Mustadrak 171 Malu Adalah Bagian Dari Iman (2/3)

Al-MUSTADRAK
(Judul Asli: Al-Mustadraku ‘alash-Shahihain)
Oleh: Imam al-Hakim

Penerjemah: Ali Murtadho
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: Mustadrak Kitab 1 Bab 69

171 – حَدَّثَنَاهُ أَبُو النَّضْرِ مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يُوْسُفَ الْفَقِيْهُ بِالطَّابِرَانِ، وَ أَبُوْ نَصْرٍ أَحْمَدُ بْنُ سَهْلٍ الْفَقِيْهُ، بِبُخَارَى، قَالَا: ثَنَا صَالِحُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ حَبِيْبٍ الْحَافِظُ، ثَنَا سَعِيْدُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْوَاسِطِيُّ، ثَنَا هُشَيْمٌ، عَنْ مَنْصُوْرِ بْنِ زَاذَانَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أَبِيْ بَكْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ – : “الْحَيَاءُ مِنَ الْإِيْمَانِ، وَ الْإِيْمَانُ فِي الْجَنَّةِ، وَ الْبَذَاءُ مِنَ الْجَفَاءِ، وَ الْجَفَاءُ فِي النَّارِ”.
[ ص: 224 ] وَ لَهُ شَاهِد ثَانٍ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ.

171/171. Abun-Nadhr Muḥammd bin Muḥmmad bin Yūsuf al-Faqīh menceritakannya kepada kami di Thābirān, dan Abū Nashr Aḥmad bin Sahl al-Faqīh di Bukhārā, keduanya berkata: Shāliḥ bin Muḥammad bin Ḥabīb al-Ḥāfizh menceritakan kepada kami, Sa‘īd bin Sulaimān al-Wāsithī menceritakan kepada kami, Husyaim menceritakan kepada kami dari Manshūr bin Zadzān, dari Ḥasan, dari Abū Bakrah, dia berkata: Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Malu adalah bagian dari iman, dan iman (akan memasukkan) ke dalam surga. Kata-kata kotor adalah bagian dari perangai yang kasar, dan perangai yang kasar (akan memasukkan) ke dalam neraka.” (2321).

Hadits ini memiliki syāhid kedua sesuai syarat Muslim:

Catatan:

  1. (232). Adz-Dzahabī tidak mengomentarai hadits ini dalam at-Talkhīsh.

    Al-Munawī berkata dalam al-Faidh: “Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzī, al-Ḥākim, dan al-Baihaqī dalam asy-Syu‘ab dari Abū Hurairah, al-Bukhārī dalam al-Adab-ul-Mufrad, Ibnu Mājah, al-Ḥākim, dan al-Baihaqī dalam Syu‘ab-ul-Īmān dari Abū Bakrah, ath-Thabrānī dalam al-Kabīr, dan al-Baihaqī dalam asy-Syu‘ab dari ‘Imrān bin Ḥashīn (Ḥushain).”

    Dia lalu berkata: Al-Haitsamī berkata di suatu tempat: “Para periwayatnya shaḥīḥ.”

    Dia juga mengulanginya di tempat lain. Dia berkata: “Di dalamnya terdapat Muḥammad bin Mūsā bin Abū Nu‘aim, yang dinilai tsiqah oleh Abū Ḥātim, tapi dinilai pendusta oleh segolongan periwayat. Sedang para periwayatnya yang lain shaḥīḥ.”

    Adz-Dzahabī dalam al-Kabā’ir menyatakan bahwa hadits ini shaḥīḥ.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *