Himpunan Fadhilah Amal (Fadhilah Qur’an) – Muqaddimah (1/2)

Himpunan Fadhilah Amal
Syaikh Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi Rah.a.
Penerjemah:
Ust. A. Abdurrahman Ahmad
Ust. Ali Mahfudzi
Ust. Harun Ar-Rasyid
Penerbit : Ash-Shaff
Yogyakarta

Rangkaian Pos: Fadhilah Al Qur'an

MUQADDIMAH

Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan manusia dan mengajarkan kepadanya penjelasan, dan menurunkan kepadanya Al-Qur’an, dan menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber nasihat, obat, petunjuk, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Tidak ada keraguan dan tidak ada penyelewengan di dalamnya Dia menurunkan Al-Qur’an sebagai penguat, pembela, dan nur bagi orang- orang yang memiliki keyakinan. Shalawat dan salam yang sempurna dilimpahkan ke atas makhluk yang paling sempurna dari golongan manusia dan jin, yang nurnya menerangi hati dan kubur manusia. Kedatangannya merupakan rahmat untuk seluruh alam. Semoga shalawat dan salam terlimpah ke atas keluarganya dan kepada para sahabatnya Mereka adalah bintang-bintang hidayah, penyebar kitabullah. Semoga juga terlimpah ke atas orang-orang yang mengikuti mereka dengan penuh keimanan.

Amma ba’du, maka hamba Allah yang sangat memerlukan rahmat Tuhannya Yang Maha Pengasih, yang biasa dipanggil dengan Zakariyya, anak Yahya, anak Ismail, menyatakan bahwa lembaran-lembaran ini ditulis dengan tergesa-gesa, yang berisi empat puluh hadits Rasulullah saw, mengenai Fadhilah al-Qur’an, demi mentaati seseorang yang petunjuknya adalah perintah bagi kami, dan ketaatan kepadanya adalah kekayaan bagi kami.

Di antara nikmat-nikmat Allah swt. yang paling istimewa yang selalu dikaruniakan kepada Jami’ah Mazhahirul-Ulum Saharanpur adalah pertemuan tahunan yang senantiasa dapat diadakan oleh Jami’ah tersebut setiap tahun untuk menjelaskan perkembangan madrasah kepada masyarakat umum. Maksud majelis itu diadakan bukan untuk mengumpulkan atau mengundang para ahli ceramah, ahli pidato, atau tokoh-tokoh terkenal, tetapi yang terpenting adalah mengumpulkan wali-wali Allah, sebagaimana pada masa-masa sebelumnya pernah dihadiri oleh Hujjatul-Islam Syaikh Maulana Muhammad Qasim Nanatwi (Qaddasallahu sirrahul-‘Aziz), dan Qutbul-Irsyad Syaikh Rasyid Ahmad Ganggohi (Nawwarullahu marqadahu) yang telah menyinari hati para hadirin. Hal itu tidak jauh berbeda ketika generasi dari putra-putra para mujahid Islam tersebut seperti Syaikhul Hind, Syaikh Abdurrahim, Syaikh Khalil Ahmad, Syaikh Asyraf Ali (Nawwarullahu marqadahu) kembali berkumpul di dalam pertemuan tahunan ini. Kehadiran mereka merupakan sumber cahaya kehidupan dan cahaya bagi ruhani yang telah mati dan dapat menghilangkan kehausan bagi mereka yang mencari cinta Allah Swt.

Dewasa ini, walaupun majelis-majelis tahunan itu tidak lagi dihadiri oleh para bintang-bintang petunjuk tadi, keturunan-keturunan langsung mereka dapat menyemarakkan pertemuan tersebut sehingga menyebabkan banyak turun keberkahan. Orang-orang yang menghadiri majelis ini telah menyaksikannya. Bagi yang mempunyai mata tentu dapat melihat keberkahan ini. Tetapi dengan mata hati, kami dapat lebih merasakan sesuatu yang luar biasa. Apabila yang hadir dalam pertemuan tahunan madrasah ini hanya untuk mendengar pidato pidato yang bagus dan ceramah ceramah yang menggelora, mungkin ia akan pulang dengan perasaan kecewa. Berbeda halnya bagi orang yang datang dengan tujuan untuk mengobati hatinya.

فَلِلَّهِ الْحَمْدُ وَالْمِنَّةُ.

