مسند الشافعي ٦٢٥: أَخْبَرَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِيْهِ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ: حَاضَتْ صَفِيَّةُ بَعْدَمَا أَفَاضَتْ، فَذَكَرْتُ حَيْضَتَهَا لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ: «أَحَابِسَتُنَا هِيَ؟» فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّهَا قَدْ حَاضَتْ بَعْدَمَا أَفَاضَتْ، قَالَ: «فَلَا إِذًا».
Musnad Syāfi‘ī 625: Ibnu ‘Uyainah mengabarkan kepada kami dari ‘Abd-ur-Raḥmān bin al-Qāsim, dari ayahnya, dari ‘Ā’isyah r.a., bahwa ia berkata: “Shafiyyah mengalami haidh setelah melakukan thawāf Ifādhah, lalu aku menceritakan perihal haidnya kepada Nabi s.a.w.. Maka beliau bersabda: “Apakah dia menahan kita?” Aku berkata: “Wahai Rasūlullāh, sesungguhnya dia haidh setelah melakukan thawāf Ifādhah”. Nabi bersabda: “Kalau demikian, berarti tidak.” 625
مسند الشافعي ٦٢٦: أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ الْقَاسِمِ، نَحْوَهُ.
Musnad Syāfi‘ī 626: Mālik mengabarkan kepada kami dari ‘Abd-ur-Raḥmān bin al-Qāsim dengan redaksi yang serupa dengannya. 626
مسند الشافعي ٦٢٧: أَخْبَرَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ صَفِيَّةَ، حَاضَتْ يَوْمَ النَّحْرِ، فَذَكَرَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا حَيْضَهَا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ: «أَحَابِسَتُنَا؟» فَقُلْتُ: إِنَّهَا قَدْ كَانَتْ أَفَاضَتْ ثُمَّ حَاضَتْ بَعْدَ ذلِكَ، قَالَ: «فَلْتَنْفِرْ إِذًا».
Musnad Syāfi‘ī 627: Ibnu ‘Uyainah mengabarkan kepada kami dari az-Zuhrī, dari ‘Urwah, dari ‘Ā’isyah: Bahwa Shafiyyah mengalami haidh di Hari Raya Qurbān, lalu ‘Ā’isyah menceritakan haidhnya itu kepada Nabi s.a.w.. Maka beliau bersabda: “Apakah dia menahan kita?” Aku (‘Ā’isyah) berkata: “Sesungguhnya dia telah melakukan thawāf Ifādhah, kemudian baru haidh sesudahnya.” Maka beliau s.a.w. bersabda: “Kalau demikian, hendaklah ia berangkat (pulang).” 627
مسند الشافعي ٦٢٨: أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيْهِ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ذَكَرَ صَفِيَّةَ ابْنَةَ حُيَيٍّ فَقِيْلَ: إِنَّهَا قَدْ حَاضَتْ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: «لَعَلَّهَا حَابِسَتُنَا». قِيْلَ: إِنَّهَا قَدْ أَفَاضَتْ، قَالَ: «فَلَا إِذًا». قَالَ مَالِكٌ: قَالَ هِشَامٌ: قَالَ عُرْوَةُ: قَالَتْ عَائِشَةُ: وَ نَحْنُ نَذْكُرُ ذلِكَ، فَلِمَ يُقَدِّمُ النَّاسُ نِسَاءَهُمْ إِنْ كَانَ لَا يَنْفَعُهُمُ، وَ لَوْ كَانَ ذلِكَ الَّذِيْ يَقُوْلُ لَأَصْبَحَ بِمِنًى أَكْثَرُ مِنْ سِتَّةِ آلَافِ امْرَأَةٍ حَائِضٍ.
Musnad Syāfi‘ī 628: Mālik mengabarkan kepada kami dari Hisyām, dari ayahnya, dari ‘Ā’isyah r.a.: Bahwa Rasūlullāh teringat kepada Shafiyyah binti Ḥuyayyin, maka dijawab bahwa ia sedang haidh. Lalu Rasūlullāh bersabda: “Apakah dia menahan keberangkatan kita?” Dijawab bahwa dia telah melakukan thawāf Ifādhah. Maka beliau s.a.w. bersabda: “Kalau demikian, berarti tidak.”
