Himpunan Fadhilah Amal (Fadhilah Qur’an) – Bab I – Hadits ke-3

Himpunan Fadhilah Amal
Syaikh Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi Rah.a.
Penerjemah:
Ust. A. Abdurrahman Ahmad
Ust. Ali Mahfudzi
Ust. Harun Ar-Rasyid
Penerbit : Ash-Shaff
Yogyakarta

Rangkaian Pos: Fadhilah Al Qur'an

Hadits ke-3

عن عُقْبَةَ بْنِ عَامِرِ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللهِ ﷺ وَنَحْنُ فِي السُّفَّةِ فَقَالَ: أَيْكُمْ يُحِبُّ أنْ يَغْدُ وَكُلَّ يَوْمٍ إِلَى بُطْحَانَ أو العقيق فَيَأْتِي بِنَا قتَيْنِ كَوْمَا وَيْنِ فِي غَيْرِ إِثْمٍ وَلَا قَطِيعَةِ رَحْمٍ، فَقُلْنَا ، يَا رَسُولَ اللَّهِ كُلُّنَا نُحِبُّ ذَلِكَ. قَالَ، أَفَلَا يَغْدُ وَأَحَدُكُمْ إِلَى المَسْجِدِ فَيَعْلَمَ أوْ يَقْرَأَ آيَتَيْنِ مِنْ كِتَابِ اللهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ نَا قَتَيْنِ وَثَلَاثٌ خَيْر لَهُ مِنْ ثَلَا ثٍ وَأَرْبَعٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَرْبَعٍ وَمِنْ أَعْدَادِ هِنَّ مِنَ الْإِبِلِ. (رواه مسلم وابو داود ).

Dari Uqbah bin Amir ra, ia berkata, “Rasulullah saw keluar dan menemui kami di Shuffah Beliau bersabda, Siapakah di antara kalian yang suka setiap pagi pergi ke pasar Buthan atau Aqiq, kemudian pulang membawa dua ekor unta betina yang berpunuk besar tanpa berbuat dosa atau memutuskan silaturrahmi?’ Maka kami menjawab, Ya Rasulullah, setiap kami menyukainya.

Sabda Beliau, ‘Mengapa salah seorang dari kalian tidak pergi pada pagi hari ke masjid lalu belajar atau membaca dua ayat Al-Qur’an, (padahal) itu lebih baik baginya daripada dua ekor unta betina, tiga ayat lebih baik daripada tiga ekor unta betina, empat ayat lebih baik daripada empat ekor unta betina dan seterusnya, sejumlah ayat yang dibaca mendapat sejumlah unta yang sama’” (Muslim, Abu Dawud)

Faedah

Shuffah adalah sebuah lantai khusus di masjid Nabawi, tempat orang-orang miskin Muhajirin tinggal di sana. Jumlah sahabat ahlush-shuffah selalu berubah dari waktu ke waktu. Allamah As-Suyuthi rah.a. telah menulis seratus satu nama sahabat yang tinggal di Shuffah, dan ia menulis tentang mereka di dalam risalah tersendiri. Sedangkan Buthhan dan Aqiq adalah nama dua tempat di Madinah sebagai pasar perdagangan unta. Orang Arab sangat menyukai unta, terutama unta betina yang berpunuk besar.

Maksud ‘tanpa berbuat dosa’ adalah tanpa suatu usaha. Bukan sebagaimana harta seseorang yang dapat bertambah banyak melalui pemerasan atau mencuri dari orang lain, atau dari merampas warisan sesama saudara. Oleh sebab itu, Rasulullah s.a.w. menafikan semua cara itu, yaitu tanpa bersusah payah sama sekali atau berbuat dosa.

Semua orang tentu senang memperolehnya, tetapi disebutkan bahwa mempelajari beberapa ayat Al Qur’an itu lebih baik dan lebih utama daripada mendapatkan semua itu. Hendaknya kita meyakini bahwa seekor atau dua ekor unta sama sekali tidak sebanding, bahkan walaupun dibandingkan dengan satu kerajaan seluas tujuh benua, semua pasti akan ditinggalkan. Jika bukan hari ini tentu pada hari esok, ketika maut menjemput, pasti semuanya terpaksa harus berpisah. Sebaliknya, pahala membaca satu ayat Al-Qur’an akan bermanfaat selama-lamanya. Dalam urusan keduniaan kita dapat menyaksikan bahwa seseorang yang diberi satu rupiah tanpa beban tanggung jawab apa pun akan lebih senang daripada dipinjami seribu rupiah agar disimpan olehnya, tetapi kelak akan diambil lagi karena ia terbebani amanah tanpa mendapatkan manfaat sedikit pun.

Inti maksud hadits di atas adalah mengingatkan kita akan perbandingan sesuatu yang fana dengan sesuatu yang abadi. Ketika seseorang diam atau bergerak, hendaknya selalu berpikir apakah dirinya sedang berbuat sesuatu yang sementara dan sia sia atau sesuatu yang kekal dan bermanfaat? Betapa rugi waktu yang hanya digunakan untuk mencari bencana yang abadi. Kalimat terakhir di dalam hadits di atas menyebutkan bahwa jumlah yang sama tetap lebih utama daripada jumlah untanya. Kalimat itu mengandung tiga maksud, yaitu:

(1) Hanya sampai jumlah empat. Masalah ini telah dijelaskan dengan terperinci. Dan selebihnya disebutkan secara umum bahwa semakin banyak ayat itu dibaca, akan lebih utama daripada sejumlah unta yang sama. Adapun unta yang dimaksud adalah semua jenis unta, baik jantan maupun betina. Disebutkan hingga jumlah keempat agar dapat dibayangkan bagaimana jika lebih dari empat.

(2) Jumlahnya sama dengan yang disebutkan dalam hadits di atas, tetapi untanya bergantung pada selera masing-masing. Ada yang menyukai unta betina ada yang menyukai unta jantan. Oleh sebab itu, Nabi saw. menegaskan bahwa satu ayat lebih berharga daripada seekor unta betina.. Jika seseorang menyukai unta jantan, artinya satu ayat lebih baik daripada unta jantan.

(3) Keterangan di atas hanya untuk jumlah tersebut, tidak lebih dari empat. Jika dibandingkan dengan maksud kedua, maka bukan saja lebih baik daripada unta betina atau jantan, tetapi lebih baik daripada keduanya. Jelasnya, membaca satu ayat lebih baik daripada sepasang unta jantan dan unta betina. Demikianlah seterusnya, setiap ayat lebih utama daripada sepasang unta. Ayah saya (Nawwarullah Marqadahu) lebih menyetujui pendapat ini, sebab lebih banyak keutamaannya. Walaupun demikian tetap tidak dapat disamakan antara membaca satu ayat Al-Qur’an dengan satu ekor atau dua ekor unta, ini sekadar peringatan dan contoh. Saya telah menjelaskan sebelumnya bahwa satu ayat Al-Qur’an akan memperoleh pahala abadi yang lebih utama dan lebih baik daripada kerajaan seluas tujuh benua yang fana ini.

Mulla Ali Qari rah.a. menulis tentang seorang syaikh yang sedang bersafar. Ketika tiba di Jeddah, ia diminta oleh para pengusaha kaya agar tinggal lebih lama di tempat mereka, agar dengan keberkahan syaikh, harta dan perniagaan mereka mendapat keuntungan. Maksudnya, para pelayan syaikh juga akan mendapatkan bagian dari keuntungan perniagaannya tersebut. Pada mulanya syaikh menolak tawaran mereka, tetapi setelah didesak terus, akhirnya syaikh berkata, “Berapakah keuntungan tertinggi dari perniagaan kalian?” Jawab mereka, “Penghasilan kami berbeda, setidaknya kami bisa mendapatkan keuntungan dua kali lipat.” Kata syaikh, “Kalian telah bersusah payah untuk mendapatkan keuntungan yang sedikit. Aku tidak menghendaki sesuatu yang sedikit ini, sehingga harus kehilangan shalatku di Masjidil Haram yang pahalanya dilipatkan sampai seratus ribu kali.”

Pada hakikatnya, kaum muslimin hendaknya memikirkan betapa mereka telah mengorbankan keuntungan agama demi mendapatkan keuntungan dunia yang sedikit ini.