Mustadrak 61 Hendaklah Bertutur Kata Baik & Suka Memberi Makanan (4/11)

Al-MUSTADRAK
(Judul Asli: Al-Mustadraku ‘alash-Shahihain)
Oleh: Imam al-Hakim

Penerjemah: Ali Murtadho
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: Mustadrak Kitab 1 Bab 28

61 – أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ عَصَمَةَ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ الْعَدْلُ، حَدَّثَنِيْ أَبِيْ، ثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِيْ يَزِيْدَ بْنِ الْمِقْدَامِ بْنِ شُرَيْحِ بْنِ هَانِئٍ، عَنِ الْمِقْدَامِ، عَنْ أَبِيْهِ، عَنْ هَانِئٍ، أَنَّهُ لَمَّا وَفَدَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ – قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيُّ شَيْءٍ يُوْجِبُ الْجَنَّةَ؟ قَالَ: “عَلَيْكَ بِحُسْنِ الْكَلَامِ، وَ بَذْلِ الطَّعَامِ”.

هذَا حَدِيْثٌ مُسْتَقِيْمٌ وَ لَيْسَ لَهُ عِلَّةٌ وَ لَمْ يُخْرِجَاهُ، وَ الْعِلَّةُ عِنْدَهُمَا فِيْهِ أَنَّ هَانِئَ بْنَ [ ص: 178 ] يَزِيْدَ لَيْسَ لَهُ رَاوٍ غَيْرُ ابْنِهِ شُرَيْحٍ، وَ قَدْ قَدَّمْتُ الشَّرْطَ فِيْ أَوَّلِ هذَا الْكِتَابِ أَنَّ الصَّحَابِيَّ الْمَعْرُوْفَ إِذَا لَمْ نَجِدْ لَهُ رَاوِيًا غَيْرَ تَابِعِيٍّ وَاحِدٍ مَعْرُوْفٍ احْتَجَجْنَا بِهِ وَ صَحَّحْنَا حَدِيْثَهُ، إِذْ هُوَ صَحِيْحٌ عَلَى شَرْطِهِمَا جَمِيْعًا، فَإِنَّ الْبُخَارِيَّ قَدِ احْتَجَّ بِحَدِيْثِ قَيْسِ بْنِ أَبِيْ حَازِمٍ، عَنِ مِرْدَاسٍ الْأَسْلَمِيِّ، عَنِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ – : “يَذْهَبُ الصَّالِحُوْنَ”. وَ احْتَجَّ بِحَدِيْثِ قَيْسٍ، عَنْ عَدِيِّ بْنِ عُمَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ – : “مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ”. وَ لَيْسَ لَهُمَا رَاوٍ غَيْرُ قَيْسِ بْنِ أَبِيْ حَازِمٍ، وَ كَذلِكَ مُسْلِمٌ قَدِ احْتَجَّ بِأَحَادِيْثِ أَبِيْ مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ، عَنْ أَبِيْهِ وَ أَحَادِيْثِ مَجْزَأَةَ بْنِ زَاهِرٍ الْأَسْلَمِيِّ، عَنْ أَبِيْهِ فَلَزِمَهُمَا جَمِيْعًا عَلَى شَرْطِهِمَا الِاحْتِجَاجُ بِحَدِيْثِ شُرَيْحٍ، عَنْ أَبِيْهِ، فَإِنَّ الْمِقْدَامَ وَ أَبَاهُ شُرَيْحًا مِنْ أَكَابِرِ التَّابِعِيْنَ.

وَ قَدْ كَانَ هَانِئُ بْنُ يَزِيْدَ وَفَدَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ –

61/61. Ibrāhīm bin ‘Ishmah bin Ibrāhīm al-‘Adl mengabarkan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku, Yaḥyā bin Yaḥyā menceritakan kepada kami, Yazīd bin al-Miqdām bin Syuraiḥ bin Hāni’ mengabarkan kepada kami dari al-Miqdām, dari ayahnya, dari Hāni’, bahwa ketika dia menjadi utusan untuk menemui Rasūlullāh s.a.w., dia bertanya: “Wahai Rasūlullāh, apakah sesautu yang mewajibkan (masuk) surga?” Beliau menjawab: “Hendaklah kamu bertutur kata baik dan suka memberi makanan (kepada orang lain).” (1221).

Ini adalah hadits shaḥīḥ dan tidak ber-‘illat, tapi al-Bukhārī dan Muslim tidak meriwayatkannya. ‘Illat-nya menurut keduanya adalah ada periwayat bernama Hāni’ bin Yazīd, yang hanya memiliki satu orang periwayat, yaitu putranya yang bernama Syuraiḥ.

Aku telah menjelaskan di awal kitabku bahwa syarat yang aku tetapkan adalah, seorang sahabat terkenal apabila tidak kami temukan periwayatnya selain seorang tabi‘in yang terkenal, maka kami berhujjah dengannya dan kami shaḥīḥ-kan haditsnya, karena dia shaḥīḥ menurut syarat al-Bukhārī dan Muslim. Selain itu, al-Bukhārī berhujjah dengan hadits Qais bin Abī Ḥāzim (yang meriwayatkan) dari Mirdās al-Aslami, dari Nabi s.a.w. (dengan redaksi): (يَذْهَبُ الصَّالِحُوْنَ) “Orang-orang shalih lenyap.”

Dia juga berhujjah dengan hadits Qais dari ‘Adī bin Umairah, dari Nabi s.a.w. (dengan redaksi): (مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ) “Barang siapa kami berikan amanah untuk suatu jabatan (pekerjaan).”

Dalam kedua hadits ini tidak ada periwayat selain Qais bin Abī Ḥāzim.

Muslim juga berhujjah dengan hadits-hadits Abū Mālik al-Asyja‘ī yang berasal dari ayahnya, dan hadits-hadits Mijza’ah bin Zāhir al-Aslamī yang berasal dari ayahnya. Jadi, berdasarkan ini dan syarat keduanya, maka layak jika berhujjah dengan hadits Syuraiḥ (yang meriwayatkan) dari ayahnya, karena al-Miqdām dan ayahnya yang bernama Syuraiḥ sama-sama berasal dari golongan tabi‘in senior.

Hāni’ bin Yazīd pernah menjadi utusan untuk menemui Rasūlullāh s.a.w.

Catatan:

  1. (122). Adz-Dzahabī berkata dalam at-Talkhīsh: “Hadits ini shaḥīḥ dan tidak ber-‘illat. ‘Illat-nya menurut al-Bukhārī dan Muslim adalah bahwa Hāni’ bin Yazīd hanya memiliki satu orang periwayat yaitu putranya. Akan tetapi menurut keduanya ada beberapa periwayat yang senasib dengannya, seperti Abū Mālik al-Asyja‘ī (yang meriwayatkan) dari ayahnya, Mijza’ah bin Zāhir (yang meriwayatkan) dari ayahnya, dan Qais bin Abī Ḥāzim (yang meriwayatkan) dari ‘Adī bin Umairah.”

    Al-Munawī berkata dalam al-Faidh: “Al-Ḥāfizh al-‘Irāqī berkata dalam al-Amalī: “Hadits ini ḥasan.”

    H.R. Ibnu Ḥibbān (Shaḥīḥu Ibni Ḥibbān, no. 490 dan no. 1938); al-Bukhārī (al-Adab-ul-Mufrad, no. 811); dan Ibnu Abī Syaibah (Mushannafu Ibni Abī Syaibah, 8/331).

    Lih. Itḥāf-us-Sādāt-il-Muttaqīn (7/475 dan 8/172).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *