Asbab-al-Wurud (Kitab II) No.597 – (Imam) Hasan: Cucu Nabi Sang Pendamai

ASBAB-UL-WURUD
Latar Belakang Historis Timbulnya Hadits-hadits Rasul
Oleh: Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi ad-Damsyiqi

 
Diterjemahkan oleh: H.M. Suwarta Wijaya, B.A.
Drs. Zafrullah Salim
Penerbit: KALAM MULIA.

597. HASAN: JURU DAMAI DUA GOLONGAN

٥٩٧ – إِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيمَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Sesungguhnya putera/cucu-ku ini adalah pemimpin. Mudah-mudahan Allah akan mendamaikan antara dua golongan besar kaum Muslimin dengan keberadaan dia.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Bukhari dan Ashabus Sunan kecuali Ibnu Majah dari Abu Bakrah r.a.

Sababul wurud

Abu Bakrah menceritakan: “Aku melihat Rasulullah SAW sedang berada di atas mimbar. Di sisinya Hasan bin Ali. Beliau menghadap kepada orang banyak sekali, dan kemudian menoleh kepada Hasan sekali, sambil bersabda: “Sesungguhnya putera (cucu)ku ini adalah pemimpin “, dan seterusnya.

Keterangan

Hasan bin Ali seorang tokoh yang mulia, penyantun dan pemimpin umat (setelah wafat ayahnya Ali bin Abi Thalib-pentj.). Karena kemuliaan, kepribadiannya dan kesediaannya mundur dari kursi khalifah (‘uzlah), Allah telah mendamaikan umat yang bertikai. Dia serahkan jabatan itu kepada Mu’awiyah bin Abu Sofyan, sehingga pertikaian yang menjurus ke arah peperangan dapat dihindari. Mundurnya Hasan dari kursi khalifah karena kemuliaan pribadinya (takarrum) telah menyelamatkan umat Islam dari pertumpahan darah. Setelah ayahnya wafat, Hasan dibai’at menggantikan kedudukan ayahnya, sebagai kepala negara yang sah. Hal itu berlangsung selama 6 bulan, sehingga genaplah usia khulafaur rasyidin itu menjadi 30 tahun (semenjak Rasulullah SAW wafat dan digantikan oleh Abu Bakar-pentj.), sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits Nabi.

Dan kemudian sabda Nabi pula – akan muncul raja yang menggigit (menzalimi) rakyatnya. Peristiwa ‘uzlah yang dilakukan Hasan, bukanlah karena kelemahan dirinya dan bukan pula karena sedikitnya jumlah rakyat yang membai’ahnya, melainkan karena sifat belas kasih, kekuatan iman, dan keprihatinan/kepeduliannya terhadap pertumpahan darah sesama Muslim, bila dia tidak menyerahkan jabatan khalifah kepada Mu’awiyah.