Musnad Imam Asy-Syafi’i Bab. 7 (Pembahasan Tentang Puasa dan Shalat Dua Hari Raya) – No.385 s.d 390 (2/2)

MUSNAD IMĀM ASY-SYĀFI‘Ī
 
Diterjemahkan Oleh:
HaditsSoft (Grup)
 
Diterbitkan Oleh:
HaditsSoft

 
(Belum ada catatan kakinya di HaditsSoft yang kami miliki)

مسند الشافعي ٣٨٥: أَخْبَرَنَا مُسْلِمُ بْنُ خَالِدٍ، وَ عَبْدُ الْمَجِيْدِ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيْزِ بْنِ أَبِيْ رَوَّادٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِيْ رَبَاحٍ، أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ، كَانَ لَا يَرَى بَأْسًا أَنْ يُفْطِرَ الْإِنْسَانُ فِيْ صِيَامِ التَّطَوُّعِ، وَ يُضْرَبُ لِذلِكَ أَمْثَالًا: رَجُلٌ طَافَ سَبْعًا وَ لَمْ يُوَفِّهِ فَلَهُ مَا احْتَسَبَ أَوْ صَلَّى رَكْعَةً وَ لَمْ يُصَلِّ أُخْرَى فَلَهُ أَجْرُ مَا احْتَسَبَ.

Musnad Syāfi‘ī 385: Muslim bin Khālid dan ‘Abd-ul-Majīd bin ‘Abd-il-‘Azīz bin Ruawwād mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari ‘Athā’ bin Abī Rabāḥ: Bahwa Ibnu ‘Abbās tidak memandang sebagai suatu masalah bila seseorang membatalkan puasa sunnahnya. Lalu ia memberikan suatu perumpamaan untuk hal tersebut, yaitu: seorang lelaki hendak melakukan thawaf tujuh kali putaran, tetapi ternyata ia tidak dapat memenuhi seluruhnya, maka baginya pahala dari apa yang telah dilakukannya. Atau, ia shalat satu raka‘at tanpa melanjutkannya dengan raka‘at yang lain, maka baginya pahala dari apa yang telah dikerjakannya. 390

مسند الشافعي ٣٨٦: أَخْبَرَنَا مُسْلِمٌ، وَ عَبْدُ الْمَجِيْدِ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِيْنَارٍ قَالَ: كَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ لَا يَرَى بِالْإِفْطَارِ فِيْ صِيَامِ التَّطَوُّعِ بَأْسًا.

Musnad Syāfi‘ī 386: Muslim dan ‘Abd-ul-Majīd mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari ‘Amr bin Dīnār, ia berkata: “Ibnu ‘Abbās tidak memandang sebagai suatu masalah bila membatalkan puasa sunnah.” 391

مسند الشافعي ٣٨٧: أَخْبَرَنَا مُسْلِمٌ، وَ عَبْدُ الْمَجِيْدِ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، أَنَّهُ كَانَ لَا يَرَى بِالْإِفْطَارِ فِيْ صِيَامِ التَّطَوُّعِ بَأْسًا.

Musnad Syāfi‘ī 387: Muslim dan ‘Abd-ul-Majīd mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Juraij dari Abū-z-Zubair dari Jābir bin ‘Abdillāh: Bahwa ia tidak melihat ada dosa dalam membatalkan puasa sunnah. 392

مسند الشافعي ٣٨٨: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْمَجِيْدِ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ كَانَ يَأْتِيْ أَهْلَهُ حِيْنَ يَنْتَصِفُ النَّهَارُ أَوْ قَبْلَهُ فَيَقُوْلُ: هَلْ مِنْ غَدَاءٍ؟ فَيَجِدُهُ أَوْ لَا يَجِدُهُ، فَيَقُوْلُ: «لَأَصُوْمَنَّ هذَا الْيَوْمَ، فَيَصُوْمُهُ وَ إِنْ كَانَ مُفْطِرًا وَ بَلَغَ ذلِكَ الْحِيْنَ وَ هُوَ مُفْطِرٌ» قَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ: أَخْبَرَنَا عَطَاءٌ: وَ بَلَغَنَا أَنَّهُ كَانَ يَفْعَلُ مِثْلَ ذلِكَ حِيْنَ يُصْبِحُ مُفْطِرًا حَتَّى الضُّحَى أَوْ بَعْدَهُ، وَ لَعَلَّهُ أَنْ يَكُوْنَ وَجَدَ غَدَاءً وَ لَمْ يَجِدْهُ.