Imām Mālik mengatakan —begitu pula Hisyām dan ‘Urwah— bahwa ‘Ā’isyah r.a. berkata: “Kami selalu ingat akan peristiwa tersebut, maka mengapa orang-orang menyuruh para istri mereka segera berangkat bila hal tersebut tidak bermanfaat bagi mereka. Seandainya kejadiannya seperti apa yang dikatakan beliau s.a.w., niscaya di Minā akan terdapat lebih dari 6000 kaum wanita yang haidh.” 628
مسند الشافعي ٦٢٩: أَخْبَرَنَا سَعِيْدُ بْنُ سَالِمٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ طَاوُسٍ قَالَ: ” كُنْتُ مَعَ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا إِذْ قَالَ لَهُ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ: أَتُفْتِيْ أَنْ تَصْدُرَ الْحَائِضُ قَبْلَ أَنْ يَكُوْنَ آخِرُ عَهْدِهَا بِالْبَيْتِ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَلَا تُفْتِ بِذلِكَ. فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: أَمَّا لَا فَسَلْ فُلَانَةَ الْأَنْصَارِيَّةَ: هَلْ أَمَرَهَا بِذلِكَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ. قَالَ: فَرَجَعَ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ يَضْحَكُ وَ قَالَ: مَا أُرَاكَ إِلَّا قَدْ صَدَقْتَ. “
Musnad Syāfi‘ī 629: Sa‘īd bin Sālim mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari al-Ḥasan bin Muslim, dari Thāwūs, ia mengatakan: Ketika aku sedang bersama Ibnu ‘Abbās, tiba-tiba Zaid bin Tsābit bertanya kepadanya:“Apakah engkau telah memberikan fatwa bahwa wanita yang sedang haidh boleh pulang sebelum akhir masa (‘ibādah) nya di Baitullāh?” Ibnu ‘Abbās menjawab: “Ya.” Zaid berkata: “Janganlah engkau memfatwakan itu lagi.” Ibnu ‘Abbās bertanya: “Mengapa tidak? Tanyakanlah kepada si fulānah dari kalangan Anshār, apakah dia diperintahkan oleh Rasūlullāh s.a.w. (untuk melakukannya).” Perawi melanjutkan kisahnya: Maka Zaid bin Tsābit kembali seraya tertawa dan berkata: “Tidak sekali-kali aku melihatmu melainkan engkau benar.” 629
مسند الشافعي ٦٣٠: أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ أَبِي الرِّجَالِ، عَنْ أُمِّهِ، عَمْرَةَ أَنَّهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّ عَائِشَةَ كَانَتْ إِذَا حَجَّتْ مَعَهَا نِسَاءٌ تَخَافُ أَنْ يَحِضْنَ قَدَّمَتْهُنَّ يَوْمَ النَّحْرِ فَأَفَضْنَ، فَإِنْ حِضْنَ بَعْدَ ذلِكَ لَمْ تَنْتَظِرْ لَهُنَّ أَنْ يَطْهُرْنَ، فَتَنْفِرُ بِهِنَّ وَ هُنَّ حُيَّضٌ.
Musnad Syāfi‘ī 630: Mālik mengabarkan kepada kami dari Abū-r-Rijāl, dari ibunya, ‘Amrah, bahwa ia berkata: “Bahwa ‘Ā’isyah apabila berhaji bersama kaum wanita yang dikhawatirkan akan haidh, maka ia mendahulukan mereka di Hari Raya Qurbān. Untuk itu, mereka berangkat; dan jika mereka haidh sesudah itu, maka ia tidak menunggu mereka bersuci terlebih dahulu dan berangkat bersama mereka, sedangkan mereka dalam keadaan haidh.” 630
مسند الشافعي ٦٣١: أَخْبَرَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ أَيُّوْبَ، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ، أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا كَانَتْ تَأْمُرُ النِّسَاءَ أَنْ يُعَجِّلْنَ الْإِفَاضَةَ مَخَافَةَ الْحَيْضِ.
