tanpa bayaran, tapi kenapa kamu merusaknya untuk menenggelamkan penumpangnya?” Khidhir berkata: “(Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku)” Mūsā menjawab: “(Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku)” (Qs. Al-Kahfi: 72-73). Kejadian pertama ini karena Mūsā terlupa. Kemudian keduanya pergi hingga bertemu dengan anak kecil yang sedang bermain dengan dua temannya. Khidhir lalu memegang kepala anak itu, mengangkat dan membantingnya hingga mati. Maka Mūsā pun bertanya: “(Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain?)” (Qs. Al-Kahfi: 74). Khidhir menjawab: “(Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?)” (Qs. Al-Kahfi: 75). Ibnu ‘Uyainah berkata: “Ini adalah sebuah penegasan. “(Maka keduanya berjalan hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh. Maka Khidhir menegakkan dinding itu)” (Qs. Al-Kahfi: 77). Rasūlullāh meneruskan ceritanya: “Khidhir melakukannya dengan tangannya sendiri. Lalu Mūsā berkata: “(Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu. Khidhir menjawab: “Inilah saat perpisahan antara aku dan kamu)” (Qs. Al-Kahfi: 77-78). Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Semoga Allah merahmati Musa. Kita sangat berharap sekiranya Mūsā bisa sabar sehingga akan banyak cerita yang bisa kita dengar tentang keduanya.

Derajat: Ijmā‘ ‘Ulamā’: Shaḥīḥ.

Pembanding: SB: 3149; SM: 4385; ST: 3074; MA: 20197.

صحيح البخاري ٠٢١: حَدَّثَنَا عُثْمَانُ قَالَ: أَخْبَرَنَا جَرِيْرٌ عَنْ مَنْصُوْرٍ عَنْ أَبِيْ وَائِلٍ عَنْ أَبِيْ مُوْسَى قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا الْقِتَالُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ فَإِنَّ أَحَدَنَا يُقَاتِلُ غَضَبًا وَ يُقَاتِلُ حَمِيَّةً فَرَفَعَ إِلَيْهِ رَأْسَهُ قَالَ: وَ مَا رَفَعَ إِلَيْهِ رَأْسَهُ إِلَّا أَنَّهُ كَانَ قَائِمًا فَقَالَ: مَنْ قَاتَلَ لِتَكُوْنَ كَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ.

Shahih Bukhari 120: Telah menceritakan kepada kami ‘Utsmān berkata: telah menceritakan kepada kami Jarīr dari Manshūr dari Abū Wā’il dari Abū Mūsā berkata: “Seorang laki-laki datang menemui Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Wahai Rasūlullāh, apakah yang disebut dengan perang fī sabīlillāh (di jalan Allah)? Sebab di antara kami ada yang berperang karena marah dan ada yang karena semangat?” Beliau lalu mengangkat kepalanya ke arah orang yang bertanya, dan tidaklah beliau angkat kepalanya kecuali karena orang yang bertanya itu berdiri. Beliau lalu menjawab: “Barang siapa berperang untuk meninggikan kalimat Allah, maka dia berperang di jalan Allah ‘azza wa jalla.

Derajat: Ijmā‘ ‘Ulamā’: Shaḥīḥ.

Pembanding: SB: 2599, 2894, 6904; SM: 3524, 3525; SAD: 2156; ST: 1570; SN: 3085; SIM: 2773; MA: 18673, 18722, 18771, 18805, 18905, 18906, 21100.

صحيح البخاري ١٢١: حَدَّثَنَا أَبُوْ نُعَيْمٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيْزِ بْنُ أَبِيْ سَلَمَةَ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عِيْسَى بْنِ طَلْحَةَ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عِنْدَ الْجَمْرَةِ وَ هُوَ يُسْأَلُ فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ نَحَرْتُ قَبْلَ أَنْ أَرْمِيَ قَالَ: ارْمِ وَ لَا حَرَجَ قَالَ آخَرُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ حَلَقْتُ قَبْلَ أَنْ أَنْحَرَ قَالَ: انْحَرْ وَ لَا حَرَجَ فَمَا سُئِلَ عَنْ شَيْءٍ قُدِّمَ وَ لَا أُخِّرَ إِلَّا قَالَ: افْعَلْ وَ لَا حَرَجَ.

Shahih Bukhari 121: Telah menceritakan kepada kami Abū Nu‘aim berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Abd-ul-‘Azīz bin Abī Salamah dari az-Zuhrī dari ‘Īsā bin Thalḥah dari ‘Abdullāh bin ‘Amru berkata: “Aku melihat Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam di sisi jumrah sedang ditanya. Seorang laki-laki bertanya: “Wahai Rasūlullāh, aku menyembelih hewan sebelum aku melempar?” Beliau lalu bersabda: “Melemparlah sekarang, dan kau tidak dosa.” Kemudian datang orang lain dan berkata: “Wahai Rasūlullāh, aku telah mencukur rambut sebelum aku menyembelih?” Beliau menjawab: “Sembelihlah sekarang, kau tidak berdosa.” Dan tidaklah beliau ditanya tentang sesuatu yang dikerjakan lebih dahulu atau sesuatu yang diakhirkan dalam mengerjakannya kecuali menjawab: “Lakukanlah dan tidak dosa.

Derajat: Ijmā‘ ‘Ulamā’: Shaḥīḥ.

Pembanding: SB: 1607, 1608, 6173; SM: 2304, 2305; MA: 2879; SD: 1828.