Hadits ke-5
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ : لَا حَسَدَ إِلَّا عَلَى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَقُومُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالًا فَهُوَ يُنْفِقُ مِنْهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ. (رواه البخاري ومسلم والترمذي وابن ماجه وأحمد)
Dari Ibnu Umar r.huma, Rasulullah saw bersabda, “Tidak dibenarkan hasad (iri hati), kecuali terhadap dua orang: Seseorang yang dikaruniai oleh Allah (kemampuan menghafal/membaca) Al-Qur’an, lalu ia membacanya pada malam dan siang hari. Dan seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah, lalu ia menginfakkannya malam dan siang hari.” (Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i).
Faedah
Pada umumnya banyak dinukilkan di dalam Al Qur’an dan hadits mengenai keburukan hasad, yang hukumnya mutlak dilarang. Sedangkan menurut hadits di atas, ada dua jenis orang yang kita dibolehkan hasad kepadanya. Disebabkan demikian banyak riwayat terkenal mengenai keharamannya, maka alim ulama menjelaskan hasad dalam hadits ini dengan dua maksud:
1. Hasad dengan makna risyk yang dalam bahasa Arab disebut ghibtah. Adapun perbedaan antara hasad dan ghibtah adalah: hasad ialah jika seseorang mengetahui ada orang lain yang memiliki sesuatu, maka ia ingin agar sesuatu itu hilang dari orang tersebut, baik ia mendapatkannya atau tidak. Sedangkan ghibtah ialah seseorang yang ingin memiliki sesuatu secara umum, baik orang lain kehilangan ataupun tidak. Oleh sebab itu, secara ijma’, hasad adalah haram. Dan alim ulama mengartikan makna hadits di atas sebagai ghibtah yang dalam urusan keduniaan dibolehkan, sedangkan dalam masalah agama adalah mustahab (lebih disukai).
2. Mungkin juga maksudnya digunakan sebagai pengandaian, yaitu seandainya hasad itu boleh, maka hasad terhadap dua hal di atas tentu dibolehkan.