(lanjutan)
Kewajiban bagi para pembaca Al-Qur’an adalah memperhatikan tata cara membaca Al-Qur’an Sebelum melanjutkan kepada tujuan, saya ingin menjelaskan beberapa adab serta tata cara membaca Al-Qur’an. Sebuah syair menyebutkan:
“Tanpa adab, sesorang akan kehilangan keutamaan dari Allah.”
Kesimpulan dari adab membaca Al-Qur’an adalah Al-Qur’an hendaknya benar-benar dianggap sebagai firman firman Allah swt yang kita sembah, sebagai perkataan Dzat Yang kita cintai dan kita cari. Bagi seseorang yang telah merasakan cinta tentu mengetahui nilai surat cinta, tulisan, atau ucapannya, yang benar-benar terasa di dalam hari Perasaan dan gelora cinta yang ada pada saat itu tidak mungkin dapat dilukiskan dengan rumusan dan kata-kata “Cinta akan mengajarimu bagaimana adab bercinta.”
Ketika itu kita dapat melukiskan keindahan yang sesungguhnya, dan Allah Yang kita cintai Yang Kemurahan-Nya tiada terhitung. Dan kita menganggapnya sebagai perkataan Ahkamul-Hakimin, Raja segala raja, yang diyakini sebagai hukum-hukum dari Maharaja, yang tiada sesuatu pun yang dapat mengalahkan-Nya.
Maka ketika membaca Al-Qur’an, hendaknya kita meresapinya dengan perasaan cinta. Bagi orang yang pernah berhubungan dengan istana kerajaan, ia akan mengetahui melalui pengalamannya, sedangkan yang belum pernah, ia akan membayangkan setiap perkataan rajanya yang kemuliaannya itu pasti akan mempengaruhi hatinya, Al-Qur’an adalah firman Dzat Yang kita cintai dan Mahabijaksana. Oleh sebab itu, membaca kalam-Nya dengan menunaikan kedua adab tersebut sangatlah penting.
Apabila Ikrimah r.a. hendak membaca Al-Qur’an, begitu membukanya ia hampir terjatuh pingsan, dari mulutnya keluar kata-kata:
هذَا كَلَامُ رَبِّي هَذَا كَلَامُ رَبِّي.
“Ini adalah perkataan Rabbku, ini adalah perkataan Rabbku. Semua itu merupakan perincian ringkas yang ditulis oleh para ulama mengenai adab-adab membaca Al-Qur’an, yang disajikan kepada para pembaca. Yang jelas, ketika kita membaca Al Qur’an, hendaknya kita tidak merasa seperti orang suruhan atau seperti pekerja-Nya, tetapi kita harus merasa sebagai hamba yang membaca di hadapan majikan dan pemiliknya. Ahli sufi mengatakan, barangsiapa selalu menyadari semua kekurangannya dalam melaksanakan adab, maka ia akan bertambah dekat dengan Allah swt.. Dan sebaliknya, barangsiapa merasa cukup dan ujub, maka akan bertambah jauh dari peningkatan.
Adab-adab Membaca Al-Qur’an
Setelah bermiswak dan berwudhu, hendaknya duduk di tempat yang sepi dengan penuh hormat dan kerendahan sambil menghadap kiblat. Kemudian dengan menghadirkan hati dan khusyu’, kita membaca Al-Qur’an dengan perasaan seperti kita sedang mendengarkan bacaan Al-Qur’an langsung dari Allah swt. Jika kita mengerti maknanya, sebaiknya kita membacanya dengan tadabbur dan tafakkur. Apabila menemui ayat-ayat rahmat, hendaknya berdoa untuk mengharap ampunan dan rahmat-Nya. Apabila menjumpai ayat-ayat adzab dan ancaman Allah swt., hendaknya kita meminta perlindungan kepada-Nya, karena tidak ada penolong selain Allah swt. Apabila kita menemukan ayat tentang kebesaran dan kemuliaan Allah swt, maka ucapkanlah Subhanallah. Apabila kita tidak menangis ketika membaca Al-Qur’an, hendaknya kita berpura-pura menangis.
وَأَلَذُّ حَالَاتِ الْغَرَامِ لِمُغْرَمِ * شَكْوَى الْهَوَى بِالْمِدْ مَعِ الْمُهْرَاقِ
“Puncak kelezatan bagi yang sedang bercinta adalah saat datang kekasihnya. Dengan pengakuan diri, terus menerus menghamburkan air mata.”
Seandainya tidak bermaksud untuk menghafal Al Qur’an, maka jangan membacanya terlalu cepat. Hendaknya kita letakkan Al Qur’an di atas bangku, bantal, atau di tempat yang agak tinggi. Pada waktu membaca Al Qur’an, kita tidak boleh berbicara dengan siapa pun. Apabila ada keperluan berbicara ketika kita membaca Al-Qur’an, maka kita harus menutupnya terlebih dahulu. Selesai berbicara, kita awali lagi dengan membaca ta’awudz Jika orang-orang di sekeliling kita sedang sibuk, sebaiknya kita membaca Al- Qur’an dengan suara pelan. Apabila tidak, lebih baik membacanya dengan suara keras.
‘Alim ulama telah menulis, ada enam adab lahiriyah dan enam adab batiniyah dalam membaca Al-Qur’an.
Adab Lahiriyah
1. Membacanya dengan penuh rasa hormat, ada wudhu, dan duduk menghadap kiblat.
2. Tidak membacanya terlalu cepat, tetapi dibaca dengan tajwid dan tartil.
3. Berusaha menangis, walaupun terpaksa berpura-pura menangis.
4. Memenuhi hak ayat-ayat adzab dan rahmat sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya.
5. Jika dikhawatirkan akan menimbulkan riya’ atau mengganggu orang lain, sebaiknya membacanya dengan suara pelan. Jika tidak, sebaiknya membaca dengan suara keras.
6. Bacalah dengan suara yang merdu, karena banyak hadits yang menerangkan supaya kita membaca Al-Qur’an dengan suara yang merdu.
Adab Batiniyah
1. Mengagungkan Al-Qur’an di dalam hati sebagai kalam yang tertinggi.
2. Memasukkan keagungan Allah swt dan kebesaran-Nya karena Al-Qur’an adalah Kalam-Nya.
3. Menjauhkan rasa bimbang dan ragu dari hati kita.
4. Membacanya dengan merenungkan makna setiap ayat dengan penuh kenikmatan. Rasulullah saw. pernah berdiri sepanjang malam sambil berulang-ulang membaca ayat:
إِنْ تُعَذِّبْهم فَإِنَّهُمْ عِبَادكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ .
“Jika Engkau mengadzab mereka, mereka itu adalah hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau Mahaperkasa dan Mahabijaksana.” (QS. Al-Maa-idah: 118).
Pada suatu malam, Sa’id bin Jubair rah.a. membaca satu ayat dari surat Yaasiin hingga tiba waktu Shubuh:
وَامْتَازُوا الْيَوْمَ أَيُّها المُجْرِمُونَ ) (يس: ٥٩)
“Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir), ‘Berpisahlah kamu dari (orang-orang mukmin) pada hari ini, wahai orang-orang yang berbuat jahat.” (Qs Yaasiin: 59).
5. Hati kita mengikuti ayat-ayat yang kita baca. Misalnya, apabila membaca ayat-ayat rahmat, hendaknya hati kita merasa gembira dan senang. Sebaliknya ketika membaca ayat-ayat adzab, hati kita hendaknya merasa takut
6. Telinga benar-benar ditawajuhkan seolah-olah Allah sendiri sedang berbicara dengan kita dan kita sedang mendengarkannya.
Masalah Penting
Menghafal beberapa ayat Al-Qur’an untuk dapat menunaikan shalat hukumnya fardhu ‘ain, sedangkan menghafal seluruh ayat Al-Qur’an, hukumnya fardhu kifayah.
Jika tidak ada seorang pun yang hafizh Al-Qur’an, maka seluruh kaum muslimin berdosa. Mulla Ali Qari rah.a. meriwayatkan dari Az-Zarkasyi rah.a., bahwa ia berkata, “Jika dalam satu kampung atau kota tidak ada seorang pun penduduknya yang membaca Al-Qur’an, maka semua penduduk kampung itu berdosa.”
Pada zaman yang penuh kegelapan dan kejahilan ini telah banyak kesesatan yang menyebar dalam diri kita sebagai kaum muslimin dan dalam urusan agama, bahkan ada pendapat umum bahwa menghafal Al-Qur’an pada zaman sekarang merupakan perbuatan sia-sia. Menghafal kata-kata yang sama sekali tidak dipahami maksudnya dianggap sebagai perbuatan bodoh. Menghafal Al-Qur’an dianggap merusak pikiran dan membuang- buang waktu.
Seandainya inilah satu-satunya kerusakan dalam agama kita tentulah dapat ditulis penjelasannya. Namun semuanya penuh penyakit, dan setiap pendapat hanya menuju pada kebatilan. Apa yang mesti kita tangisi dan apa yang harus kita adukan?
فَإِلَى اللهِ الْمُشْتَكَى وَاللهُ الْمُسْتَعَانُ.
“Maka hanya kepada Allah tempat mengadu dan hanya kepada Allah tempat meminta pertolongan.”