Asbab-al-Wurud (Kitab II) No.553 – Tanggung Jawab Pemimpin (Kaum)

ASBAB-UL-WURUD
Latar Belakang Historis Timbulnya Hadits-hadits Rasul
Oleh: Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi ad-Damsyiqi

 
Diterjemahkan oleh: H.M. Suwarta Wijaya, B.A.
Drs. Zafrullah Salim
Penerbit: KALAM MULIA.

553.TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN KAUM

 إن العرافة حق ولا بد للناس من العرفاء ولكن العرفاء في النار.

“Sesungguhnya kepemimpinan pada suatu kaum adalah hak, dan mestilah bagi manusia itu ada pemimpin. Akan tetapi para pemimpin itu di dalam neraka.”

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari seorang laki-laki dari ayahnya dari kakeknya.

Sababul Wurud

Sebagian dari penduduk negeri Arab itu hidup di pinggir jalan yang dilewati musafir. Usaha mereka dengan membuka “warung nasi” (manhal) bagi kafilah. Setelah orang-orang itu masuk Islam, pemilik mata air dari kaum itu menetapkan kewajiban menyerahkan seratus ekor unta sebagai jaminan keselamatan. Maka mereka pun selamat, yaitu setelah mereka masuk Islam. Unta-unta itu kemudian dibagi bagikan kepada keluarga pemilik mata air (yang demikian penting artinya bagi penduduk di gurun pasir). Tetapi di antara mereka yang telah menyerahkan unta kepada pemilik mata air itu, memintanya kembali.

Hal itu menimbulkan konflik, dan (karena mereka sudah masuk Islam), salah seorang pemimpin atau pemilik mata air itu mengadukan perkara itu kepada Nabi SAW dengan mengutus salah seorang anaknya. “Pergilah engkau menjumpai beliau. Katakanlah ayahmu menyampaikan salam. Dan jelaskan pula bahwa ayahmu menetapkan kewajiban penyerahan seratus ekor unta atas kaumnya, yang kemudian unta itu dibagikan untuk keluarganya, sampai muncul protes agar unta-unta itu dikembalikan.

Tanyakan pada beliau: yang berhak atas unta itu, apakah ayahmu atau mereka (yang telah menyerahkannya)? Jika beliau menjawab: ayahmu yang berhak atau menyatakan ayahmu tidak berhak, jelaskanlah bahwa ayahmu sudah tua dan beliau adalah pemimpin (arif) dan pemilik atas mata air tersebut. Katakan pula bahwa ayahmu memohon kiranya beliau sudi menetapkan bahwa ayahmu tetap menjadi pemiliknya.”

Anak si pemimpin kaum yang memiliki mata air tadi menjumpai Rasulullah. Setelah beliau mendengar penjelasan dan permintaannya, beliau mengucapkan sabda di atas, yang intinya pemungutan unta semacam itu menyebabkan sang pemimpin (yang berkuasa) masuk neraka.

Keterangan

Hadits di atas ditandai dengan “dhaif” oleh as Sayuthi. ‘Irafah adalah pengendalian urusan kaum dan siasat (politik) mereka. Maka ‘arif adalah pengendali atau orang yang memegang tampuk kekuasaan atas suatu kaum (golongan). Setiap kaum memang harus ada ‘arif (pemimpin)nya, yang mengurus dan menyelenggarakan segala keperluan mereka. “Setiap kamu adalah penggembala, dan setiap kamu bertanggung jawab atas gembalaanmu.”

Terkadang orang menyia-nyiakan kekuasaan (kedudukan) tersebut, terutama yang menyangkut hak-hak orang yang dipimpinnya (ra’yyah), sehingga perbuatannya itu menyebabkan dia (diancam) akan menjadi penghuni neraka. Adapun yang menunaikan kewajiban dengan sebaik-baiknya dipandang sebagai imam (pemimpin) yang adil dalam menegakkan hak-hak rakyat (orang-orang yang dipimpinnya) dan menjalankan amanah Allah yang dibebankan kepadanya. Bagi pemimpin yang adil ini, Allah janjikan lindungan (naungan) baginya di hari kiamat kelak, pada saat tak ada lindungan kecuali lindungan dari Allah.

Karena itu hendaklah setiap orang yang dibebankan bertakwa kepada Allah mengenai apa yang diamanahkan Allah kepadanya.