Musnad Syāfi‘ī 631: Ibnu ‘Uyainah mengabarkan kepada kami dari Ayyūb, dari al-Qāsim bin Muḥammad: Bahwa ‘Ā’isyah memerintahkan kaum Wanita agar segera berangkat karena khawatir haidh mereka datang. 631
مسند الشافعي ٦٣٢: أَخْبَرَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِيْنَارٍ، وَ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ مَيْسَرَةَ، عَنْ طَاوُسٍ قَالَ: جَلَسْتُ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَمِعْتُهُ يَقُوْلُ: ” لَا يَنْفِرَنَّ أَحَدٌ حَتَّى يَكُوْنَ آخِرُ عَهْدِهِ بِالْبَيْتِ، فَقُلْتُ: مَا لَهُ؟ أَمَا سَمِعَ مَا سَمِعَ أَصْحَابُهُ؟ ثُمَّ جَلَسْتُ إِلَيْهِ مِنَ الْعَامِ الْمُقْبِلِ فَسَمِعْتُهُ يَقُوْلُ: زَعَمُوْا أَنَّهُ رُخِّصَ لِلْمَرْأَةِ الْحَائِضِ .”
Musnad Syāfi‘ī 632: Ibnu ‘Uyainah mengabarkan kepada kami dari ‘Amr bin Dīnār, dari Ibrāhīm bin Maisarah, dari Thāwūs, ia mengatakan: Aku duduk di sebelah Ibnu ‘Umar, dan aku mendengar ia berkata: “Janganlah seseorang di antara kalian pulang sebelum akhir masa (ibadah)nya di Baitullāh.” Maka aku berkata: “Mengapa dia, apakah semua temannya mendengarnya?” Kemudian aku duduk lagi di sebelahnya di tahun berikutnya, dan aku mendengarnya berkata:, “Mereka merasa yakin bahwa dirukhshahkan (hal tersebut) bagi wanita yang sedang haidh.” 632
مسند الشافعي ٦٣٣: أَخْبَرَنَا سَعِيْدٌ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ: قُلْتُ لِعَطَاءٍ: ” قَوْلُ اللهِ تَعَالَى: {لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَ أَنْتُمْ حُرُمٌ، وَ مَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُّتَعَمِّدًا} [الْمَائِدَة: 95] قُلْتُ لَهُ: فَمَنْ قَتَلَهُ خَطَأً يُغَرَّمُ؟ قَالَ: نَعَمْ، يُعَظِّمُ بِذلِكَ حُرُمَاتِ اللهِ، وَ مَضَتْ بِهِ السُّنَنُ .”
Musnad Syāfi‘ī 633: Sa‘īd mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij yang mengatakan: Aku mengatakan kepada ‘Athā’ tentang firman Allah s.w.t.: “Janganlah kalian membunuh binatang buruan ketika kalian sedang ihram. Barang siapa di antara kalian membunuhnya dengan sengaja….” (Qs. Al-Mā’idah [5]: 95). Lalu kutanyakan kepadanya: “Barang siapa yang membunuhnya dengan tersalah (tidak sengaja), apakah ia pun dikenakan denda?” Ia menjawab: “Ya. Dengan demikian, maka batasan-batasan Allah s.w.t. dihormati dan ketentuan- ketentuan Sunnah dapat berlangsung.” 633
مسند الشافعي ٦٣٤: أَخْبَرَنَا مُسْلِمٌ، وَ سَعِيْدٌ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِيْنَارٍ قَالَ: «رَأَيْتُ النَّاسَ يُغَرَّمُوْنَ فِي الْخَطَأِ».
Musnad Syāfi‘ī 634: Muslim dan Sa‘īd mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari ‘Amr bin Dīnār, ia berkata: “Aku melihat orang-orang dikenai hukuman denda karena (membunuh binatang buruan) secara keliru.” 634