Dalam majelis yang serupa, yaitu pada tanggal 27 Dzulqa’dah 1348 H, Syaikh Hafizh Muhammad Yasin Naginwi rah.a. telah berkunjung ke Jami’ah ini. Kehadirannya bagaikan siraman cinta dan kasih sayang. Saya belum sempat berterima kasih sepenuhnya kepadanya. Setelah mengetahui bahwa ia telah mendapat ajaran-ajaran keruhanian dari Syaikh Ganggohi rah.a., maka tidak perlu lagi saya mengutarakan sifat-sifatnya yang mulia dan suci, yang menyebabkan nur dan berkah terpancar darinya. Setelah pertemuan ini selesai, ia kembali ke rumahnya dan mengirim sebuah surat yang penuh penghormatan kepada saya, berisi permohonan agar saya menyusun risalah Fadhail Al-Qur’an yang berisi empat puluh hadits Nabi saw beserta terjemahannya, kemudian mengirimkan hasilnya kepadanya.

la menyatakan bahwa jika saya tidak bersedia memenuhi permohonannya itu, maka ia akan meminta guru saya yang saya cintai, Syaikh Hafizh Maulana Muhammad Ilyas rah.a., agar mendesak saya untuk melaksanakan tugas yang mulia ini. la sangat ingin agar saya memenuhi permohonannya. Satu hal yang sangat membanggakan saya, kebetulan saya baru kembali dari suatu perjalanan, saya menjumpai paman saya di sini. Ia menegaskan sekali lagi agar tugas ini segera dilaksanakan sehingga tidak ada alasan lagi, baik alasan ketidakmampuan saya ataupun alasan lainnya, untuk menolak tugas yang mulia ini. Saya juga tidak dapat menjadikan syarah Al-Muwaththa’ Imam Malik rah.a yang belum selesai saya susun sebagai alasan untuk menolak tugas yang mulia ini. Saya terpaksa menunda penerjemahan kitab tersebut dalam beberapa hari untuk berkhidmat dengan seluruh kemampuan saya demi tugas yang agung ini.

Saya memohon maaf atas segala keterbatasan dalam penyusunan risalah ini. Saya melakukannya dengan harapan akan dibangkitkan sebagai orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya,

مَنْ حَفِظَ عَلَى أُمَّتِي أَرْبَعِينَ حَدِيثًا فِي أَمْرِدِينهَا بَعَثَهُ اللَّهُ فَقِيْهَا وَكُنْتُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
شَافِعًا وَشَهِيدًا.

Barangsiapa memelihara untuk umatku empat puluh hadits tentang agamanya, maka Allah akan membangkitkannya dalam golongan orang-orang yang mengerti masalah agama, dan aku akan menjadi pemberi syafaat dan menjadi saksi untuknya pada hari Kiamat.

Al-Qami rah.a. berkata, “Maksud ‘memelihara’ adalah menjaga sesuatu dan memeliharanya dari kehilangan, baik dengan jalan menghafalnya di dalam hati atau dengan cara lain. Dengan demikian, meskipun menjaganya di dalam tulisan kemudian menyebarkannya kepada manusia, itu pun termasuk dalam golongan yang dijanjikan dalam hadits di atas.” Al-Munawi rah.a. berkata bahwa ‘memelihara untuk umatku’ ialah meriwayatkan hadits disertai takhrij dan isnadnya. Ada juga yang mengatakan bahwa maksudnya adalah menyampaikan kepada kaum muslimin, walaupun ia tidak menghafalnya atau tidak mengetahui maknanya. Dan perkataan ‘empat puluh hadits’ itu termasuk hadits-hadits shahih, hasan, atau hadits-hadits dhaif, yang dapat diamalkan karena fadhilahnya.”

Allahu Akbar! Kepunyaan Allah swt. semua kemudahan dalam Islam, dan kepunyaan Allah swt. segala kemurahan bagi pemeluknya yang sungguh menakjubkan. ‘Alim ulama sudah mencoba untuk menerangkan hal-hal yang tersirat. Semoga Allah selalu memberikan kepada kita kesempurnaan di dalam Islam. Ada satu perkara yang ingin saya sampaikan, bahwa dalam penulisan ini saya merujuk kepada hadits-hadits yang tertulis di dalam kitab Al-Misykat, Tanqih Ar-Ruwat, Al-Mirqaat, Syarah Al-Ihyaul-Ulum karya Sayyid Muhammad Al Murtadha dan At-Targhib karya Al-Mundziri. Saya mengambil sebagian besar hadits dari kitab-kitab tersebut. Oleh sebab itu, setiap hadits yang saya tulis di sini pasti berasal dari kitab tersebut. Seandainya ada hadits-hadits yang tidak berasal dari kitab tersebut, maka akan saya sebutkan sumber haditsnya.

(bersambung)