Musnad Syāfi‘ī 388: ‘Abd-ul-Majīd mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari ‘Athā’, dari Abū-d-Dardā’: Bahwa ia datang kepada keluarganya di saat tengah hari atau sebelumnya, lalu ia berkata: “Apakah ada makan siang?” Bila menemukannya (maka ia makan), atau bila tidak menemukannya, maka ia berkata: “Aku benar-benar akan puasa hari ini.” Lalu ia puasa di hari itu sekalipun dalam keadaan mufthir (tidak berniat puasa). Kemudian hal tersebut sampai kepada al-Ḥusain yang sedang dalam keadaan mufthir. Ibnu Juraij mengatakan bahwa ‘Athā’ menceritakan kepada kami dan telah sampai kepadanya (Ibnu Juraij) bahwa dia (‘Athā’) melakukan hal yang sama sampai pagi hari dalam keadaan mufthir hingga waktu dhuḥā atau sesudahnya, barangkali dia berharap menemukan makanan atau tidak. 393

مسند الشافعي ٣٨٩: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْمَجِيْدِ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، أَخْبَرَنِيْ عُتْبَةُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَارِثِ، أَنَّ كُرَيْبًا مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ، ” رَأَى مُعَاوِيَةَ صَلَّى الْعِشَاءَ ثُمَّ أَوْتَرَ بِرَكْعَةٍ وَاحِدَةٍ وَ لَمْ يَزِدْ عَلَيْهَا، فَأُخْبِرَ ابْنَ عَبَّاسٍ فَقَالَ: أَصَابَ، أَيْ بُنَيَّ، لَيْسَ أَحَدٌ مِنَّا أَعْلَمَ مِنْ مُعَاوِيَةَ هِيَ وَاحِدَةٌ أَوْ خَمْسٌ أَوْ سَبْعٌ إِلَى أَكْثَرَ مِنْ ذلِكَ الْوِتْرُ مَا شَاءَ .”

Musnad Syāfi‘ī 389: ‘Abd-ul-Majīd mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, ‘Utbah bin Muḥammad bin Ḥārits mengabarkan kepadaku: Kuraib mantan budak Ibnu ‘Abbās mengabarkan kepadanya bahwa ia melihat Mu‘āwiyah shalat ‘Isyā’, kemudian melakukan shalat Witir dengan satu raka‘at tanpa melebihkannya. Lalu aku (‘Utbah bin Muḥammad bin Ḥārits) mengabarkan hal itu kepada Ibnu ‘Abbās, maka ia berkata: “Benar, hai anakku, sesungguhnya tiada seorang pun di antara kita yang lebih mengetahui dari Mu‘āwiyah. Shalat Witir itu satu raka‘at atau lima raka‘at atau tujuh raka‘at hingga lebih banyak lagi dari itu; shalat Witir dilakukan sesukanya.” 394

مسند الشافعي ٣٩٠: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْمَجِيْدِ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ يَزِيْدَ بْنِ خُصَيْفَةَ، عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ، أَنَّ رَجُلًا، سَأَلَ عَبْدَ الرَّحْمنِ التَّيْمِيَّ عَنْ صَلَاةِ طَلْحَةَ فَقَالَ: إِنْ شِئْتَ أَخْبَرْتُكَ عَنْ صَلَاةِ عُثْمَانَ قَالَ: قُلْتُ: لَأَغْلِبَنَّ اللَّيْلَةَ عَلَى الْمَقَامِ، فَقُمْتُ فَإِذَا بِرَجُلٍ يُزَاحِمُنِيْ مُتَقَنِّعًا، فَنَظَرْتُ فَإِذَا عُثْمَانُ، قَالَ: فَتَأَخَّرْتُ عَنْهُ فَصَلَّى فَإِذَا هُوَ يَسْجُدُ سُجُوْدَ الْقُرْآنِ حَتَّى إِذَا قُلْتُ: هذِهِ هَوَادِي الْفَجْرِ، فَأَوْتَرَ بِرَكْعَةٍ لَمْ يُصَلِّ غَيْرَهَا.

Musnad Syāfi‘ī 390: ‘Abd-ul-Majīd mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Yazīd bin Khushaifah, dari as-Sā’ib bin Yazīd: Ada seorang lelaki bertanya kepada ‘Abd-ur-Raḥmān at-Taimī tentang shalat yang dilakukan oleh Thalḥah, maka berkatalah ‘Abd-ur-Raḥmān, “Jika kamu suka, aku akan menceritakan kepadamu tentang shalat yang dilakukan oleh ‘Utsmān.” ‘Abd-ur-Raḥmān at-Taimī melanjutkan kisahnya: “Aku berkata (kepada diriku sendiri): “Aku benar-benar akan berusaha sekuat tenaga untuk mencapai maqām malam ini. Akhirnya aku berhasil berdiri padanya. Tetapi tiba-tiba ada seorang lelaki memakai penutup wajah mendesakku, maka aku memperhatikannya, dan ternyata dia adalah ‘Utsmān.” ‘Abd-ur-Raḥmān at-Taimī melanjutkan kisahnya: “Maka aku mundur darinya, lalu ia shalat dan ternyata ia melakukan sujūd, ya‘ni sujūd al-Qur’ān (sujūd Tilāwah); hingga ketika aku katakan: “Pertanda waktu fajar telah datang”, maka ia shalat Witir satu rakaat tanpa melakukan shalat lain lagi.” 395