Al-Mu’jam-ash-Shaghir – Yang Bernama Ahmad (41/100): Kisah Rasul S.A.W Memenuhi Undangan Seorang ‘Awālī

Al-Mu‘jam-ush-Shaghīr
(Judul Asli: Al-Muhalla)
Oleh: Abul-Qasim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani

Penerjemah: Anshari Taslim
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: Al-Mu'jam-ush-Shaghir Bab Alif - Yang Bernama Ahmad

رقم الحديث: 14
(حديث مرفوع) حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ رِشْدِيْنَ الْمِصْرِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمَانَ الْجُعْفِيُّ، حَدَّثَنَا عَمِّي عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ، حَدَّثَنَا أَبُوْ مُسْلِمٍ قَائِدُ الْأَعْمَشِ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: “إِنْ كَانَ الرَّجُلُ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِيْ لِيَدْعُوَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نِصْفَ اللَّيْلِ عَلَى خُبْزِ الشَّعِيْرِ، فَيُجِيْبُهُ”، لَمْ يَرْوِهِ عَنِ الْأَعْمَشِ، إِلَّا أَبُوْ مُسْلِمٍ، وَ لَا عَنْ أَبِيْ مُسْلِمٍ، إِلَّا عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ تَفَرَّدَ بِهِ يَحْيَى بْنُ سُلَيْمَانَ.

  1. Aḥmad bin Risydīn al-Mishrī (1401) menceritakan kepada kami, Yaḥyā bin Sulaimān al-Ju‘fī menceritakan kepada kami, pamanku yaitu ‘Amr bin ‘Utsmān menceritakan kepada kami, Abū Muslim si penuntun al-A‘masy menceritakan kepada kami, dari al-A‘masy, dari Mujāhid, dari Ibnu ‘Abbās r.a. yang berkata: “Sungguh benar ada seorang berasal dari penduduk daerah ‘Awālī yang mengundang Rasūlullāh s.a.w. hanya untuk makan roti dari sya‘ir (jewawut) di tengah malam dan beliau akan memenuhi undangan itu.”

Tidak ada yang meriwayatkannya dari al-A‘masy kecuali Abū Muslim, dan tidak ada dari Abū Muslim kecuali ‘Amr bin ‘Utsmān, hanya Yaḥyā bin Sulaimān yang meriwayatkannya.

Isnād: Al-Haitsamī mengatakan: “Di dalamnya ada Abū Muslim penuntun al-A‘masy yang dianggap tsiqah oleh Ibnu Ḥibbān tapi dia juga katakan: “Biasa salah”. Sedangkan beberapa ulama menganggapnya dha‘īf(1412).

Demikian pula guru ath-Thabrānī di sini adalah dha‘īf.

Catatan:

  1. (140). Dia adalah Aḥmad bin Muḥammad bin al-Ḥajjāj bin Risydīn bin Sa‘d, Abū Ja‘far al-Mishrī. Ibnu Abī Ḥātim berkata tentangnya: “Aku mendengar darinya di Mesir tapi aku tidak meriwayatkan haditsnya karena mereka memperbincangkan kredibilitasnya.”Ibnu ‘Adī berkata: “Mereka menganggapnya pendusta, dan aku mengingkari beberapa riwayat darinya.” Dalam kesempatan lain dia mengatakan: “Di dalamnya ada kelemahan.” Tapi di lain waktu dia juga berkata: “Boleh ditulis haditsnya.”An-Nasā’ī mengatakan: “Abū Ja‘far masuk menemuiku dan ada beberapa orang di sekitarku, lalu mereka menyorakinya sambil berkata: “Hei pembohong!”Lihat: Al-Jarḥu wat-Ta‘dīl (2/75), al-Mīzān (1/133), al-Lisan (1/172), Ḥusn-ul-Muḥādharah (1/225), dan Tārīkhu Dimasyq (1/455).
  2. (141). Az-Zawā’id (1/53).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *