Asbab-al-Wurud (Kitab I) No.61 s.d 63 – Rindu dan Beberapa Larangan

ASBAB-UL-WURUD
Latar Belakang Historis Timbulnya Hadits-hadits Rasul
Oleh: Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi ad-Damsyiqi

 
Diterjemahkan oleh: H.M. Suwarta Wijaya, B.A.
Drs. Zafrullah Salim
Penerbit: KALAM MULIA.

61. IMAN DAN KERINDUAN

٦١ – اَحْبَابِي قَوْمٌ لَمْ يَرَوْنِي، وَآمَنُوا بِي أَنَالَهُمْ بِالْأَشْوَاقِ

Artinya:

“Kekasihku ialah kaum yang belum pernah melihat aku namun mereka beriman kepadaku. Aku terhadap mereka berada dalam kerinduan”.

Diriwayatkan oleh: Abu Syaikh dalam “As Tsawaab” dari Anas bin Malik.

Sababul wurud :

Kata Anas, Rasulullah telah bersabda: “Kapan aku dapat berjumpa dengan kekasihku? Kapan aku dapat berjumpa dengan kekasihku?”. Berkatalah sebahagian para shahabat: “Bukankah kami kekasihmu?”. Jawab Rasul: “Kalian sahabat-sahabatku.. Kekasihku adalah kaum yang belum pernah melihat aku namun…. dan seterusnya”.


62. ΜΕΝΙMBUN HARTA

٦٢ – اِحْتِكَارُ الطَّعَامِ بِمَكَّةَ الْحَادٌ.

Artinya:

“Menimbun makanan di Mekah adalah penyelewengan!”.

Diriwayatkan oleh At Thabrani dalam “At Ausath” dari Ibnu Umar, dan oleh Al Bukhari dalam “At Tarikhul Kabir” dari Ya’la bin Umayah dan oleh Al Baihaqi dalam “Syi’ib”.

Sababul wurud :

Bahwa menurut riwayat Al Baihaqi bersumber dari Atha’ bahwa Ibnu Umar mencari seorang laki-laki. Mereka menjelaskan bahwa orang tersebut pergi untuk membeli makanan. Ibnu Umar bertanya: “Untuk keperluan rumah atau untuk diperdagangkan?”. Mereka menjawab: “Untuk diperdagangkan”. Ibnu Umar berkata: “Beritahukan kepada-nya, bahwa aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Menimbun makanan di Mekkah dan seterusnya”.

Keterangan:

“Ihtikar” artinya menimbun harta dagangan agar harganya menjadi mahal. Sebab jika barang perniagaan itu langka di pasaran, harganya naik. Cara bisnis serupa ini diharamkan oleh Agama. Dan jika terjadi di Mekkah, hukumnya kufur (ilhad) sebab Makkah tanah haram, di mana dilipat gandakan pahala kebaikan dan dilipat gandakan pula dosa kejahatan yang dikerjakan di sana.


63. PERLAKUAN UNTUK ORANG YANG SUKA MEMUJI DIRI

٦٣ – احثوا فِي وُجُوهِ الْمَدَا حِينَ التَّرَابَ .

Artinya:
“Lemparkan tanah kepada orang yang suka memuji diri”.

Diriwayatkan oleh: Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah dari Al Miqdad bin Amru. oleh Turmidzi dari Abu Hurairah, Ibnu Hibban dari Ibnu Amr, Ibnu Asakir dari Ubadah bin Shamit dan Imam Ahmad dari Ai’syah.

Sababul Wurud :

Kata Aisyah: “Ketika sampai berita kematian Ja’far bin Abu Thalib, Zaid bin Haritsah dan Abdullah bin Rawahah, duduklah Rasulullah SAW dengan sedih dan aku bersembunyi dibalik pintu. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki seraya berkata kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, sesungguhnya istri Ja’far dan.”, ia menyebutkan tentang menangisnya mereka.

Kemudian Rasulullah SAW menyuruh orang tersebut agar melarangnya. Maka pergilah ia. Tiada lama kemudian ia datang kembali dan berkata: “Telah kularang mereka namun mereka tidak menurut”. Aku duga Rasulullah mengucapkan: “Lemparkan kemulutnya tanah“. Maka segeralah aku berkata kepada orang itu: “Semoga Allah menghina batang hidungmu. Demi Allah engkau tidak melakukan apa yang Rasulullah suruh. Aku tahu engkau tidak meninggalkan beliau.

Keterangan :

Ucapan “lemparkan tanah kemulutnya” hanya kiasan yang maksudnya penghinaan, sama dengan ucapan: “Quuluu lahum bi afwaahikumut turaab” yang artinya: “Katakan kepada mereka dimulut-mulutmu ada tanah”.

Orang Arab menggunakan kata-kata ini kepada orang-orang yang mereka benci, termasuk juga kepada orang yang suka memuji diri.