Hadits ke-21
عَنْ أَبِي ذَرَ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوْصِنِي، قَالَ: عَلَيْكَ بِتَقْوَى اللَّهِ فَإِنَّهُ رَأْسُ الْأَمْرِ كُلِهِ ، قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ زِدْنِي ، قَالَ ، عَلَيْكَ بِتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ فَإِنَّهُ نُورُ لَكَ فِي الْأَرْضِ وَذُخْرُ لَكَ فِي السَّمَاءِ ، (رواه ابن حبان في صحيح في حديث طويل )
Dari Abu Dzar r.a., ia berkata, “Ya Rasulullah, wasiatilah saya.” Beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya takwa adalah pangkal dari semua urusan.” Saya berkata, “Ya Rasulullah, tambahkan lagi nasihat untuk saya.” Beliau bersabda, “Bacalah Al-Qur’an, karena ia adalah nur bagimu di bumi dan simpanan bagimu di langit.” (Ibnu Hibban).
Faedah
Sesungguhnya takwa adalah akar segala urusan. Hati yang terdapat rasa takut kepada Allah tidak akan pernah bermaksiat kepada-Nya dan tidak akan ada kesusahan yang menimpanya. Firman Allah:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ الطلاقه (٢-٣)
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka akan dijadikan baginya jalan keluar dari segala kesusahan dan diberinya rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka.” (Q.s. Ath-Thalaq: 2-3).
Kita sudah mengetahui tentang nur tilawat Al-Qur’an dari riwayat terdahulu. Di dalam Syarah Ihya, dari Ma’rifah Abu Nu’aim, Basith r.a. meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, “Rumah-rumah yang di dalamnya terdapat tilawat Al-Qur’an akan terlihat bersinar bagi para ahli langit sebagaimana bintang-bintang terlihat bersinar bagi ahli bumi.” Hadits ini telah diringkas dari kitab At-Targhib dan yang lain, sebagai ringkasan dari sebuah hadits panjang yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan yang lain. Mulla Ali Qari rah.a. telah merincinya, dan Imam Suyuthi rah.a. sedikit meringkasnya. Walaupun bagian hadits di atas telah mencukupi keperluan risalah ini, seluruh hadits tersebut mengandung banyak hal penting dan bermanfaat. Oleh sebab itu, maksud seluruh hadits di atas akan dijelaskan di bawah ini:
Abu Dzar Al-Ghifari r.a. menceritakan, “Saya bertanya kepada Nabi saw., ‘Berapa banyakkah kitab yang telah diturunkan oleh Allah?” Jawab beliau, ‘Seratus shahifah dan empat kitab suci. Lima puluh shahifah diturunkan kepada Syits a.s., tiga puluh shahifah kepada Idris a.s., sepuluh shahifah kepada Ibrahim a.s., sepuluh mushaf kepada Musa a.s. sebelum Taurat diturunkan kepadanya, dan selain mushaf-mushaf itu ada empat kitab suci yang diturunkan, yaitu Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur’an.‘ Saya bertanya lagi, ‘Apakah kandungan mushaf-mushaf yang diturunkan kepada Ibrahim?’ Jawab beliau, ‘Berisi tamsil-tamsil, misalnya, ‘Wahai kamu raja yang kuat dan angkuh. Aku tidak melantikmu untuk mengumpulkan harta, tetapi Aku melantikmu untuk mencegah sampainya doa seseorang yang dizhalimi, kamulah yang harus lebih dulu memperbaikinya, karena Aku tidak menolak doa orang yang dizhalimi walaupun itu doa seorang kafir.”” Hamba yang hina ini menyatakan, “Jika Nabi saw. akan mengangkat seorang sahabatnya sebagai gubernur atau hakim, maka beliau dengan penuh perhatian akan menambahkan di dalam nasihatnya:
وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ .
“Takutlah doa orang yang teraniaya, sesungguhnya antara ia dengan Allah tidak ada hijab.”
Di dalam sebuah syair Parsi disebutkan, “Berhati-hatilah dengan keluhan orang yang teraniaya jika mereka berdoa, penerimaan Allah itu dekat dengan mereka.”
Juga disebutkan di dalam shahifah-shahifah tersebut bahwa orang yang berakal sehat harus membagi seluruh waktunya menjadi tiga bagian selama akalnya normal, yaitu: (1) Untuk beribadah kepada Tuhannya, (2) Untuk menghisab dirinya, berapa banyak keburukan atau kebaikan yang telah ia lakukan, (3) Untuk mencari penghasilan yang halal. Seorang yang berakal juga harus mengatur waktunya, memperbaiki dirinya, dan menjaga lidahnya dari pembicaraan yang sia-sia. Orang yang selalu menghisab setiap ucapannya, lidahnya akan berkurang dari bicara sia-sia. Orang yang berakal juga tidak akan berpergian kecuali untuk tiga tujuan, yaitu: (a) Mencari bekal akhirat, (b) Mencari nafkah sekadarnya, (c) Bersantai yang dibolehkan (oleh agama).
Abu Dzar r.a. bertanya lagi, “Ya Rasulullah, apakah kandungan shahifah yang diturunkan kepada Musa a.s.?” Jawabnya, “Semua berisi pelajaran-pelajaran, misalnya, ‘Aku heran kepada orang yang meyakini kematian, tetapi ia bergembira dengan sesuatu (biasanya seseorang jika telah diputus akan dihukum gantung, ia tidak akan merasa tenang dengan apa pun). Aku heran kepada orang yang meyakini kematiannya, tetapi ia tetap tertawa. Aku heran kepada orang yang selalu memperhatikan kejadian-kejadian, perubahan-perubahan, dan gejolak dunia, tetapi ia masih merasa tenang dengannya. Aku heran kepada orang yang meyakini takdir, tetapi ia masih berduka cita dan bersedih hati. Aku heran kepada orang yang meyakini hisab itu dekat, tetapi ia tidak beramal shalih.”
Abu Dzar r.a. bertanya lagi, “Ya Rasulullah, Wasiatilah saya.” Pertama-tama Rasulullah saw. mewasiatkan takwa kepada saya. Lalu beliau bersabda, “Takwa adalah dasar dan akar segala masalah.” Saya berkata, “Ya Rasulullah, tambahkan lagi.” Sabda beliau, “Perbanyaklah membaca Al-Qur’an dan mengingat Allah, karena itu adalah nur di dunia dan simpanan di langit.” Saya berkata, “Tambahkan lagi.” Sabda beliau, “Jangan banyak tertawa, karena tertawa akan mematikan hati dan menghilangkan nur wajah (merugikan jasmani dan ruhani).” Beliau bersabda lagi, “Pentingkanlah jihad, karena jihad adalah rahbaniah umatku (pada zaman dahulu, rahib adalah orang-orang yang memutuskan seluruh hubungan dengan dunia dan diri mereka hanya pasrah kepada Allah).” Saya meminta tambahan lagi. Beliau bersabda, “Perbanyaklah bergaul dengan orang-orang miskin, jadikanlah mereka sebagai teman, selalulah duduk bersama mereka.” Saya minta tambah lagi. Beliau bersabda, “Lihatlah selalu orang-orang di bawahmu agar kamu bersyukur, dan jangan melihat yang di atasmu, sehingga kamu akan meremehkan nikmat Allah.” Saya meminta tambahan lagi, beliau bersabda, “Hendaklah keburukanmu menahanmu dari mencaci orang lain. Dan janganlah mencari aib orang lain, sedangkan kamu sendiri melakukannya. Cukuplah sebagai bahan untuk mencela dirimu bahwa kamu melihat aib orang lain, sedangkan aib itu ada pada dirimu tetapi kamu tidak menyadarinya, atau kamu mengoreksi kesalahan orang lain sedangkan kamu sendiri melakukannya.”
Kemudian dengan tangannya yang mulia, Nabi saw. menepuk dada saya dan bersabda, “Abu Dzar, tidak ada kebijaksanaan yang lebih baik daripada pengaturan, tidak ada ketakwaan yang lebih baik daripada menjauhi larangan, dan tidak ada kemuliaan yang lebih baik daripada sopan santun.” Ini adalah ringkasan maksud hadits di atas, bukan terjemahan harfiahnya.