Himpunan Fadhilah Amal (Fadhilah Qur’an) – Bab I – Hadits ke-17 dan 18

Himpunan Fadhilah Amal
Syaikh Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi Rah.a.
Penerjemah:
Ust. A. Abdurrahman Ahmad
Ust. Ali Mahfudzi
Ust. Harun Ar-Rasyid
Penerbit : Ash-Shaff
Yogyakarta

Rangkaian Pos: Fadhilah Al Qur'an

Hadits ke-17

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ لله قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ إِذَا رَجَعَ إِلَى أَهْلِهِ أَنْ يَجِدَ فِيهِ ثَلَاثَ خَلِفَاتٍ عِظَامٍ سِمَانٍ ، قُلْنَا، نَعَم ، قَالَ : فَثَلَاثُ آيَاتٍ يَقْرَأُ بِهِنَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلَاثِ خَلِفَاتٍ عِظَامٍ سِمَانٍ ، (رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Sukakah seseorang di antara kalian, jika pulang ke rumahnya mendapatkan tiga ekor unta betina yang bunting dan gemuk?” Kami menjawab, “Tentu.” Beliau bersabda, “Tiga ayat Al Qur’an yang dibaca oleh seseorang di antara kalian di dalam shalatnya lebih baik baginya daripada tiga ekor unta yang bunting dan gemuk.” (Riwayat Imam Muslim).

Faedah

Inti hadits ini sama dengan hadits ke 3 yang lalu. Hadits ini kembali menyebutkan bahwa Al-Qur’an yang dibaca ketika shalat adalah lebih baik daripada yang dibaca di luar shalat, sehingga hal itu dibandingkan dengan unta bunting, karena di sini disebutkan dua hal, yaitu: unta betina dan bunting, sebagaimana yang telah saya sebutkan dalam hadits ke-3 tentang dua macam ibadah, yaitu: shalat dan tilawah. Hadits seperti ini sekadar perbandingan, karena bagaimanapun juga, pahala satu ayat Al-Qur’an pasti lebih utama daripada seribu unta betina yang bersifat fana.


Hadits ke-18

عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَوْسِ الثَّقَفِى عَنْ جَدِّهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ قِرَاءَةُ الرَّجُلِ الْقُرْآنَ فِي غَيْرِ الْمُصْحَفِ أَلْفُ دَرَجَةٍ وَقِرَاءَتُهُ فِي الْمُصْحَفِ تَضْعَفُ عَلَى ذَلِكَ إِلَى أَلْفِي دَرَجَةٍ. ( رواه البيهقي في شعب الإيمان )

Dari Utsman bin Abdullah bin Aus Ats-Tsaqafi, dari kakeknya ia berkata: Rasulullah saw, bersabda, “Bacaan Al-Qur’an seseorang tanpa melihat mushaf adalah seribu derajat dan bacaannya dengan melihat mushaf akan dilipatkan sampai dua ribu derajat.” (Riwayat Imam Al Baihaqi).

Faedah

Berbagai fadhilah menghafal Al-Qur’an telah dijelaskan sebelumnya. Dan hadits di atas adalah mengenai keutamaan membaca Al-Qur’an dengan melihat. Dengan melihat Al-Qur’an, selain menambah konsentrasi dan pemikiran, masih banyak lagi keutamaannya dari segi ibadah, seperti melihat dan memegang Al-Qur’an, dan sebagainya. Oleh sebab itu dikatakan bahwa membaca Al-Qur’an dengan melihat adalah lebih utama.

Adanya perbedaan maksud darı hadits di atas menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan alim ulama. Manakah yang lebih utama, orang yang membaca Al-Qur’an dengan hafalan atau yang membacanya dengan melihat mushaf? Berdasarkan hadits di atas, sebagian ulama berpendapat bahwa membaca Al-Qur’an dengan melihat mushaf adalah lebih utama, karena mata akan selalu melihat Al-Qur’an, sehingga terhindar dari kesalahan membaca. Dan alim ulama yang lainnya berpendapat bahwa membaca Al-Qur’an melalui hafalan itu lebih utama karena akan lebih khusyu’ dan dapat terhindar dari sifat riya’, dan itulah kebiasaan Rasulullah saw. Imam Nawawi rah.a. menyatakan bahwa keduanya baik dan utama, bergantung pada keadaan pembacanya. Sebagian orang ada yang lebih konsentrasi membaca dengan melihat mushaf, dan ada sebagian lainnya yang lebih konsentrasi membaca dengan hafalan. Dan hafizh Ibnu Hajar rah.a. menulis di dalam Fathul-Bari bahwa penjelasan itulah yang disetujuinya.

Diceritakan bahwa karena begitu seringnya Utsman r.a. membaca Al-Qur’an, maka dua mushaf Al-Qur’an telah sobek. Amr bin Maimun meriwayatkan dalam Syarah Ihya bahwa seseorang yang membuka Al Qur’an setelah shalat Shubuh dan membacanya seratus ayat, maka akan ditulis baginya pahala seisi dunia ini. Disebutkan juga bahwa membaca Al-Qur’an dengan melihat sangat bermanfaat bagi mata. Diriwayatkan dari Abu Ubaidah ra. sebuah hadits musalsal, yang setiap perawinya berkata bahwa mereka mengalami gangguan penglihatan. Lalu guru-guru mereka menasihati agar selalu membaca Al-Qur’an dengan melihatnya. Diriwayatkan pula bahwa Imam Syafi’i rah.a. kadangkala membuka Al-Qur’an setelah Isya dan menutupnya ketika hampir Shubuh.