Mustadrak 13 – Faedah Mempercepatkan Perlaksaan Hudud (Hukuman) (1/2)

Al-MUSTADRAK
(Judul Asli: Al-Mustadraku ‘alash-Shahihain)
Oleh: Imam al-Hakim

Penerjemah: Ali Murtadho
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: Mustadrak Kitab 1 Bab 7

7 – فَائِدَةُ تَعْجِيْلِ عُقُوْبَةِ الْحُدُوْدِ

1-7. Faedah Mempercepatkan Perlaksaan Hudud (Hukuman).

13 – حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوْبَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ الصَّغَانِيُّ، [ص: 153] حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا يُوْنُسُ بْنُ أَبِيْ إِسْحَاقَ، عَنْ أَبِيْهِ، عَنْ أَبِيْ جُحَيْفَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ – : “مَنْ أَصَابَ حَدًّا فَعَجَّلَ اللهُ لَهُ عُقُوْبَتَهُ فِي الدُّنْيَا فَاللهُ أَعْدَلُ مِنْ أَنْ يُثَنِّيْ عَلَى عَبْدِهِ الْعُقُوْبَةَ فِي الْآخِرَةِ، وَ مَنْ أَصَابَ حَدًّا فَسَتَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ وَ عَفَا عَنْهُ فَاللهُ أَكْرَمُ مِنْ أَنْ يَعُوْدَ فِيْ شَيْءٍ قَدْ عَفَا عَنْهُ”.

هذَا حَدِيْثٌ صَحِيْحُ الْإِسْنَادِ وَ لَمْ يُخْرِجَاهُ، وَ قَدِ احْتَجَّا جَمِيْعًا بِأَبِيْ جُحَيْفَةَ، عَنْ عَلِيٍّ، وَ اتَّفَقَا عَلَى أَبِيْ إِسْحَاقَ، وَ احْتَجَّا جَمِيْعًا بِالْحَجَّاجِ بْنِ مُحَمَّدٍ، وَ احْتَجَّ مُسْلِمٌ بِيُوْنُسَ بْنِ أَبِيْ إِسْحَاقَ.

13/13. Abul-‘Abbās Muḥammad bin Ya‘qūb menceritakan kepada kami, Muḥammad bin Isḥāq ash-Shaghānī menceritakan kepada kami, Ḥajjāj bin Muḥammad menceritakan kepada kami, Yūnus bin Abī Isḥāq menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Abū Juḥaifah, dari ‘Alī bin Abī Thālib, dia berkata: Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Barang siapa melakukan pelanggaran yang menyebabkannya harus dihukum, lalu Allah segera menghukumnya di dunia, maka Allah lebih adil daripada mengulangi suatu hukuman terhadap hamba-Nya di akhirat. Barang siapa melakukan suatu pelanggaran yang menyebabkannya harus dihukum, lalu Allah menutupinya dan memaafkannya, maka Allah lebih terhormat daripada mengulangi sesuatu yang telah dimaafkan-Nya.” (691).

Sanad hadits ini shaḥīḥ, namun al-Bukhārī dan Muslim tidak meriwayatkannya. Keduanya sama-sama berhujjah dengan Abū Juḥaifah dari ‘Alī dan telah sepakat terhadap Abū Isḥāq. Keduanya juga sama-sama berhujjah dengan al-Ḥajjāj bin Muḥammad. Sementara Muslim berhujjah dengan Yūnus bin Abī Isḥāq.

Catatan:

  1. (69). Adz-Dzahabī berkata dalam at-Talkhīsh: “Sanad-nya shaḥīḥ.”

    Al-Munawī berkata dalam al-Faidh: “Adz-Dzahabi berkata dalam al-Muhadzdzab: “Sanad-nya jayyid (bagus).”

    Sementara Ibnu Ḥajar berkata dalam al-Fatḥ: “Sanad-nya ḥasan (baik).”

    H.R. at-Tirmidzī (Sunan-ut-Tirmidzī, no. 2626); Ibnu Mājah (Sunanu Ibni Mājah, no. 2604); al-Ḥakīm (2/445, pembahasan: Tafsir dan 4/262, pembahasan: Tobat); dan Ibnu Abid-Dunyā (Ḥusn-uzh-Zhanni Billāh, no:52).

    At-Tirmidzī berkata: “Hadits ini ḥasan gharīb.”

    Al-Ḥakīm berkata: “Hadits ini shaḥīḥ sesuai syarat al-Bukhārī dan Muslim, tapi keduanya tidak meriwayatkannya, dan hanya Isḥāq bin Ibrāhīm yang meriwayatkannya ketika menafsirkan firman Allah s.w.t.: “Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).

    Adz-Dzahabī juga menyetujuinya pada pembahasan ini dalam at-Talkhīsh.

    Al-Ḥakīm juga meriwayatkannya untuk ketiga kalinya, tapi dia mendiamkannya (tidak mengomentarinya). Kemudian adz-Dzahabī mengikutinya dengan tidak mengomentarinya dalam at-Talkhīsh.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *