Mustadrak 20 – Penjelasan Tentang Sembilan Ayat (Mu‘jizat) yang Nyata

Al-MUSTADRAK
(Judul Asli: Al-Mustadraku ‘alash-Shahihain)
Oleh: Imam al-Hakim

Penerjemah: Ali Murtadho
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

11 – بَيَانُ تِسْعِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ

1-11. Penjelasan Tentang Sembilan Ayat (Mu‘jizat) yang Nyata.

20 – حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوْبَ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ مَرْزُوْقٍ، حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيْرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ،

وَ أَخْبَرَنَا أَبُو الْقَاسِمِ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ الْحَسَنِ الْأَسَدِيُّ بِهَمْدَانَ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِيْ إِيَاسٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ،

وَ أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرٍ الْقَطِيْعِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنِيْ أَبِيْ، ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، ثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ سَلَمَةَ، يُحَدِّثُ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَسَّالٍ الْمُرَادِيُّ قَالَ: قَالَ يَهُوْدِيٌّ لِصَاحِبِهِ: اذْهَبْ بِنَا إِلَى هذَا النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ و سَلَّمَ – نَسْأَلُهُ عَنْ هذِهِ الْآيَةِ (وَ لَقَدْ آتَيْنَا مُوْسَى تِسْعَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ) فَقَالَ: لَا تَقُوْلُوْا لَهُ نَبِيٌّ، فَإِنَّهُ لَوْ سَمِعَكَ لَصَارَتْ لَهُ أَرْبَعَةُ أَعْيُنٍ قَالَ: فَسَأَلَاهُ، فَقَالَ: “لَا تُشْرِكُوْا بِاللهِ شَيْئًا، وَ لَا تَسْرِقُوْا، وَ لَا تَزْنُوْا، وَ لَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، وَ لَا تَسْحَرُوْا، وَ لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا، وَ لَا تَمْشُوْا بِبَرِيْءٍ إِلَى ذِيْ سُلْطَانٍ لِيَقْتُلَهُ، وَ لَا تَقْذِفُوْا مُحْصَنَةً، وَ أَنْتُمْ يَا يَهُوْدُ عَلَيْكُمْ خَاصَّةً أَلَا تَعْدُوْا فِي السَّبْتِ” فَقَبَّلَا يَدَهُ وَ رِجْلَهُ، وَ قَالَا: نَشْهَدُ أَنَّكَ نَبِيٌّ، فَقَالَ: “مَا مَنَعَكُمَا أَنْ تُسْلِمَا؟” قَالَا: إِنَّ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلَامُ – دَعَا أَنْ لَا يَزَالَ مِنْ ذُرِّيَّتِهِ نَبِيٌّ، وَ إِنَّا نَخْشَى أَنْ يَقْتُلَنَا يَهُوْدُ.

هذَا حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ لَا نَعْرِفُ لَهُ عِلَّةً بِوَجْهٍ مِنَ الْوُجُوْهِ، وَ لَمْ يُخْرِجَاهُ، وَ لَا ذَكَرَ الصَّفْوَانُ بْنُ عَسَّالٍ حَدِيْثًا وَاحِدًا سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدَ بْنَ يَعْقُوْبَ الْحَافِظَ، وَ يَسْأَلُهُ مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ، فَقَالَ: لِمَ تَرَكَا حَدِيْثَ صَفْوَانَ بْنِ عَسَّالٍ أَصْلًا؟ فَقَالَ: لِفَسَادِ الطَّرِيْقِ إِلَيْهِ. قَالَ الْحَاكِمُ: إِنَّمَا أَرَادَ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ بِهذَا حَدِيْثَ عَاصِمٍ، عَنْ زِرٍّ فَإِنَّهُمَا تَرَكَا عَاصِمَ ابْنَ [ ص: 157 ] بَهْدَلَةَ، فَأَمَّا عَبْدُ اللهِ بْنُ سَلَمَةَ الْمُرَادِيُّ وَ يُقَالُ: الْهَمْدَانِيُّ وَ كُنْيَتُهُ أَبُو الْعَالِيَةِ، فَإِنَّهُ مِنْ كِبَارِ أَصْحَابِ عَلِيٍّ وَ عَبْدِ اللهِ، وَ قَدْ رَوَى عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِيْ وَقَّاصٍ، وَ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، وَ غَيْرِهِمَا مِنَ الصَّحَابَةِ، وَ قَدْ رَوَى عَنْهُ أَبُو الزُّبَيْرِ الْمَكِّيُّ وَ جَمَاعَةٌ مِنَ التَّابِعِيْنَ.

20/20. Abul-‘Abbās Muḥamamd bin Ya‘qūb menceritakan kepada kami, Ibrāhīm bin Marzūq menceritakan kepada kami, Wahb bin Jarīr menceritakan kepada kami, Syu‘bah menceritakan kepada kami,

Abul-Qāsim ‘Abd-ur-Raḥmān bin Ḥasan al-Asadī di Hamdān menceritakan kepada kami, Ibrāhīm bin al-Ḥusain menceritakan kepada kami, Ādam bin Abī Iyās menceritakan kepada kami, Syu‘bah menceritakan kepada kami,

Aḥmad bin Ja‘far al-Qathī‘ī mengabarkan kepada kami, ‘Abdullāh bin Aḥmad bin Ḥanbal menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku, Muḥammad bin Ja‘far menceritakan kepada kami, Syu‘bah menceritakan kepada kami dari ‘Amr bin Murrah, dia berkata: Aku pernah mendengar ‘Abdullāh bin Salamah meriwayatkan hadits dari Shafwān bin ‘Assāl al-Murādī, dia berkata: “Seorang Yahudi berkata kepada temannya: “Mari kita pergi menemui Nabi ini (Muḥammad s.a.w.) untuk bertanya kepadanya tentang ayat ini: “Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mu‘jizat yang nyata.” (Al-Isrā’ [17]: 101). Si Yahudi berkata: “Jangan kamu katakan kepadanya bahwa dia seorang nabi, karena jika dia mendengarmu maka dia akan memiliki empat mata.”

Keduanya pun menanyakannya kepada beliau. (771). Nabi s.a.w. lalu menjawab: “Janganlah kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, jangan mencuri, jangan berzina, jangan membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan cara yang benar, jangan melakukan sihir, jangan memakan riba’, jangan membawa orang tak berdosa kepada penguasa untuk dibunuh, jangan menuduh perempuan baik-baik (berbuat zina), dan kalian bangsa Yahudi, khusus untuk hari Sabtu (Sabbath) janganlah kalian melanggar perintah Allah.

Keduanya lalu mencium tangan dan kaki beliau, (782) lantas berkata: “Kami bersaksi bahwa engkau seorang nabi.” Nabi s.a.w. lalu bertanya: “Apa yang menghalangi kalian masuk Islam?” Keduanya menjawab: “Sesungguhnya Dāūd a.s. berdoa agar senantiasa ada keturunannya yang menjadi nabi, dan kami takut akan dibunuh orang-orang Yahudi (seandainya masuk Islam).” (793)

Hadits ini shaḥīḥ.

Kami tidak mengetahui ada ‘illat-nya dari berbagai segi. Al-Bukhārī dan Muslim tidak meriwayatkannya. Shafwān bin ‘Assāl tidak menyebutkan satu hadits pun.

Aku mendengar Abū ‘Abdillāh Muḥammad bin Ya‘qūb ditanya oleh Muḥammad bin ‘Ubaidillāh: “Mengapa keduanya meninggalkan hadits Shafwān dan ‘Assāl?” Dia menjawab: “Lantaran rusaknya jalur (periwayatan) kepadanya.”

Al-Ḥakīm berkata: “Maksud Abū ‘Abdillāh adalah hadits ‘Āshim bin Zirr, karena keduanya meninggalkann ‘Āshim bin Bahdalah. Adapun ‘Abdullāh bin Salamah al-Murādī, yang disebut al-Hamdānī dan bergelar Abul-‘Āliyah, termasuk salah seorang pengikut senior ‘Alī bin ‘Abdullāh. Haditsnya telah diriwayatkan dari Sa‘ad bin Abī Waqqāsh dan Jābir bin ‘Abdullāh serta para sahabat lainnya. Abuz-Zubair al-Makkī dan segolongan tabi‘in telah meriwayatkan darinya.” (804).

Catatan:

  1. (77). Dalam Sunan-ut-Tirmidzī dikatakan: “Jadi keduanya mendatangi Nabi s.a.w. dan menanyakan hal itu kepada beliau.”
  2. (78). Dalam Sunan-ut-Tirmidzī disebutkan: “Kedua tangan dan kedua kaki beliau.”
  3. (79). Adz-Dzahabī berkata dalam at-Talkhīsh: “Hadits ini shaḥīḥ, dan kami tidak mengetahui ada ‘illat-nya.

    H.R. an-Nasā’ī (Sunan-un-Nasā’ī, 2/142); Aḥmad (al-Musnad, 4/239, 240, 339, dan 5/313); al-Baihaqī (as-Sunan-ul-Kubrā, 8/166); Ibnu Abī Syaibah (al-Mushannaf, 14/298); dan Ibnu Abī ‘Āshim (as-Sunnah, 2/470); dan al-Ḥakīm 4/351).

    Al-Hakim menilai hadits ini shaḥīḥ dan disetujui oleh adz-Dzahabi.

  4. (80). Pada manuskrip asli dan manuskrip kedua tidak tercantum tulisan.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *