Hadits ke-19
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ : إِنَّ هَذِهِ الْقُلُوبَ تَصْدَأُ كَمَا يَصْدَأُ الْحَدِيدَ إِذَا أَصَابَهُ الْمَاءُ ، قِيلَ : يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا جِلَاؤُهَا ، قَالَ : كَثْرَةُ ذِكْرَةَ الْمَوْتِ وَتِلَاوَةُ القُرْآن . (رواه البيهقي في شعب الإيمان )
Dari Ibnu Umar r.huma, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya hati itu berkarat sebagaimana besi berkarat jika terkena air.” Tanya sahabat, “Yaa Rasulullah, apakah pembersihnya?” Sabda beliau, “Banyak mengingat maut dan membaca Al-Qur’an” (Baihaqi).
Faedah
Banyak berbuat dosa dan lalai dari dzikrullah menyebabkan hati berkarat seperti besi yang berkarat bila terkena air. Dengan tilawat Al- Qur’an dan mengingat maut, hati menjadi bersinar kembali. Hati diibaratkan cermin, semakin kotor semakin redup sinar ma’rifat yang dipantulkannya. Sebaliknya, semakin bersih cermin itu, semakin terang memanrulkan sinar ma’rifat. Oleh sebab itu, barangsiapa terperosok dalam godaan nafsu maksiat dan tipu daya syaitan, maka akan terjauh dari ma’rifatullah.
Untuk membersihkan hati yang kotor, para ulama suluk (tasawuf) menganjurkan agar melakukan mujahadah dan riyadhah, dzikrullah, dan sibuk beribadah. Disebutkan dalam beberapa hadits bahwa jika seorang hamba berbuat dosa, maka timbul satu titik hitam di hatinya. Jika ia sungguh-sungguh bertaubat, maka titik hitam itu akan hilang. Sebaliknya, jika ia melakukan dosa lainnya, maka akan muncul titik hitam lainnya, dan demikianlah seterusnya. Jika dosa yang telah dilakukannya begitu banyak, maka hati akan menjadi hitam sehingga hilanglah keinginannya terhadap kebaikan. Bahkan hati selalu condong ke arah kejahatan. Semoga Allah swt. menjaga diri kita dari hal yang demikian. Al-Qur’an telah menyebutkan tentang hal ini dalam ayat:
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوْبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ ( المطففين : ١٤)
“Sekali-kali tidak; sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifiin: 14).
Rasulullah saw. bersabda, “Aku tinggalkan padamu dua nasihat, yang satu berbicara, dan yang lain diam. Yang berbicara adalah Al-Qur’an, dan yang diam adalah mengingat maut.” Nasihat-nasihat beliau itu akan bernilai bagi mereka yang siap menerima dan menganggapnya penting. Sedangkan bagi mereka yang menilai bahwa agama itu tidak berharga dan hanya menghalangi kemajuan, tentu ia tidak akan mempedulikan nasihat tersebut, apalagi mengamalkannya.
Hasan Bashri rah.a. berkata, “Orang- orang dahulu memahami Al-Qur’an itu sebagai firman Allah swt.. Sepanjang malam mereka bertafakkur dan bertadabbur terhadap Al-Qur’an, dan sepanjang siang mereka sibuk mengamalkannya. Sedangkan kalian hanya memperhatikan huruf, fathah, dan dhammahnya, tanpa menganggapnya sebagai firman Allah swt., sehingga tidak bertafakkur dan bertadabbur terhadapnya.”
Hadits ke-20
عَنْ عَائِشَةَ مِن قَالَتْ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ : إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ شَرَفًا يَتَبَا هَوْنَ بِهِ وَإِنَّ بَهَاءَ أُمَّتِي وَشَرَفَهَا الْقُرْآنُ ( رواه أبو نعيم في الحلية )
Dari Aisyah rha, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya setiap kaum memiliki kemuliaan yang mereka banggakan. Sesungguhnya kebanggaan bagi umatku dan kemuliaannya adalah Al-Qur’an.” (Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah)
Faedah
Banyak orang yang membanggakan keturunan, keluarga, dan sebagainya, sebagai kebesaran dan kemuliaan mereka. Sedangkan kebanggaan bagi umat ini adalah Al-Qur’an, yaitu membaca, menghafal, mengajarkan, dan mengamalkannya. Setiap amalannya merupakan sesuatu yang patut dibanggakan. Betapa tidak, Al Qur’an adalah kalam Kekasih kita. Al-Qur’an adalah firman Allah swt., yang di dunia ini tidak ada satu kebesaran pun yang dapat menyamainya. Sedangkan kehebatan dunia, jika tidak sekarang, pada suatu ketika pasti akan binasa juga. Sedangkan kesempurnaan Kalamullah tidak akan binasa selamanya, bahkan apa pun yang dipandang kecil di dalam Al-Qur’an tetap dapat dibanggakan karena kesempurnaannya seperti keindahan susunan dan paduan kata, penyesuaian kata, hubungan antarkalimat, berita tentang kejadian kejadian pada masa lalu dan yang akan datang, pernyataannya terhadap tingkah laku manusia yang tidak mungkin bisa dipungkiri, misalnya kisah kaum Yahudi yang menyatakan cintanya kepada Allah, tetapi enggan mati.
Selain itu, pendengar akan terpesona dan pembacanya udak akan bosan membacanya. Setiap susunan kata akan menimbulkan rasa cinta. Seindah apa pun surat seseorang yang kita cintai hingga membuat kita mabuk cinta, kita akan bosan setelah membacanya sepuluh kali. Jika tidak, mungkin pada yang kedua puluh atau yang keempat puluh kali. Bagaimanapun juga, ia pasti akan bosan. Sedangkan Al-Qur’an, jika kita menghafal satu ‘ain, kita tidak akan bosan membacanya, walaupun untuk kedua ratus atau keempat ratus kalinya, bahkan selama hidup kita, kita tidak akan merasa bosan. Jika ada sesuatu yang menghalangi kita, itu hanya bersifat sementara dan pasti akan hilang. Semakin sering membacanya akan semakin lezat dan nikmat. Begitu hebatnya keistimewaan Al-Qur’an sehingga seandainya ada perkataan selain Al-Qur’an yang memiliki satu saja (walaupun tidak seluruhnya) dari keistimewaan tersebut, betapa dibanggakannya. Apalagi jika seluruhnya, tentu akan lebih membanggakan.
Sekarang marilah kita memikirkan diri kita, berapa banyakkah di antara kita yang merasa bangga sebagai hafidz Al-Qur’an, dan berapa banyak di antara kita yang menghormati dan bangga terhadap hafidz Al-Qur’an? Kita masih merasa bangga dengan gelar dan pangkat yang tinggi, padahal setelah meninggal dunia nanti, semua itu akan kita tinggalkan. Hanya kepada Allahlah kita mengadu.