589. HIJRAH DAN JIHAD
٥٨٩ – إِنَّ الهِجْرَةَ لَا تَنْقَطِعُ مَا دَامَ الْجِهَادُ
Sesungguhnya hijrah itu tidak terputus selama jihad ada.
Dalam riwayat lain kata “maa daama” memakai lafaz “maa kaana”. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Janadah ibnu Abi Umaiyah al Azdy r.a.
Al Haitsami berkata: “Perawi hadits ini shahih.”
Sababul wurud
Ibnu Abi Umaiyah al Azdy mengatakan bahwa beberapa orang sahabat berpendapat bahwa perintah hijrah telah terputus (berakhir), sehingga menimbulkan pertikaian pendapat di kalangan mereka. Maka Abu Umaiyah berusaha menemui Rasulullah untuk menanyakan hal itu. Oleh Nabi dijelaskan bahwa hijrah itu tidak terputus (belum berakhir) selama masih ada jihad.
Keterangan
Nabi SAW bersabda: “Muslim itu adalah orang yang selamat Muslimin lain dari lidah dan tangannya. Muhajirin adalah orang yang berhijrah dari apa yang dilarang Allah.” Diriwayatkan pula bahwa Nabi bersabda: “Laa hijrata ba’dal fathi” (Tidak ada lagi hijrah sesudah penaklukan Mekkah). Maka hadits ini bermakna sesudah Mekkah ditaklukkan, dan tidak ada lagi perintah hijrah dari Mekkah ke Medinah. Akan tetapi jihad dan niat (berhijrah-pent.) menutupi kedudukan hijrah dalam soal nilai pahalanya.
Hijrah dari negeri orang musyrik ke negeri orang yang penduduknya taat kepada Allah (baladun tha’ah), hijrah dalam jalan Allah yang umum sifatnya yaitu bagi kepentingan Islam, dan menghadapi musuh tidaklah berakhir dan tidak pula terputus pahalanya, sebagaimana bunyi firman Allah: “Alam takun ardhullahi wasi’atan, fatuhaajiruu fiihaa?” (Bukankah bumi Allah luas, sehingga kamu melakukan hijrah kepadanya dari negeimu?). (Lihat selanjutnya komentar dalam Riyadus Shalihin juz I, oleh Imam Nawawi, karangan DR. Husein Hasyim, penerbit Darul kutubil haditsah, juz 1, hal. 6).
590. CINTA DAN PERMUSUHAN
٥٩٠ – إِنَّ الوُدَّ يُورَثُ وَالعَدَاوَةَ تُورث .
Sesungguhnya cinta diwarisi dan permusuhan diwarisi.
Diriwayatkan oleh Thabrani dan Hakim dari ‘Afir r.a. Hakim menshahihkannya, tetapi adz Dzahabi mengeritiknya, karena terdapat dalam sanadnya seorang yang bernama Yusuf ibnu ‘Athiyah yang merusak keshahihannya.
Sababul Wurud
Thabrani meriwayatkan dari ‘Afir, seorang laki-laki Arab pernah bersama Abu Bakar dalam suatu malam. Abu Bakar bertanya kepadanya mengenai sesuatu yang didengarnya dari Rasulullah.