Asbab-al-Wurud (Kitab II) No.556 s.d. 557 – Hadits Perihal Aurat Dan Riwayat Dialek Al-Qur’an

ASBAB-UL-WURUD
Latar Belakang Historis Timbulnya Hadits-hadits Rasul
Oleh: Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi ad-Damsyiqi

 
Diterjemahkan oleh: H.M. Suwarta Wijaya, B.A.
Drs. Zafrullah Salim
Penerbit: KALAM MULIA.

556. PAHA ITU AURAT

٥٥٦- إن الفخذعورة.

Sesungguhnya paha itu aurat.

Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab at Tarikhul Kabir, Abu Daud, Turmudzi, Hakim dari Jarhad r.a.

Hakim berkata: “Hadits ini shahih”. Hal itu juga diakui oleh adz Dzahabi.

Sababul wurud

Seperti dalam Sunan Abu Daud dari Jarhad (salah seorang anggota Ahlus Suffah), bahwa pernah Rasulullah duduk bersama kami, sedangkan pahaku terbuka. Lalu beliau bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya paha itu aurat.” Lihat lanjut hadits tentang paha.


557. AL QUR’AN TURUN DENGAN TUJUH HURUF (DIALEK)

٥٥٧ ـ إن القرآن أنزل على سبعة احرف فاقرؤامنه
ما تيسر .

Sesungguhnya al Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf (dialek), maka bacalah mana yang mudah daripadanya.

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Umar bin Khattab.

Sababul wurud

Umar mengatakan, bahwa ia pernah mendengar Hisyam bin Hakim bin Hazam membaca surat al Furqan dengan bacaan yang bukan bacaan Umar, padahal bacaan Umarlah yang diajarkan Rasulullah SAW. Hampir saja Umar langsung bertindak terhadap Hisyam.

Kemudian beliau menunda tindakannya sampai ia pulang ke rumahnya. Umar menuju rumah Hisyam, kemudian pria itu dia seret dengan bajunya guna menghadap Rasulullah SAW. Umar mengatakan kepada Nabi bahwa Hisyam membaca ayat yang bukan seperti yang dibacakan Rasulullah. Akan tetapi Nabi memerintahkan: “Lepaskanlah dia!” Hisyam beliau suruh mengulangi bacaannya di hadapan beliau. Maka dia baca seperti apa yang didengar oleh Umar. Mendengar bacaan Hisyam, Rasululah SAW bersabda bahwa al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf (dialek), dan boleh membaca dengan dialek mana yang mudah bagi pembacanya.

Keterangan

Maksud al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf adalah dengan tujuh logat atau dialek. Hal itu dimaksudkan agar mudah membaca, dan menghafalnya. Tujuh logat/dialek itu adalah yang dikenal orang Arab ketika al-Qur’an diturunkan. Semuanya masih termasuk dalam pengertian “bilisaanin ‘arabiyyin mubiin“.

Yang penting kita perhatikan adalah bahwa qiraat (bacaan) itu melalui riwayat dan diperoleh dari Rasul SAW, sebagaimana beliau mendapatkannya dari Jibril As. Riwayat itu sampai ke tangan kita dengan cara mutawatir (riwayat dari orang banyak ke orang banyak). Jadi qiraat itu bukan dengan ijtihad (hasil buah pikiran), sebagaimana pendapat yang dilontarkan oleh golongan mulhid dan orientalis dengan maksud menimbulkan keragu-raguan mengenai Kitabullah. Hal itu jelas disebutkan dalam hadits ini.

Ucapan Rasul yang ditujukan kepada Umar dan Hisyam, menunjukkan demikianlah al-Qur’an diturunkan masing-masing kedua sahabat itu mendengarnya dari Rasul, dan Rasul membacakannya persis yang diajarkan Jibril. Begitulah al-Qur’an mengatakan: “Inna nahnu nazzalnaz zikra wa inna lahu lahaafizhuun” (Sesungguhnya Kami menurunkan adzdzikr (al-Qur’an) dan sesungguhnya Kami-lah yang memeliharanya). “Qul maa yakuunu lii an ubau min tilqaai nafsii in attabi’u illaa maa yuuhaa ilayya” (Katakanlah, tiadalah sepatutnya aku mengganti apa yang disampaikan kepada diriku. Tiadalah aku mengikuti melainkan apa yang diwahyukan kepadaku).